Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Hanya Kartu Nama

Pameran keluarga besar asri yogya di tim, jakarta menampilkan berbagai lukisan, ilustrasi, disain patung, foto karikatur, kulit buku, ukiran kayu dan sketsa. (sr)

2 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAMERAN keluarga ASRI di Jakaru buru-baru ini mengingatkan kita pada keadaan akademi di Yogya itu sekarang. Berikut ini dua buab tulisan, sebuah resensi pameran dan sebuah penilaian latar belakang, plus wawancara dengan salahseorang tokoh. KEGIATAN kekeluargaan dalam kesenian memang menyebabkan seniman kelas kakap bisa bersanding satu deret dengan yang teri. Menyenangkan juga. Hanya saja sebuah pameran yang didukung beramai-ramai oleh seniman bermacam kaliber, sebagaimana yang diselenggarakan oleh Keluarga Besar ASRI di Jakarta (15 s/d 20 Agustus, Ruang Pameran TIM), mendorong kita mengambil keputusan juga. Hanya untuk mengatakan apakah pameran itu meyakinkan atau tidak. Komik Dari tujuh puluhan keluarga ASRI yang tinggal di Jakarta, yang ditumpahkan serentak dalam dinding pameran yang meliputi lukisan, ilustrasi, disain, patung, foto karikatur, kulit buku, ukiran kayu dan sketsa, tidak ada kesan yang mendalam. Beberapa buah nama seperti Mulyadi W., Syahwil, Irsam BA, Soedarso, Kusnadi, Amat Mattheus, Muryoto, Abdulrachman, Abbas Alibasya, hanya menjadi tonjolan-tonjolan kecil, karena yang dipamerkan juga bukan puncak-puncak karya mereka. ASRI memang telah mencetak (atau paling tidak menyebarkan benih pada) banyak orang. Hasil penyemalan itu melanjutkan kegiatan di berbagai sektor kehidupan di Ibukota. Ada yang tinggal dalam penerbitan, ada yang berjuang dalam film dan ada yang tetap bertahan sebagai pelukis. T api penyebaran itu pada dasarnya tetap dapat dikembalikan kepada api yang pernah merela terima, yang agaknya menjadi sumber ASRI sampai sekarang. Akrab pada alam, pribumi, langkah-langkah kecil, dan lugu. Dalam pameran juga terdapat banyak lukisan yang memperlihatkan bahwa teristiwa ini tidak disertai seleksi artistik. Lebih merupakan pameran nama, sederet tiang-tiang bekas yang pernah menopang ASRI. Memang seorang Syahwil misalnya memanfaatkan kesempatan ini dengan 2 buah kanvas hitam putih yang dikerjakan tahun 1978. Ia kembali menyulut kekuatannya dalam membuat sketsa, padahal selama ini ia lebih banyak diam dan bekerja untuk hal-hal yang kurang ada hubungannya dengan lukisan. Seandainya momen ini dimanfaatkan bersama-sama, seperti dikerjakan Syahwil, kita mungkin akan mendapat kesan yang lain. Bukan hanya statistik, tapi ekspresi. Yang ada sekarang lebih merupakan dokumentasi, inventarisasi, kartu nama dari masing-masing anggota keluarga. Masing-masing menunjukkan alamat mereka. Bahwa seorang Pramono ternyata bekerja di Sinar Harapan dan membuat gambar Keong. Bahwa Dwi Koen tetap melukis kartun, Mulyadi W. melukis dengan gaya dekoratif yang naif, Irsam tetap dengan motif-motif ornamentik, Abbas Alibasyah juga tetap dengan ornamen tradisionil dan sebagainya. Karenanya tidak perlu diherankan sebuah lukisan Soenarto Pr, Mattheus dan Sudarso misalnya, berkumpul bersama-sama dengan lukisan komik Yan Mintaraga dan sampul untuk jamu Nyonya Meneer. Tidak berarti jelek. Hanya sementara itu, beberapa orang yang mustinya penting ditunjukkan seperti Danarto, Hardyono, Hardi, Arsono, Harsono dan sebagainya, tidak sempat dijumpai. Jadi kalau toh pameran ini hanya menitikberatkan orang-orangnya, ternyata toh kurang lengkap. Peristiwa kekeluargaan dari apa yang menamakan dirinya ALASTA (Keluarga Besar ASRI Yogya di Jakarta) ini, setidak-tidaknya bisa tertolong kalau ada seleksi. Memang sepantasnya ditingkatkan dalam kegiatan yang akan datang. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus