Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsitektur

Frei otto dan strukturnya

Foto dokumentasi karya frei otto, arsitek jerman, di pamerkan di tim jakarta. ia memulai disainnya seperti pematung memulai dengan sket dan modelnya.(art)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BILA seseorang suatu kali mengatakan tubuh manusia indah, orang tentunya akan mengangguk-angguk. Setuju. Sudah berabad-abad tubuh manusia -- terutama tubuh wanita -- menjadi obyek para pelukis. Tapi bila ada seseorang mengatakan kerangka manusia indah, orang mungkin akan menatap heran. Jangan-jangan tak waras, begitu kira-kira suara dalam hati muncul. Padahal kerangka manusia, tak salah, indah. Memang jangan dilihat sederhana, jerangkong-nya. Mestinya dilihat sebagai bagian paling dekat dengan struktur tubuh manusia. Struktur ini mempunyai peran besar pada tubuh manusia. Juga keindahannya. Coba saja, gaya orang berdiri yangdikenal sebagai "berpose" -- diakui bagus -- terjadi karena struktur tubuh manusia mencari keseimbangan. Dalam hal ini karena pengaruh gaya tarik bumi. Frei Otto adalah seorang arsitek Jerman yang jeli melihat struktur. Banyak karyanya yang kini tersebar di berbagai negara berpangkal pada struktur. Sejumlah dokumentasi karya Frei Otto tahun 1955-1976 pekan lalu dipamerkan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Ikatan Arsitek Indonesia, Pemda DKI dan kelompok mahasiswa arsitektur Universitas Indonesia memprakarsai pameran itu. Kendati sebagai foto, dokumentasi karya Frei Otto itu indah. Tapi tak mudah orang menyimak apa sebenarnya di baliknya. Sejumlah foto tenda raksasa, jaring-jaring yang dipentang dan "kain-kain" yang digantung dengan katrol raksasa. Tampak aneh? Memang, tanpa imaji khusus tentang struktur, karya Frei Otto sukar ditelusuri. Lalu apa yang khusus itu? Dalam pengertian biasa, struktur adalah sifat dasar sebuah bentuk. Diakui ada, tapi dinilai terlampau sederhana. Akibatnya, struktur seringkali dianggap sama dengan bentuk yang nampak. Struktur segitiga ya segitiga, kata orang. Padahal struktur tidak berbentuk. Ia semacam sistem yang menunjukkan bagaimana berbagai gaya pada sebuah benda bekerja sampai benda itu dapat berdiri seimbang. Struktur sebuah piramida, umpamanya, menunjukkan bagaimana empat gaya bekerja menelusuri empat sisi pertemuan bidang. Bertumpu di bagian atas, dan ditarik bersilang di bagian bawah. Walaupun tak sama, struktur dan bentuk memang mempunyai kaitan yang sangat erat. Struktur sebuah bentuk, dikatakan tetap, tidak tergantung pada ukurannya. Sebuah bola sebesar 1 cm memiliki struktur yang sama dengan bumi yang juga berbentuk bola. Kecuali bila sebuah bola mengalami perubahan bentuk. Dalam dunia arsitektur, struktur tentunya memegang peranan penting. Bila orang salah memperkirakan struktur, sebuah bangunan dengan sendirinya akan mudah rubuh. Tapi struktur dalam dunia ini, hingga kini kebanyakan hanya mengikuti hukum logika yang paling sederhana. Struktur yang umum dikenal, berasal dari bentuk piramida dan kotak. Struktur kedua bentuk ini dikenal paling stabil. Karena itu struktur bangunan di sekitar bentuk ini, cukup diperkirakan saja. Yang jadi lebih penting kemudian, perhitungan konstruksinya. Dalam kecenderungan ini tentunya tak akan ada seorang arsitek yang mau mencoba membuat sebuah bangunan berbentuk piramida tapi dengan puncaknya di bawah. Ini bisa disebut usaha gila karena mencari kesulitan yang tak masuk akal. Tapi kira-kira di sekitar itulah percobaan Frei Otto. Usaha yang dikatakan mencari kesulitan, justru ditelusurinya. Ia mencari struktur yang tak umum, dan mencoba menerapkannya ke dalam bangunan. Peristiwa bersejarah terjadi di tahun 1955 ketika Frei Otto membuat percobaannya yang pertama. Ia membuat semacam tenda yang mempunyai bentuk seperti sadel kuda. Di situ ia menemukan struktur, tempat dua gaya melenting yang bersilangan bekerja saling tarik. Menghasilkan sebuah bentuk yang terjadi karena tegangan. Penemuannya ini kemudian berkembang dahsyat. Ia kemudian berhasi! menerapkan struktur ini pada bentuk raksasa. Perhitungan dan materialnya menjadi lebih rumit. Dalam bentuk besar, gaya-gaya yang bekerja diatasinya dengan menempatkan jaringan kabel baja tipis. Dan kain tenda digantinya dengan selaput tipis yang mempunyai sifat rijit, ditempatkan di antara jaringan kabel baja itu. Daya lenting dan tarikan, itu yang belakangan menjadi konsep Frei Otto. Kesukaan Frei Otto pada struktur yang tak umum, tentu membawa risiko. Selain perhitungannya jadi merumit, kemungkinan rubuh pun jadi besar. Tapi justru di situ letak keluarbiasaan arsitek Jerman ini. Ia memiliki kepekaan yang tak mudah ditiru dalam mereka kemungkinan sebuah struktur baru. Ia mampu memperkirakan batas ketahanan sebuah struktur. Arsitek yang lahir 56 tahun lalu di Siegmar ini memulai disainnya tidak dengan perhitungan matematis seperti banyak disangka orang. Seperti seorang pematung, ia mulai dengan membuat sket dan model. Ia menyebutkan ini sebagai sekedar mencari bentuk luarnya. Tapi berbeda dari seorang pematung, bentuk yang disketnya bukan sekedar bagus-bagusan. Itu dikerjakannya berdasarkan kepekaan dan pengetahuan tentang struktur yang tinggi. Dari sket itu ia menganalisa aya yang bekerja -akan tetap bila dibangun dalam skala yang jauh lebih besar. Setelah corat-coret dan pemikiran itu selesai, disainnya berlanjut ke perhitungan. Berbagai data masuk ke dalam perhitungan ini, seperti kekuatan material, perhitungan konstruksi, daya lenting dan sebagainya. Semua perhitungan ini dilakukan dengan komputer. Begitulah, berbeda seperti yang diperkirakan orang, Frei Otto bukan budak komputer yang mencoba-coba secara spekulatif. Ia menciptakan sebuah bentuk berdasarkan kepekaannya, baru kemudian memanfaatkan komputer. Tak jauh dari itu, Frei Otto ternyata pemikir, teoritikus dan juga doktor di bidang arsitektur. Ia penyelidik yang gigih, dalam usaha memecahkan rahasia struktur kehidupan dalam alam. Walaupun tak luar biasa, ia mampu menunjukkan kesamaan antara struktur yang dibuatnya dengan berbagai struktur yang terdapat di alam. Sarang laba-laba dan rentetan telur katak, misalnya. Kendati lebih berpikir, dan lagi matematis, karya Frei Otto barangkali paling terasa manusiawi di antara bentuk arsitektur lain di masa kini. Ia me nyimpang dari bentuk arsitektur modern pada umumnya, yang konon disebut terlalu fanatik pada geometrisme dan terlampau ambisius mengejar monumentalitas. Arsitek Indonesia diduga tidak menganggap sepi pameran ini. Bermain dengan struktur memang belum terbiasa pada bangunan umumnya di Indonesia. Tapi bukannya tak ada. Gedung MPR-DPR yang direncakan oleh Ir. Suyudi sedikit banyak menyertakan perhitungan struktur ini. Terletak pada kubahnya. Balok beton yang menumpang di atasnya adalah perhitungan daya lenting seperti busur panah. Di bawah tanah kedua ujung beton itu ditarik dan dihubungkan, dengan mempergunakan kabel baja. Pameran Frei Otto, tentu saja, lebih berguna bagi kalangan arsitek ketimbang pengamat awam. Siapa tahu kemungkinan yang satu ini bisa dipacu. Bukan bentuknya barangkali, tapi cara arsitek kenamaan itu mengamat, membangun kesimpulan dan menyusun konsep bagi kerjanya. Jim A. Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus