THE GODFATHER II
Skenario: Francis Ford Coppola & Mario Puzo
Sutradara. Francis Ford Coppola
COPPOLA memulai filmnya dengan sebuah panorama desa Corleone,
tempat asal Vito (Robert de Niro). Sebuah upacara perarakan
jenazah sedang berlangsung. Ayah Vito yang mati dibunuh Don
Francerco sedang diusung. Tiba-tiba terdengar serentetan
tembakan. Perarakan bubar, dan ternyata abang Vito sudah mati
--juga oleh peluru Don Francerco. "Ia harus dibunuh sebab ia
nanti akan menuntut balas," kata sang Don. Karena itu -- Vito
kecil yang masih 9 tahun itu juga harus mati. Tapi anak ini
berhasil lari ketika ia melihat ibunya ditembak seperti anjing
oleh pengawal Francerco.
Adegan selanjutnya bermain di New York awal abad ini. Vito kecil
bertumbuh di negeri pengungsiannya. Bekerja, kawin, punya anak,
membunuh jagoan, menjadi jagoan, membuka usaha perdagangan
minyak zaitun dan seterusnya. Dan tiba-tiba muncul dilayar,
Michael (Al Pacino) yang kini menggantikan ayahnya sebagai
kepala keluarga Corleone. Di sini cerita merupakan sambungan The
Godfather pertama. Michael sibuk dengan berbagai bisnis yang
melihatkan "keluarga" keturunan Italia, tapi juga Yahudi. Yang
paling berat bagi Michael adalah Yahudi itu. Hyman Roth (Lee
Strasberg) ternyata jauh lebih licik, tangguh dan dingin
tinimbang jagoanjagoan Italia.
Sistim bercerita yang ditempuh Coppola ini memang unik. Sorot
balik (flashback) tidak sekedar sebagai catatan kaki bagi
memperjelas apa yang terjadi. Ia bagian tersendiri yang
sebenarnya, bisa dan sebaiknya, berdiri sendiri. Coppola mencoba
menyatukan dua cerita itu lewat suatu cara yang dalam dunia
editing lazim disebut sebagai pemotongan paralel. Tidak selalu
berhasil, bahkan kadang terasa dipaksakan.
Film ini sebenarnya akan cukup menarik jika Coppola memusatkan
perhatian pada Michael saja dalam kedudukannya sebagai Don muda,
yang menggantikan ayahnya sebagai kepala keluarga. Memang hal
demikian diperlihatkan. Michael misalnya terlibat dalam bisnis
dengan Batista di Kuba beberapa saat sebelum Fidel Castro naik
tahta. Juga berjuang membersihkan namanya di Kongres Amerika.
Tapi perjuangannya yang paling sengit ialah pertarungannya
dengan bandit-bandit Yahudi itu. Michael menang pada akhirnya --
meski dengan bayaran yang mahal. Michael, yang di masa mudanya
menolak ikut campur dalam urusan keluarga -- ia memilih masuk
dinas militer -- kini menemukan dirinya jauh lebih keras, kejam,
dingin, dari orang yang digantikannya. Menjelang akhir cerita,
Michael memutuskan membunuh abang kandungnya sendiri. Melulu
karena curiga.
Heroin
Di lihat melalui Michael, The Godfather II sebenarnya kisah
tentang orang yang tidak siap untuk suatu kekuasaan tak terbatas
dan tak terkontrol. Don Corleone, yang mewariskan kekuasaan itu,
tiba pada tingkat demikian lewat satu jalan yang panjang dan
penuh bahaya. Don Corleone siap, sebab ia terlatih. Michael
sebaliknya tumbuh sebagai anak Amerika dengan segala kemudahan,
dalam suatu keluarga yang lebih dari sekedar berkecukupan.
Ketika kekuasaan sebesar itu harus ditanganinya, kelabakanlah
ia. Michael yang pendiam, pemalu dan ingin menjadi anak Amerika
yang baik, akhirnya menjadi pembunuh berdarah dingin, bengis dan
hampir tak punya etik. Ia tidak lagi mewarisi kebesaran ayahnya
ketika harus menolak bisnis heroin, satu penolakan yang nyaris
menghabiskan nyawa sang ayah.
The Godfatber II memang menyajikan persoalan. Ia antara lain
mengajarkan betapa sulitnya menghargai jiwa dan harta orang
setelah kita terbiasa dan dengan mudah menumpahkan darah. Tapi
film ini juga suatu tingkat kecermatan yang tinggi yang misalnya
berhasil menciptakan satu suasana yang khas, New York tempo
dulu. Sisilia yang miskin dan suram, maupun keluarga Italia yang
hangat, spontan tapi berbau darah. Sudah tentu dukungan
permainan para aktor memegang andil besar. Michael diperankan
dengan bagus oleh Al Pacino. Tapi Lee Strasberg (guru para
aktor) dan De Niro berrnain brillian. Salim Said
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini