Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Indonesia belum mencapai standar

Lagu harmoni kehidupan ciptaan ully sigar rusady dipilih sebagai lagu pop yang mewakili indonesia dalam festival dunia di tokyo. watanabe, menganjurkan penyanyi indonesia belajar teori dan dasar musik.

21 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MULA-MULA disetujui oleh panitia di Tokyo 4 buah lagu," kata Muneaki Watanabe. Direktur Yayasan Musik Yamaha itu sedang menceritakan proses pemilihan lagu pop yang akan mewakili Indonesia dalam festival dunia di Tokyo tanggal 10,11 dan 12 Nopember mendatang. Lagu yang dimaksudkan adalah: "Bahana Perdamaian, Waktu, Harmoni Kehidupan dan Berkesan Namun Hampa. Tak kurang dari 15 orang jadi panitia diketuai oleh Kawakami. 11 di antaranya musisi. Mereka berunding mulai pukul 10 hingga pukul 14. Sebagaimana diketahui, kemudian pilihan jatuh pada Harmoni Kehidupan ciptaan Ully Sigar Rusyadi. Blak-blakan "Keenam lagu yang dikirim dari Indonesia, punya ciri khas Indonesia," kata Watanabe. "Tapi Harmoni Kehidupan tastenya agak berbeda. Tidak seperti lagu lainnya yang style musiknya mirip lagu-lagu dari negara lain." Watanabe, orang Jepang yang lahir di pulau Hokkaido itu, mengatakan lebih lanjut bahwa tak kurang dari 1700 lagu yang dikirim ke Tokyo. "Terhadap Harmoni Kehidupan, panitia di sana menganjurkan agar aransemennya diperbaiki supaya cocok untuk panggung. Ini dilaksanakan bersama penciptanya Ully tanggal 11 yang lalu." Menurut Watanabe menang atau kalah "bukan masalah," begitulah. Katanya yang terpenting adalah "belajar untuk maju." Ia tak berani mengatakan bahwa mutu peserta festival belakangan ini mundur. "Sulit," kata Watanabe. "Pada tahun 1973 pesertanya memang 250. Sekarang hanya 88. Tapi dulu banyak yang aneh-aneh, tidak kita mengerti. Mengenai kecurigaan bahwa lagu yang dipilih panitia Tokyo secara umum miring ke lagu-lagu Jepang, Watanabe tidak membantah. "Orang-orang di sana tentunya berpikir juga untuk promosi di masyarakat Jepang," katanya menjelaskan. "Kalau saya berbicara secara blak-blakan, mutu lagu-lagu di sini belum mencapai standar internasional." Watanabe mengingatkan bahwa yang penting bukan hanya penciptanya. Penyanyi dan pemain musik juga banyak menentukan. Kerjasama mereka sering dilihatnya kurang sepadan. "Penyanyi forto, pemusik ikut forto. Ini kurang harmonis," kata Watanabe. "Ini bukan balapan lari." Ia pun menganjurkan penyanyi Indonesia belajar lagi teori dan dasar musik. Masih ada juga penyanyi yang tidak mengenal not balok, meski memang mahir jreng-jreng. Seorang penyanyi kaliber internasional menurut sudut matanya tahu baru berapa dia harus menyanyi. Kendatipun kwalitas suara penyanyi pribumi tidak usah bikin jera, Watanabe menganjurkan para penyanyi suka berendah hati untuk berlatih. Misalnya memperoleh kemantapan nafas dengan berenang. Watanabe tidak suka membandingkan antara Harmoni dan Damai Tapi Gersang -- Ajie Bandi. "Saya belum tahu," ujarnya, mempercayakan saja pada apa yang terjadi di Tokyo nanti. Sementara itu Ully Sigar Rosady (lahir di Garut 4 Januari 1952) penciptanya, masih terkesima oleh pilihan tersebut. Guru gitar klasik (dengan 300 murid) yang sudah menciptakan 30 buah lagu ini, mengaku Harmoni Kehidupan dibuatnya iseng-iseng pada suatu malam sunyi, seusai nonton TV. Terhadap lirik lagu yang kita keluhkan, dia hanya berkata: "Saya kan orang baru, tidak bisa bilang apa-apa." Ully, dengan rambut sepanjang bahu dan bertampang manis, paling demen pakai celana jean. Ia mengaku dalam menulis lagu selalu berusaha menghubungkannya dengan kenyataan sehari-hari. Novel, film, kehidupan orang di sekitar sering menjadi sumber menggerakkan jarinya memetik gitar malam hari dan menulis sebuah lagu. Kalau lagi deras dalam beberapa jam sudah bisa rampung. Tapi bila seret, beberapa minggu tetap belum selesai. Ully menulis lirik lagunya sebagai berikut: "Hidup penuh irama/selaras symphoni/seiring nada mesra/melarut dalam kalbu. /Hari-hari yang indah/kau genggam hatiku/kau rangkum sanubariku/terbangkan segala lara. /Harmonie ke hidupan/kini kujalani/panorama kan berarti/serta kau di sampingku. /Hari-hari yang cerah/kau peluk jiwaku/engkau bimbing diriku/membuka tirai semesta." Lirik tersebut -- demikian juga ke-5 lagu yang dinilai Panitia Tokyo sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dan Jepang. Ditanya apa sebenarnya yang dimaksud dengan lirik itu, Ully menjawab: "Saya ingin menceritakan liku-liku kehidupan manusia yang penuh harmoni." Ia sudah mempercayakan ke pada Dhenok Wahyudi untuk membawakan lagu itu nanti di Tokyo. "Saya pikir dia cukup mengerti saya," kata Ully. "Lagi pula ada bagian lagu itu yang harus dinyanyikan dengan suara 'legato' yang manis. Begitu pula warna suara dan teknik pengambilan nafas Dhenok cocok."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus