PARA pembeli di Jepang dan Pantai Barat AS kabarnya tak terkejut
ketika menerima kawat dari Pertamina yang singkatnya berisi
harga ekspor minyak Indonesia naik lagi per 1 Mei ini. Tanpa
terdengar protes, kedua langganan terbesar minyak Indonesia itu
setuju saja untuk membuat kontrak baru. Padahal baru sebulan
lalu, per 1 April, mereka harus menambah $1,75 untuk memperoleh
satu barrel minyak jenis Minas, yang dipakai sebagai patokan
harga itu. Ketika itu minyak jenis Minas naik dengan 12,58%,
dari $13,90 menjadi $15,65 per barrelnya. Sedang kenaikan
rata-rata untuk 17 jenis minyak Indonesia mencapai 12,98%.
Kenaikan yang sekarang memang tak banyak. Cuma 3,2% atau $0,50
untuk sebarrel jenis Minas. Atau pukul rata untuk semua jenis
minyak naik 4,04%. Sebab beberapa jenis seperti Attaka, Bekapai
dan Badak, serta jenis North Sumatra Crude atau Katapa, naik
dengan 1 dollar.
Tapi orang di luaran toh ingin tahu mengapa hanya dalam waktu
sebulan harga ekspor minyak sudah dinaikkan lagi? Dari Menteri
Pertambangan dan Enerji Subroto sampai akhir pekan lalu belum
keluar keterangan yang menjelaskan duduknya soal. Pertamina
hanya mengeluarkan edaran harga baru atas permintaan pers, pekan
lalu. Tapi sebuah sumber di Migas menjelaskan bahwa keputusan
kenaikan harga 1 April itu ternyata dianggap agak rendah. "Jadi
mesti dikatrol lagi," katanya.
Beberapa kontraktor asing di Jakarta setuju dengan anggapan
begitu. Harga mlnyak di pasaran internasional memang makin
menjadi-jadi, sekalipun produksi di Iran dikabarkan sudah
mencapai 3,6 juta barrel sehari. Adalah soal dalam negeri Iran
yang masih belum menentu itu yang membuat para pembeli di mana
pun kini lebih berjaga-jaga siapa tahu produksi macet lagi di
sana.
Alhasil, spekulasi harga memang masih terjadi dalam pasaran
tunai (spot market), sekalipun tak sehebat sebelum keputusan
sidang istimewa di Jenewa. Dalam sidang yang amat menentukan
itu, akhir Maret lalu, diputuskan bahwa di atas harga baru yang
berlaku sejak awal April itu, OPEC dibolehkan meminta harga
ekstra (surcharge) antara $0,55 sampai $4 untuk setiap barrel.
Maksudnya tak lain agar spekulasi di pasaran spot itu bisa
diatasi.
Sebegitu jauh harga tambahan itu memang dimanfaatkan oleh
berbagai produsen minyak. Para pembeli di Jepang dan Eropa
banyak yang bersedia membayar tambahan $1,20 per barrel di atas
harga kontrak. Tapi British Petroleum (BP), salah satu dari
tujuh maskapai minyak terbesar di dunia, baru-baru ini
dikabarkan sudah berani membayar harga ekstra sebanyak $1,80 per
barrel. Kalau benar demikian, maka BP yang berpusat di London
itu masih bisa menyisihkan laba sekalipun membeli dengan harga
tinggi.
Salah satu yang membuat BP seberani itu barangkali adalah
persediaan minyak yang makin langka. Kalangan minyak asing di
Jakarta mencatat pasaran dunia kini berkurang dengan sekitar 2
juta barrel setiap harinya. Dan diduga kekurangan itu akan terus
bertambah, terutama karena ketidak-pastian politik yang masih
mencekam negeri Iran. Hasan Nazib, orang pertama di National
Iran Oil Co. baru-baru ini sudah memberitahukan kepada para
pembelinya di Jepang, seperti perusahaan raksasa Mitsui, bahwa
negerinya untuk sementara baru bisa mengekspor 2% juta harrel
sehari. Tadinya, sewaktu di zaman Shah, dari sekitar 6 juta
barrel produksi sehari, sekitar 60% atau 3,6 juta barrel sehari
-- yakni sebanyak produki yang sekarang -- yang diekspor Iran.
Kekurangan produksi itulah yang membuat OPEC tak sepenuhnya
berfungsi sebagai sang penentu harga. Sebaliknya ke-13 anggota
negara pengekspor minyak itu kini lebih suka untuk menyerahkan
harga pada keadaan pasar. Indonesia sendiri dalam kontrak yang
dibuat per 1 Mei ini, ada menyebutkan bahwa dalam tahun ini ada
kemungkinan harga minyaknya akan dinaikkan lagi, tergantung dari
jumlah persediaan dan kebutuhan minyak dunia.
Diplomasi Pangeran Feisal
Anggota seperti Nigeria, yang punya kwalitas kurang lebih
seperti Indonesia, malah sudah memasang harga lebih tinggi.
Sejak 1 April lalu Nigeria dan Libia sudah menaikkan salah satu
jenis minyaknya yang sekwalitas Attaka menjadi $18,10 per
barrel, tadinya $15,75 per barrel. Attaka yang sejenis dengan
Bekapai dan Badak 1 Mei ini naik menjadi $18 per barrel. Tadinya
per 1 Januari dijual $14,95, lalu naik menjadi $17 per barrel
pada 1 April.
Lalu bagaimana dengan Arab Saudi? Untuk jenis Arabian Light
Crude yang dipakai OPEC sebagai patokan (marker crude), Arab
Saudi sampai akhir pekan lalu memang belum merubah-ubah harganya
yang berlaku sejak 1 Januari lalu: $14,55 per barrel. Tapi untuk
jenis yang bernama Berry dan Murban, sudah dinaikkan oleh Arab
Saudi masing-masing dengan $1,14 dan $1,80 per barrel.
Belakangan ini ada selentingan bahwa negeri minyak yang setiap
hari menyedot 8,5 juta barrel itu juga akan menaikkan marker
crude yang menjadi patokan OPEC itu. Putusnya hubunan
diplomatik antara Arab Saudi dengan Mesir, dan makin tampilnya
Pangeran Feisal, putera sulung Almarhum Raja Feisal yang tidak
pro Amerika, memperkuat dugaan itu.
Tak heran kalau di Jakarta ada yang beranggapan harga jenis
Minas yang kini $16,15 per barrel itu masih rendah. Seorang
pejabat minyak di lingkungan Pertambangan memperkirakan minyak
Minas Indonesia mestinya naik sampai 16,77 per barrel. Tapi
setelah memainkan kalkulator mininya, pejabat itu berkata "Kalau
$16,50 per barrel cincay."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini