Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Jurusan itu pindah rumah

Dalam rangka penertiban perguruan tinggi, jurusan anthropologi dipindahkan dari fak. sastra ke fak. sospol. mulai berlaku di ui. (pdk)

23 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JURUSAN Antropologi naik gengsi. Paling tidak itulah yang dirasakan Trisno Heri Siswanto, mahasiswa Antropologi UGM, setelah bulan lalu jurusan yang menyimak manusia dari segi adat-istiadat, cara hidup, dan peri laku itu dipindahkan dari Fakultas Sastra (FS) ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) -- meski resminya baru berlaku di UI. "Selama ini saya sering cuma menyebut nama jurusan tanpa nama fakultasnya, karena kurang gengsi," kata Heri. Tapi, tentu saja, bila Menteri P & K menurunkan SK perpindahan itu, bukanlah karena masalah gengsi. "Itu sudah lama direncanakan di zaman Pak Daoed," kata Menteri P & K Nugroho Notosusanto. Lebih menjelaskan lagi, keterangan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Doddy Tisna Amidjaja: "Ini dalam rangka penertiban dasar, sehingga suatu fakultas betul-betul terdiri dari kelompok ilmu yang sama." Menurut Doddy beberapa jurusan akan pula mengalami penertiban itu. Misalnya, jurusan Biologi. Ada universitas memasukkan jurusan itu dalam satu fakultas dengan jurusan Kimia, Fisika. Tapi ada juga yang berdiri sebagai fakultas sendiri. Bila UI memelopori pelaksanaan SK Menteri P & K itu, agaknya karena pertama kali jurusan itu lahir di UI, tahun 1957. Dan bila dulu dimasukkan ke FS, itu cuma soal praktis. "Sebab waktu itu Fakultas Ilmu Sosial belum ada, dan yang paling dekat dengan jurusan Antropologi hanyalah Fakultas Sastra, ya dimasukkan ke situ," tutur Jopie Wangania, sekretaris jurusan Antropologi. Selain itu, yang memelopori adanya jurusan tersebut memang orang-orang FS-UI. Itu bermula dari kegiatan penelitian kebudayaan di FS-UI. Penelitian yang pada mulanya meneliti kebudayaan lewat naskah tertulis, kemudian dikembangkan untuk juga meneliti kehidupan langsung. Mungkin karena waktu itu kegiatan penelitian langsung di lapangan itu sedikit berbeda dengan penelitian lewat naskah, dipandang perlu mengadakan jurusan baru, yang kemudian disebut jurusan Antropologi itu. Yang menjadi ujung tombak berdirinya jurusan ini ialah Prof. GJ. Held, orang Belanda yang menjadi dosen di FS-UI kala itu. Tentu saja waktu itu mata kuliah jurusan ini tak banyak berbeda jauh dengan jurusan lain di FS-UI, misalnya jurusan Sejarah dan jurusan Arkeologi. Tapi perkembangan kemudian lebih mendekatkan jurusan Antropologi dengan FISIP. Tapi bagaimana prosedur pemindahannya, rupanya belum diketemukan. Maka sewaktu Menteri Daoed Joesoef mencoba menata kembali perguruan tinggi, mulailah dikaji fakultas sastra itu terdiri dari jurusan apa saja, fakultas sosial itu apa saja, dan seterusnya. Waktu itulah Harsja, yang sudah bukan dekan FS-UI, tapi menjadi sekretaris Eksekutif Konsorsium Antarbidang -- konsorsium di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi inilah yang mengusulkan kepada menteri pembagian jurusan dan fakultas di perguruan tinggi -- mengusulkan jurusan ini masuk FISIP saja. Ternyata tak hanya didukung para dosen jurusan Antropologi tapi malahan Dekan FISIP, Dr. Manasse Malo menyetujuinya pula. "Perpindahan itu justru menambah kebaikan FISIP," kata dekan FISIP itu. "Sebab ilmu sosiologi kini tak hanya didukung oleh ilmu komunikasi, ilmu politik, dan ilmu administrasi, tapi juga oleh antropologi." Jelasnya, gambaran sosial sebuah masyarakat akan lebih kuat, bila tak hanya diketahui sistem politiknya, sistem komunikasinya, dan sistem administrasinya, tapi juga adat-istiadat, karakter, cara berpikir orang-orang dalam masyarakat tersebut. "Bukannya selama ini kerja sama berbagai bidang ilmu itu belum ada, cuma setelah serumah diharapkan hasilnya lebih bagus," kata Manasse Malo pula. Pun Prof. Dr. Koentjaraningrat, guru besar Antropologi UI, menganggap perpindahan itu sudah sewajarnya. "Ilmu-ilmu yang sifatnya ilmu dasar dan terapan seharusnya digabung," katanya. Bahkan Pak Koen, demikian panggilan akrabnya, berpendapat, fakultas sastra sebaiknya digabung saja dengan FISIP. Di Indonesia jurusan Antropologi ada di UI, UGM, USU, Unpad, Undip, Unud, Unhas, dan Unsrat. Kecuali di Unhas, yang telah langsung masuk Fakultas Sosial, jurusan Antropologi bernaung di Fakultas Sastra. Dan sejak akhir 1960-an jurusan ini terutama di Unpad termasuk favorit. "Mudah mendapat pekerjaan," kata Dr. Hermansoemantri pembantu dekan I FS Unpad, universitas yang mempunyai jurusan Antropologi sejak 1963. Soalnya banyak instansi yang membutuhkan keahlian ini, untuk mengetahui keadaan medan masyarakat. Misalnya, di BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Sebelum memutuskan satu cara berkampanye di suatu daerah, instansi itu terlebih dahulu menurunkan ahli antropologi untuk mengetahui kebiasaan-kebiasaan dan watak masyarakat di kawasan itu. Juga dalam mengelola transmigrasi, ahli antropologi sangat dibutuhkan. Singkatnya, "kalau kita mau mengembangkan satu masyarakat, terlebih dulu harus tahu profil masyarakat yang mau dikembangkan itu," kata Harsja Bachtiar, kini dekan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, yang ahli dalam sejarah dan sosiologi itu. "Dan itu membutuhkan orang antropologi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus