Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Hendra, dari revolusi ke bali

Pelukis yang juga pemahat, hendra gunawan, meninggal dunia.(sr)

23 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PATUNG batu Jenderal Sudirman di halaman gedung DPRD Yogyakarta itu tetap tegak dengan ekspresip, meski pemahatnya telah direnggut maut, Minggu siang lalu di Denpasar. Hendra Gunawan, pemahat patung itu yang kemudian lebih banyak melukis, kena serangan jantung dan muntaber, sementara maagnya sedang kumat. Orang Sunda ini sejak 3 tahun lalu memang bermukim di Bali, memindahkan kehidupan Bali ke kanvas-kanvasnya. Ia malahan sempat memamerkan 27 lukisannya di Pulau Dewata itu, November tahun lalu. Lahir di Bandung, 11 Juni 1918, sebagai anak pegawai rendah perusahaan kereta api, masa kecil Hendra boleh dikata suram. Orangtuanya cerai, dan ia terpaksa ikut ayahnya yang suka mabuk-mabukan. Toh, ia sempat masuk sekolah menengah dan belajar melukis kepada Wahdi, seorang pelukis pemandangan. Tapi suasana rumah tangganya membuat Hendra pada usia 19 tahun mengembara ke kota-kota di Jawa Barat. Lalu bergabung dengan sebuah grup sandiwara Sunda sebagai pelukis dekor. Dua tahun kemudian ia ketemu pelukis Affandi. Dan pertemuan itulah yang menentukan jalan hidupnya. Dengan niat yang besar ia lantas menggunakan sebagian besar waktunya untuk bergumul dengan pensil dan kertas, dengan cat dan kanvas. Bahkan pada 1940 ia membentuk sanggar Pusaka Sunda bersama beberapa pelukis Bandung, dan sempat mengadakan beberapa kali pameran bersama. Revolusi pecah. Hendra pun ikut berjuang. Bau mesiu tak membuat ia mengabaikan kesenian. Di front ia mendirikan Pelukis Front. Dan justru di zaman inilah lahir lukisan-lukisannya yang dianggap karya empu. Salah satu adalah Pengantin Revolusi. Dengan kanvas ukuran besar, lukisan satu ini memang mencatat sejarah dari sudut seni rupa. Di zaman perjuangan itu, dengan langit yang biru gelap, tak menghalangi orang mengadakan pesta perkawinan. Meski serba darurat, tentu saja: pengantin perempuan didudukkan di dalangan sepeda dan pengantin pria, seorang petani, agar sesuai zaman, mengenakan pakaian tentara. Orang-orang yang mengiringkan pengantin pun cukup berkalung sarung, dan seorang di antaranya tampak meniup terompet. Hendra kemudian bermukim di Yogya. Pada 1947 ia mendirikan sanggar Pelukis Rakyat bersama Affandi. Dari sanggar ini, kemudian muncul senirupawan yang menonjol dalam dunia seni rupa kita kini: Fadjar Sidik dan G. Sidharta -- antara lain. Di zaman Pelukis Rakyat itulah terpikir oleh Hendra untuk menghidupkan kembali seni memahat batu. Dari niat inilah kemudian lahir patung batu Jenderal Sudirman tadi. Tapi entah mengapa Hendra kemudian meninggalkan seni patung. Orang yang mengaku menimba ilham dari kehidupan rakyat kecil itu, terpaksa berurusan dengan penjara, ketika G30S meletus. Ia ditahan 13 tahun (1965-1978), sebagai salah seorang tokoh Lembaga Kebudayaan Rakyat. Masih agak beruntung, di penjara ia diizinkan melukis, bahkan membuka kursus melukis. Dengan cara itu Hendra bahkan bisa menghidupi istri dan tiga anaknya. Hingga pada pamerannya di Bali tahun lalu, Hendra tetap menyuguhkan lukisanlukisan dengan kanvas besar, warna kontras dan sapuan garang. Meski, menurut pengamatan pelukis Popo Iskandar, warna-warna Hendra akhir-akhir agak berubah. Banyak berkurang hitamnya, lebih menyuguhkan warna-warna manis. Yang hampir selalu hadir dalam kanvas Hendra ialah figur wanita. Entah itu lukisan nelayan, abang becak, tukang ngamen selalu digambarkannya dirubung wanita. Agaknya dalam dasar jiwanya ia memang romantis. Coba saja: di zaman revolusi itu ketika pelukis biasanya menggambarkan tampang tentara yang garang, Hendra lebih suka melukis anak-anak atau, ya, itu tadi: Pengantin Revolusi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus