HARI-hari ini perhatian dunia beralih ke Istana Bogor. Hari-hari ini enam perutusan negara-negara anggota ASEAN memperbincangkan nasib sebuah bangsa dengan empat kelompok Kamboja yang bersengketa. Perubahan nasib 63 juta penduduk dari negeri yang tak henti dirundung kemelut itu memang tak akan sepenuhnya ditentukan dari Istana Bogor. Tapi sebuah usaha untuk perdamaian telah dimulai dari forum Pertemuan Informal Jakarta, yang diselenggarakan di Istana Bogor. Bogor, yang terletak 60 km di selatan Jakarta, barangkali memang tempat yang cocok untuk pertemuan yang diduga bakal penuh tarik urat leher ini. Udara pegunungan yang sejuk diharapkan mampu menurunkan ketegangan para anggota delegasi yang berunding. Kota yang terletak di kaki Gunung Gede ini tak cuma pantas dipakai sebagai tempat perundingan. tapi juga untuk diteladani kota-kota lain di Indonesia, terutama dalam hal kebersihan. Sejak 1986, Penghargaan Adipura, penghargaan nasional untuk predikat kota paling bersih, tak pernah lepas dari Bogor. "Pak Wali Kota, orang yang hebat," kata seorang petugas parkir di Pasar Sukasari, Bogor. Kebanggaan warga Kota Bogor terhadap Wali Kota Muhammad, yang memangku jabatan sejak 1981, terasa sebagai ucapan terima kasih dan rasa hormat yang wajar. Wali Kota memang punya kiat khusus dalam menata kota seluas 21 km yang dihuni 260.000 jiwa itu. Ia, misalnya, membangun keramba (peternakan ikan sistem kandang dalam air) bagi kawasan yang berhasil membenahi diri. Hasilnya, selain kota menjadi semakin asri, produksi ikan air tawar, seperti ikan tawes dan emas, meningkat hampir tiga kali lipat dalam tempo sekitar tiga tahun. Kini, 2.500 keramba yang terpasang di sepanjang sungai yang melintasi Kota Bogor mampu menghasilkan ikan air tawar sekitar 250 ton per tahun. Tapi yang mengangkat Kota Bogor tetap saja Kebon Raya, yang diresmikan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen pada 18 Mei 1817. Di kawasan seluas 312 ha itulah Istana Bogor, yang pernah dihuni 38 gubernur jenderal, berada. Di istana ini pula sekarang delegasi Pertemuan Informal Jakarta bersidang. Burhan Piliang dan Priyono B. Sumbogo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini