Sejumlah patung kuno diangkut ke Amerika Serikat untuk pameran KIAS. Dengan rumus dan kaidah ikonografi India, seniman Indonesia memahat patung bercorak Indonesia. THE SCULPTURE OF INDONESIA Penulis: Jan Fontein, Soekmono, Edi Sedyawati Penerbit: National Gallery of Art, Washington, 1990 312 halaman DARI judul buku pengantar pameran di atas (The Sculpture of Indonesia) pembaca memang tidak diharapkan memperoleh gambaran lengkap dari perkembangan seni patung Indonesia dari awal sampai akhir. Pokok bahasan tertuju pada karya patung batu, logam, dan tanah liat yang dalam perkembangan seni rupa Indonesia disebut sebagai karya seni patung klasik Hindu-Budha. Buku yang menampilkan tidak kurang dari 116 ilustrasi foto berwarna dan hitam putih tersebut ditulis untuk mengantar pameran patung klasik Indonesia keliling di beberapa kota di Amerika dalam rangka "Festival Indonesia" 1990-91. Paling tidak buku atau katalog pameran itu diharapkan mampu menghadirkan citra prestasi para pematung Indonesia selama kurang lebih tujuh abad (abad 8-15). Citra tentang karya seni rupa hasil dari tangan-tangan pematung yang peka dan piawai bersandarkan rumusan petunjuk teknis dan kaidah ikonografi dari budaya Hindu-Budha. Untuk memperoleh gambaran tentang kesinambungan perkembangan seni rupa Indonesia, bahasan diawali dengan perkenalan sepintas seni patung prasejarah dan diakhiri dengan tinjauan sekilas peranan tradisi seni klasik pada perkembangannya di Bali dan pada awal seni rupa Islam di Jawa. Untuk yang terakhir ini, memang tak disertakan benda-benda pamerannya karena menyangkut pahatan yang diterapkan pada arsitektur. Adalah suatu prestasi tersendiri tentunya untuk memamerkan karya seni rupa klasik yang sudah lepas dari lingkungan dan tempat asalnya, yang semula merupakan bagian utuh dari bangunan candi atau bagian dari sarana atau peralatan upacara agama Hindu-Budha. Perubahan struktur, fungsi, dan gaya arsitektur candi, sesuai dengan perkembangan seni klasik di Jawa, Bali, dan Sumatera dibahas dalam esei yang ditulis oleh R. Soekmono. Perubahan arsitektur sejalan dengan perkembangan gaya pahatan dan patung-nya, seperti yang dikemukakan oleh Jan Fontein dalam Introduction The Sculpture of Indonesia. Penempatan relief pada dinding candi atau patung di kamar dan ceruk-ceruk pada tubuh atau atap candi secara visual tak dapat dilihat dalam pameran. Dalam hal ini, esei dari R. Soekmono, berjudul Indonesian Architecture of the Classical Period, sangat membantu untuk menghayati hubungan fungsional dari obyek yang dipamerkan dengan bangunan candi. Hubungan fungsional dari patung dan relief menjelaskan pula perubahan gaya seni klasik dalam rentangan kurun waktu tertentu, perubahan yang tak terlepas dari proses akulturasi yang terjadi dalam kebudayaan Indonesia-Hindu. Prototip dari patung perunggu India sangat berpengaruh pada patung perunggu Indonesia. Namun, tak demikian halnya dengan patung batu. Patung adalah perwujudan dari arwah raja, sekaligus sebagai wujud sosok dewa yang ditempatkan di kamar candi. Suatu ide dasar yang berbeda dengan konsep dasar pendirian kuil di India sendiri. Perbedaan ide dasar menghasilkan perbedaan konsep bentuk dan gaya patung serta relief candi. Pokok bahasan ini dikemukakan oleh Edi Sedyawati dalam eseinya yang berjudul The Making of Indonesia Art. Dengan bahasan ini diharapkan agar para pembaca di Amerika memperoleh sumber apresiasi tentang peranan seniman Indonesia sebagai pencipta bentuk baru berdasarkan interpretasi atas teori dan kaidah estetik dari hukum seni Hindu-Budha di India. Tinjauan tentang jatidiri dalam kesenian klasik Indonesia, khususnya pada akhir perkembangannya melibatkan peranan local genius yang sudah lama diperdebatkan di antara para ahli Barat. Pengertian tentang terbentuknya gaya patung dan relief klasik Hindu-Budha dalam proses akulturasi di Indonesia tak terlepas dari kebebasan seniman berdasarkan konvensi ikonografi dan peranan tradisi kesenian yang sudah lama tertanam, yang didominasi gaya "Polinesia". Tradisi seni lama yang masih tampak ada bangunan dan benda kerajinan Toraja, Dayak, Maluku dan Irian memperlihatkan kualitas artistik tersendiri. Obyek ini direncanakan menjadi topik pameran khusus dengan judul Beyond the Java Sea. Dalam kesempatan pameran berikutnya, diharapkan terbit buku lain untuk lebih menjelaskan corak dan gaya patung pra-Hindu yang tersebar di beberapa daerah Indonesia. Itu sangat menentukan peranan local genius tersebut dalam mengolah unsur-unsur kesenian luar. Buku The Sculpture of Indonesia merupakan buku petunjuk yang cukup informatif dengan deskripsi mengenai beberapa aspek benda yang dipamerkan. Data-data disajikan berdasarkan pendekatan kultural dan kesejarahan untuk menjelaskan arti dan fungsi benda yang dipamerkan. Bahwa foto dan benda yang dipajang menarik sebagai karya dengan kualitas artistik, hal ini masih perlu tinjauan yang dapat menggugah apresiasi nilai-nilai estetiknya. Buku dan pameran harus mampu mengundang permasalahan sekitar perkembangan lanjut dari seni rupa Indonesia. Konon pameran seni rupa Indonesia kontemporer akan menyusul dalam "Festival Indonesia" itu. Wiyoso Yudoseputro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini