SIANG itu orang-orang di pusat keramaian Tanjungpinang, di Jalan
Merdeka, mendapat tontonan menarik. Sejumlah anggota Polri
berseragam lengkap, bermuka merah dibakar terik siang, dan
lusuh, berlari-lari. Sebentar-sebentar jongkok-bangun serta
merangkak menuruti komando. Tak senang jadi tontonan, beberapa
orang dari mereka ada yang memaki penonton. Tapi ada pula yang
hanya bisa menyeka air mata. Yang pasti semua harus menyeka
peluh.
Memang bukan tontonan biasa. Mereka, anggota-anggota Polri
tersebut, sedang menjalani hukuman disiplin yang dijatuhkan
"ankum" atau "atasan yang berhak menghukum"nya. Hukuman seperti
yang mereka jalankan siang hari itu, 22 Desember lalu,
sebenarnya biasa berlaku di kalangan anggota ABRI. Tapi
lazimnya, tak dipertontonkan di muka umum -- cukup di sekitar
asrama, markas, atau lapangan khusus.
Komando Resort (Kores) Polri 404 Tanjungpinang rupanya memang
terpaksa menghukum anggotanya dengan cara demikian. Berbagai
bentuk hukuman disiplin yang biasa dilakukan selama ini, begitu
menurut seorang pejabat kepolisian di sana, tak membuat kapok
yang bersangkutan. Malah, kata Danres Letkol. Kamas Djohar,
pelanggaran disiplin makin meningkat saja. "Terutama anggota
polisi yang masih muda dan baru tamat sekolah," katanya. Yaitu,
mereka yang baru lepas dari pusat pendidikan, dan rata-rata
berpangkat bharada dan bharatu.
Danres tak mau menyebutkan kesalahan apa yang umumnya mereka
perbuat. "Pokoknya," kata Kamas, "pelanggaran yang merugikan
kepentingan umum dan merusak citra serta kewibawaan Polri."
Hukuman disiplin di muka umum, lanjut Kamas, memang sudah
diperlukan: untuk membuat anggotanya jera dan mengesankan kepada
masyarakat "Polri tak main-main dengan disiplin."
Jatuhkan Martabat
"Memang banyak perbuatan anggota Polri yang tak pantas di sana,"
tambah Letkol. Kusparmono Irsan, Asisten Intelpam Kodak IV Riau,
mewakili Kadapol dari kantornya di Pakanbaru. Misalnya,
sampai-sampai ada yang seenaknya menjambret kalung seorang
pelacur. Wajarlah bila sang komandan, ujar Kusparmono, sampai
kewalahan dan terpaksa menjatuhkan hukuman keras.
Cuma, kata Kusparmono lagi, mendrill anggota di muka umum memang
boleh dibilang keterlaluan. "Bisa menjatuhkan martabat si
terhukum," katanya di samping melampaui bentuk hukum yang
ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Tentara (KUHT). Untuk
itu pihak Kodak telah meminta laporan Kores, sebelum menilai,
menindak atau menegurnya.
Pun masyarakat yang tak suka dengan tindakan tercela oknum
Polri, tak menghendaki hukuman disiplin serupa itu. "Penjahat
pun tak layak diperlakukan begitu -- apalagi polisi," seperti
kata Pengacara Handjojo Putro. "Tidak mendidik dan over-acting,"
katanya.
"Ah, terlalu dibesar-besarkan," jawab Danres, Kamas Djohar.
Setuju atau tidak dengan cara menghukum di Koresnya, kata Kamas,
"itu tergantung dari sudut mana memandangnya." Komandan yang
belum setahun bertugas di Kores 404 tersebut semata-mata
melihatnya dari segi penegakan disiplin yang sudah mulai
mengendur. Toh, katanya, sampai saat ini tak ada anggota yang
mengeluh atau memprotes tindakan disiplin itu.
Protes? "Wah, untuk masuk polisi dan dapat pangkat strip satu
saja sampai harus separuh mati -- mau protes apa lagi?" kata
seorang anggota polisi dengan muka kecut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini