ONE WAY TICKET (Semoga Kau Kembali)
Skenario & Sutradara: Motinggo Boesye
Ide Cerita: Rudi Purwana
Produksi: PT Hiu Genia Film CorPoration
***
PADA selebaran yang dibagikan oleh produser kepada wartawan,
bisa ditemukan keterangan berikut: "Mulainya kisah ini adalah
diilhami oleh kepahlawanan Komodor Yos Sudarso dalam pertempuran
laut di Aru . . . Kisah ini dicuplik dari catatan-catatan
pribadi seorang perwira laut dalam operasi 'Jaya Wijaya'
tersebut. Namun diolah sedemikian rupa sehingga tidak terikat
norma-norma sejarah atau biografis, akan tetapi dapat
dipertanggungjawabkan untuk memperkenalkan kehidupan dan tradisi
di Angkatan Laut beserta suka duka keluarga yang menunggu mereka
kembali".
Film ini memang dimulai dengan cuplikan dari pertempuran yang
dialami oleh almarhum Yos Sudarso. Adegan ini memang cuma
bikinan, meski ada juga meyakinkan oleh ketrampilan si pembuat.
Setelah itu penonton berkenalan dengan pelaut-pelaut muda yang
diharapkan mewarisi semangat Yos Suarso. Mayor Rino (Dicky
Zulkarnaen) lulusan Akademi Ankatan Laut adalah komandan kapal
perang Sultan Iskandar Muda. Di rumahnya yang cukup rapi-entah
rumah jabatan atau milik pribadi -- perwira ALRI ini hidup
bersama dengan isteri cantik yang diperankan oleh Lenny Marlina.
Asyiknya pula, baik untuk mendapatkan isteri cantik atau pun
kedudukan sebagai komandan kapal, semuanya dicapai dengan cara
yang amat lancar dan cepat. Hidup sebagai warga ALRI menjadi
amat indah dan tanpa masalah dalam film yang disutradarai oleh
Motinggo Boesye ini.
Bagian yang hampir mengasyikkan dalam film ini bukannya tidak
ada. Entah menghadapi musuh dari mana, tapi suatu kali Mayor
Rino mendapat perintah tempur yang serius. Perlu latihan pasukan
katak (kompi Induk Para Amphibi) serta sejumlah pasukan dan
perlengkapan berat milik Korps Marinir. Operasi ini sifatnya One
Way Ticket, begitu kira-kira kata panglima kepada Mayor Rino.
Dan istilah ini cukup mengernyitkan kening Rino, (dan jadi judul
film) sebab ini berarti bahwa kesempatan untuk pulang memang
tidak teralu besar. Sebelum musuh ketahuan oleh yang menonton,
tembakan-tembakan sudah dilancarkan dari kapal, dan pasukan
katak sudah terjun. Jika akhirnya perintah gencatan senjata
datang, soalnya tidak juga jelas bagi penonton.
Walhasil, Rino dan kawan-kawannya pulang ke pangkalan ALRI di
Surabaya. Kurang diketahui apa ia bakal naik pangkat atau cuma
dapat tanda jasa. Yang terang ia sudah jadi bapak, dan berita
itu disampaikan oleh dokter ALRI yang kelihatan sengaja menanti
untuk itu di pangkalan. Asyiknya pula, pedagang muda yang
pernah jadi 'saingannya' dikalahkannya dengan amat mudah --
datang pula memberi selamat sembari membawa sejumlah hadiah.
Betul-betul suatu rentetan hidup enak yang seperti di dalam film
. . . tapi, eh, ini 'kan memang film?
Sebagai cerita tanpa konflik dan berlatar-belakang kegiatan
Angkatan Laut -- lengkap dengan pameran alat-alat berat maupun
ringan serta kebiasaan-kebiasaan rutin mereka -- film ini memang
dikerjakan dengan baik oleh Motinggo Boesye. Ada suasana di
sana. Ter utama lantaran permainan yang baik dan terjaga dari
Lenny Marlina, Dicky Zulkarnaen, Widyawati (sebagai bintang
tamu) mau- pun para pemain pembantu lainnya. Mudah-mudahan '
semangat Yos Sudarso" bisa diwariskan -- yang tentunya bukan
semangat untuk hidup secara enak, mudah dan serba lebih indah
dari warna aslinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini