Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Dongeng Jadul di Pinggir Kali Jakarta

Film Get Married belum selesai. Bukan lagi soal pernikahan Mae, yang diperankan Nirina Zubir.

18 Agustus 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Get M4rried
Produser: Chand Parwez Servia, Fiaz Servia
Sutradara: Monty Tiwa
Skenario: Cassandra Massardi
Pemain: Nirina Zubir, Nino Fernandez, Amink, Ringgo Agus Rahman, Deddy Mahendra Desta, Meriam Bellina, Jaja Mihardja, Ira Wibowo, Tatjana Saphira, Ricky Harun

Jadi Mae telah menikah dan hidup berbahagia bersama suami dan tiga anak kembarnya. Seharusnya, sesuai dengan judulnya, film Get Married sudah lama tutup buku. Tapi perolehan jumlah penonton pada film jilid pertama serta dua sekuelnya, yang selalu masuk daftar 10 film terlaris, rupanya terlalu menarik untuk diabaikan bagi sang produser. Menurut data Filmindonesia.or.id, jilid pertama film ini, yang dirilis pada 2007, meraih 1,4 juta penonton dan menduduki peringkat pertama daftar 10 film terlaris tahun itu. Jilid keduanya mencapai 1 juta lebih dan jilid ketiga 563 ribu lebih, yang masih masuk daftar 10 film terlaris.

Jadi, bila tahun ini Starvision merilis jilid keempatnya, tentulah kelarisan itu jadi salah satu alasan yang kuat. Alasan lain, penonton mungkin butuh film komedi untuk mengisi masa Lebaran, menyaksikan Slank bernyanyi, atau telanjur jatuh hati pada Maemunah atau Mae (Nirina Zubir) dan tiga sahabat kentalnya, Guntoro (Deddy Mahendra Desta), Beni (Ringgo Agus Rahman), dan Eman (Amink).

Masalahnya, Mae sudah lama menikah dengan Rendy (Nino Fernandez) dan tiga sohibnya bukan lagi pemuda pengangguran. Beni sudah jadi ustad muda dan Eman bekerja di jasa event organizer milik Rendy. Jadi, siapa lagi yang mau kawin di Get M4rried? Sutradara Monty Tiwa, yang mulai menggarap franchise film ini sejak Get Married 3—Get Married 1 dan Get Married 2 disutradarai Hanung Bramantyo—mulai memperkenalkan tokoh baru: Sophie (Tatjana Saphira), putri Mama Rendy (Ira Wibowo).

Sophie adalah jenis remaja makmur masa kini. Dia masih belia, baru 16 tahun, dan sudah keliling dunia. Dia dikelilingi teman-teman sebaya yang sudah punya usaha sendiri dengan jadi blogger atau bisnis clothing line. Bicaranya lebih banyak dalam bahasa Inggris dan lebih percaya pada omongan orang lulusan luar negeri.

Masalahnya, Sophie berencana menikah dengan Kim Bum Park (Math Wang Kie), pria Korea ganteng yang baru tiga bulan dikenalnya. Mae tak setuju karena Sophie masih di bawah umur. Karena Sophie tetap pada pendiriannya, Mae minta satu syarat: tinggal seminggu di rumah bapak-ibunya, Babe (Jaja Mihardja) dan Nyak (Meriam Bellina). Kesempatan itu digunakan tiga sahabat Mae untuk mempengaruhi Sophie dengan menyodorkan Jali (Ricky Harun), pemuda yang sedang magang di kantor kelurahan tempat Babe jadi lurah. Guntoro dan kawan-kawan "mendidik" Jali agar dapat merebut hati Sophie.

Lalu ada subplot tentang Mae yang baru sadar belum mewujudkan banyak keinginan dalam hidupnya. Maka dia diam-diam melakukannya bersama Max, sahabat Sophie. Akibatnya, Rendy dan trio sahabat Mae mengira Mae selingkuh. Tentu saja ini bikin panik semua orang.

Film ini masih menggambarkan dua dunia yang berbenturan, seperti halnya dalam film jilid pertama, antara kaum gedongan dan rakyat jelata. Yang ditawarkan juga dongeng jadul tentang bersatunya dua dunia itu. Dalam film jilid pertama, Mae, gadis dari kalangan bawah, dipertemukan dengan Rendy, pria dari kalangan atas. Kini keadaan dibalik: Sophie dari kalangan berpunya dipertemukan dengan Jali dari kampung kumuh di pinggir kali.

Visualisasi masalah ini ditampilkan ketika Sophie dan Jali duduk di bekas gardu di pinggir kali tempat dulu Mae dan kawan-kawan biasa nongkrong. Sungai butek itu membelah dua dunia tersebut. Di sebelah sini adalah dunia Jali yang kumuh. Di seberang sana adalah rerimbunan pohon hijau dengan bangunan pencakar langit mencuat. "Sebenarnya tempat itu dekat, tapi dari sini tampak begitu jauh," kata Sophie.

Film ini juga merekam kisah cinta model remaja zaman sekarang, yang sebetulnya sering diangkat beberapa film remaja belakangan ini: follow akun Twitternya dan intai Facebook si dia untuk tahu kepribadiannya—istilahnya ­stalking. Dengan cara itu, Jali bisa menarik perhatian Sophie.

"Jadi, apa warna kesukaan gue?" tanya Sophie. "Biru," jawab Jali. "Berapa nomor jeans gue?" "27". "Oh my God, you are my real fan! I can't believe it," kata Sophie. Hati Sophie pun "terlonjak-lonjak", apalagi setelah Jali memainkan lagu Slank, yang jadi lagu favorit Sophie, dengan gitar bolongnya.

Tak usah banyak pikir bila menonton film ini. Kisahnya berjalan lurus-lurus saja. Praktis tanpa kejutan dan tikungan. Bahkan hal yang bisa jadi kejutan pun ditunjukkan dengan terang-benderang. Ini memang jenis komedi ringan dengan bumbu tabok-tabokan dan sedikit roman percintaan. Jadi, mari kita senyum-senyum atau tertawa menyaksikan kelucuan-kelucuan kecil di layar sambil mengunyah berondong jagung.

Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus