MUNAFIK tak lain dari salah satu sikap ekstrim. Kehendak yang
bergerak ke satu arah tanpa perduli bahwa ada utara, ada
tenggara, dan bahwa daun bisa berterbangan ke arah ke mana musim
berembus, dari selatan atau timur laut.
Berbilang abad lalu, farisyeisme menjadi model satu-satunya.
Lagak serba suci. Alim dalam sikap tafakur yang menyimpan segala
kesalehan dalam kepala. Hati dan tangan seakan dibasuh dari
dosa. Berkah dibagi cuma-cuma kepada setiap penganut lewat
kutipan-kutipan kitab taurat yang disitir tanpa kesukaran:
lancar, persis dan, karena itu, mekanis.
Merekalah golongan yang hanya boleh menegur tetapi tak pernah
boleh ditegur. Yang hanya mempunyai mulut tetapi tanpa telinga.
Yang mendengus karena nyamuk terbang di seberang lautan, tetapi
abai melihat gajah tegak di hadapan mata. Farisyeisme adalah
monopoli kesucian formil dan lambang jalan keselamatan yang
monolitik.
Nabi Isa suatu ketika mendapatkan diri berhadapan dengan mereka
dalam bersoaljawab perihal perempuan yang kedapatan tengah
melacur. Menurut hukum Musa dia harus mati dirajam. Dan terhadap
itu pulalah kaum farisyi bersikeras. Tetapi sang nabi yang
tenang: dan tidak kelabakan, memilih kasih-sayang dan keadilan:
siapa yang merasa tanpa dosa, dialah orang yang berhak melempar
batu pertama ke tubuh pendosa. Menurut cerita, perempuan lacur
itu ditinggalkan orang satu persatu.
Sebebas Unggas
Tak disangka, tak dinyana, perkataan nabi Isa pada jaman lain
telah diperalat bagi pembenaran kemunafikan lain. Yakni bahwa
tak seorangpun tak bercela kesalehannya. Bahwa semua manusia
berdosa. Karena itu batu pertama atau terakhir tak boleh
dirajamkan. Tetapi dengan itu pula setiap kita boleh berlaku
sebebas unggas. Pada setiap saat ampun akan diturunkan, hanya
karena kita makhluk yang lemah. Seakan pemaafan beramai-ramai,
dengan mengaku berdosa, telah menjadi bentuk justifikasi
kelemahan diri secara kolektif dan gampangan -- seperti ditulis
oleh Fokus TEMPO 11 September 1976. Sanksi disingkirkan, maaf
menjadi monopoli, dan kelemahan seakan sifat satu-satunya yang
menandai existensi kita, juga secara monolitik. Farisyeisme baru
pun lahir.
Sebenarnya tak luar-biasa. Mempercayai yang kita kehendaki
selalu lebib mudah daripada menghendaki yang kita percayai.
Tidak dibutuhkan banyak tenaga untuk percaya bahwa neraka cuma
takhyul. Bahwa korupsi adalah satu-satunya bentuk adjustment
yang mungkin. Bahwa sikap jujur sementara ini hanya lux, absurd,
luar biasa dan barangkali mustahil..
Di suatu ketika perempuan yang kedapatan berzinah, dituduh
'najis'. Di ketika yang lain, seorang yang lewat Kramat Tunggak
dan kebetulan enggan 'berlangganan' bisa juga dituduh munafik.
Di suatu saat intelektuil yang tak berani menegur ambisi
revolusioner Soekarno, bisa dituduh melacur. Di saat lain,
kritik terhadap korupsi mungkin bisa dicap puritan, kurang
sabar, tegar dan juga munafik.
Extrimitas selalu meletihkan. Ia berwujud sikap batin yang
mengambil keputusan secara mudah, pukul-rata dan karena itu
kejam. Padahal manusia lebih mirip garis khatulistiwa: tempat
cuaca bergilir-ganti, juga musim penghargaan terhadap suatu
nilai. Di utara ada farisyeisme keras: kelemahan tak halal
dimaafkan, supaya jangan ada dosa baru. Di selatan farisyeisme
lembut: kejujuran dan kesucian sudah anakhronis dan mustahil.
Siapa yang mencobanya adalah banci, ketinggalan jaman, sisa
puing-puing hipokrisi jaman bahari . . .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini