TAK kurang dari Rp 5.985.000 disediakan oleh Dewan Kesenian
Jakarta pada tahun 1978 ini untuk hadiah sayembara lukis, film,
sastra dan musik. Angka yang didorong oleh hasrat menggalakkan
itu sampai sekarang masih kurang mendapat arus balik -- dari
para penulis musik. Sayembara komposisi musik hanya diikuti 23
orang. Sebelas untuk jenis paduan suara dan 20 untuk musik
remaja.
Dibanding tahun sebelumnya jumlah itu merosot. Apalagi dibanding
kegiatan 1974, ketika sayembara dibuka. "Sebenarnya peserta yang
berminat ikut tahun ini cukup banyak. Cuma publikasinya sedikit
terlambat dan kurang luas," kata seorang karyawan di Sekretariat
DKJ menduga-duga.
Marusya
Baik untuk jenis paduan suara maupun musik remaja tidak ada
pemenang pertama. Untuk paduan suara dewan juri yang terdiri
dari Tri Suci Karnal, Frans Wiyatna Hariyadi, N. Simanungkalit,
F.X. Sutopo dan Slamet Abdul Syukur menganggap F.A. Warsono
dengan karyanya bernama Tulat-Tulit hanya pantas di tempat
kedua. Ia juga menduduki tempat ketiga dengan judul lagu Lalu.
Sedang pemenang harapan dua orang masing-masing Marusya
Nainggolan dengan Main dan Ibenzani Usman dengan Andalas Nusa
Harapan.
Tapi Marusya Nainggolan dalam jenis musik remaja berhasil
menduduki tempat kedua dengan karya berjudul Renyab. Di tempat
ketiga F.A. Warsono dengan judul Lagu Merdeka. Sedang Supardi
Suaib dengan judul Melody menduduki kursi harapan. Marusya
adalah mahasiswi musik LPKJ jurusan piano. Tetapi di tingkat
terakhir ia memperoleh pelajaran orientasi komposisi, sehingga
di samping mahir piano ia juga mulai mencipta. Ia mengaku Renyah
untuk instrumen flut diciptakan tahun lalu, ketika ia mendapat
tugas dari dosennya. Dikerjakan selama 4 bulan. "Kebetulan
jurusan saya mendapat guru yang baik sekali dan tetap," kata
mahasiswi yang beruntung itu.
Frans Haryadi, anggota juri, menilai hasil sayembara hanya
mengulang-ulang komposisi yang sudah ada. Namun ia masih mencoba
melihat bahwa paling tidak dari pengulangan itu ada ekspresi
baru. Ia sendiri tidak berharap terlalu muluk -- menyempurnakan
gaya yang sudah ada saja baginya sudah cukup untuk sementara.
Ini yang belum. "Selama penyelenggaraan sayembara tidak ada
perkembangan. Kalau toh ada, sedikit sekali," kata Frans. Untuk
ini dia menunjuk Marusya. "Seandainya ekspresinya mantap,
mungkin bisa memenuhi syarat untuk juara pertama."
Marusya sendiri tidak mau memberi komentar terhadap penilaian
juri. Ia tahu juri punya kriteria tersendiri untuk
putusan-putusannya. Ia hanya bilang: "Belajar musik ternyata
sukar. Cuma bakat saja tidak bisa, harus dibarengi disiplin yang
ketat." Memang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini