Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Hanya satu sketsa amerika ?

Sutradara: robert benton skenario: robert benton. (fl)

10 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KRAMER vs. KRAMER Sutradara-Penulis Skenario: Robert Benton INILAH cerita dari suatu masa, dari suatu tempat. Masa itu tahun 70-an. Tempat itu Amerika Serikat. Sepasang suami-istri terlibat dalam masalah sosial yang memuncak: masalah makna perkawinan, khususnya bagi seorang perempuan. Tahun 70-an didahului dengan dengus dan desakan gerakan pembebasan wanita. Seorang Indonesia yang takjub kenapa gerakan semacam ini harus timbul di Amerika Serikat -- yang wanitanya tak pernah dipingit -- mungkin perlu melihat kenyataan ini: di Amerika Serikat, diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan memang ada. Tapi yang lebih menyengat adalah keterbatasan gerak, begitu seorang gadis jadi seorang istri. Joanna Kramer (dimainkan oleh Meryl Streep) adalah wanita yang semacam itu. Ia sebenarnya pernah punya karier yang baik. Tapi begitu menikah dengan Ted (dimainkan oleh Dustin Hoffmann), kesempatan itu tak mungkin terus. Pintu bagi Joanna terbatas luasnya untuk hidup sebagai dirinya sendiri, bukan hanya sebagai Nyonya Ted Kramer atau ibu dari Billy (Justin Henry). Dan seorang istri di Amerika tak memiliki satu previlese yang dipunyai para istri kelas menengah Indonesia: Joanna tak punya babu. Ia harus mencuci, mengepel, memasak, mendidik anak, melayani suami, me-anu dan me-itu sendiri. Di Indonesia, seorang istri dengan satu atau dua babu bisa bebas -- seperti bebasnya orang Yunani kuno dalam mengembangkan diri karena ditolong budak-budak. Di Amerika Serikat, itu tak mungkin. Joanna Kramer pada suatu hari menyadari: ia tak bisa mengembangkan dirinya secara penuh. Kesenian Yang Jujur Dan terbanglah ia, dari seorang suami yang sukses. Ted seorang periklanan yang kerepotan besarnya adalah tentang pekerjaannya sendiri yang mengasyikkan. Apa yang diketahuinya tentang keresahan istrinya? Apa yang diketahuinya tentang anaknya? Cintanya besar kepada keluarga, dan ia tak pernah menyeleweng. Tapi itulah: Joanna telah menjadi hanya bayangan yang terbongkok-bongkok. Setelah sore itu ia sadar Joanna tak akan kembali kepadanya, fakta kemudian kelihatan: Ted bahkan tak bisa menyiapkan sarapan sederhana untuk Billy dan dirinya sendiri. Angka perceraian di Amerika Serikat akhir-akhir ini memang seperti angka inflasi. Film Benton ini adalah film dengan masalah aktual bagi hadirin yang di dekatnya dan tak mengherankan bila di AS ia mendapat sambutan hangat (bukan sekedar berupa hadiah). Tapi bahwa kita di Indonesia bisa menontonnya dengan keharuan, menunjukkan bahwa Kramer vs. Kramer sanggup melintasi masalah yang bermula dari suatu tempat, dari suatu waktu. Sebabnya barangkali sederhana saja film ini adalah sebuah kesenian yang jujur dan bersungguh-sungguh. Ia jujur dalam arti lurus, tanpa pretensi, tanpa berpolemik, tanpa akrobat dan tanda seru. Tak ada teknik-teknik yang mengejutkan, yang suka dibahas bertele-tele dengan istilah angker (misalnya, "dramaturgi Anu") oleh kritikus ketengan. Adegan-adegan yang terpenting bahkan hanya terdiri dari wajah-wajah para aktor. Set tak banyak beranjak dari dalam rumah. Dibandingkan dengan The Champ, yang juga berkisah tentang seorang bapak, seorang anak dan seorang ibu yang berpisah dari mereka, Kramer vs. Kramer jauh dari sikap mencari air mata. Ia bukan film India tentang anak tiri. Dengan bahasa kamera yang bernada rendah, mengikuti sebuah cerita yang tidak kompleks, penyutradaraan dan skenario Benton setia menangkap apa yang subtil: cinta, rasa hormat, enggan, kesedihan, sesal, perubahan sikap. Dengan Dustin Hoffmann, Meryl Streep dan Justin Henry, pendekatan semacam itu menghasilkan sebuah pertunjukan seni peran yang mempesonakan. Hoffmann sebagai Ted pelan-pelan, tanpa bicara banyak, berkembang dari seorang yang mengurus rumah tangga secara terpaksa dan bingung, menjadi seorang yang hanya punya Billy di pusat hatinya. Simpati kita jatuh kepadanya. Di adegan sarapan di akhir film, sebelum berpisah dengan anaknya, Hoffmann cukup hanya berdiam, kemudian memeluk Billy sembari memejamkan mata beberapa detik -- tapi kita tahu bagaimana perasaannya. Dan Meryl Streep. Dengan gerak air muka saja, lewat-kamera jarak sedang (jarak yang lebih dekat akan terasa terlalu sengaja), di sidang pengadilan itu segala masa lalu, cita-cita dan rasa cintanya kepada anak tampil. Dia bukan hanya seorang wanita yang mau mementingkan dirinya sendiri. Ia bahkan masih menghormati Ted adegan terbagus di sini ialah ketika mereka -- yang berlawanan dalam perkara berebut anak itu -- saling mencuri pandang, senyum, malu, atau frustrasi. Tapi kekaguman kita terbesar tentu kepada Justin Henry. Anak yang ditemukan Benton dari sebuab sekolah di New York, di antara 200 anak lain yang dites, belum pernah main film apa pun sebelumnya. Dia dipilih justru karena itu, di samping karena dalam hidup sehari-hari, ia mesra dengan bapaknya. Dalam Kramer vs. Kramer, dialah pusat konflik yang bisa diselesaikan secara formal lewat hukum, tapi tak terpecahkan secara moral. Sebab kita tak tahu, siapakah yang harus disalahkan -- kecuali keadaan yang menyebabkan perpisahan terjadi dan cinta jadi terganggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus