Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Berita Tempo Plus

Inspirasi Bumi di Kertas Padi

Sejumlah perupa Bali berkolaborasi dengan dua seniman Cina. Mereka menggunakan kertas padi sebagai medium berkarya.

27 Desember 2018 | 00.00 WIB

Pengunjung mengamati pameran lukisan bertema 'Kesabaran adalah Bumi' di Sudakara Art Space, Denpasar pada Rabu, 19 Desember 2018/BRAM SETIAWAN
material-symbols:fullscreenPerbesar
Pengunjung mengamati pameran lukisan bertema 'Kesabaran adalah Bumi' di Sudakara Art Space, Denpasar pada Rabu, 19 Desember 2018/BRAM SETIAWAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Seekor babi berposisi tegak. Bokongnya menghadap ke atas. Dua kaki babi itu berpijak di atas uang kepeng, yang tertera aksara Sanskerta. Ada juga kepingan kepeng yang tertulis aksara Cina dari Dinasti Ming. Lukisan berukuran 140 x 70 sentimeter berjudul Zou karya Putu Edy Asmara itu dipasang di antara lekuk dinding ruang pamer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Edy merespons Tahun Baru Imlek 2570, yang jatuh pada 5 Februari 2019. Tahun Imlek mendatang adalah shio Babi Tanah. "Uang kepeng untuk membuat kedekatan visual unsur Cina dan Bali," tutur Edy. Menurut dia, visual kepeng dalam lukisan surealismenya itu merangkum harapan tentang keberkahan Tahun Babi Tanah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dulu, dalam kebudayaan Cina, kepeng dipakai sebagai alat transaksi ekonomi. Adapun umat Hindu di Bali menggunakan uang logam bolong itu untuk kebutuhan ritual. "Sebagai unsur Panca Datu." Lima unsur logam Panca Datu adalah emas, perunggu, besi, baja, dan mirah.

Putu Edy Asmara adalah satu dari 14 perupa Bali serta dua seniman asal Cina, Liu Fei dan Theng Shengsheng, yang berpameran dalam tema "Kesabaran adalah Bumi". Digelar di Sudakara Art Space, Denpasar, pameran itu berlangsung pada 19 Desember 2018 hingga 6 Februari 2019. "Pertemuan seniman Bali dan Cina menjadi interaksi bertukar pengalaman," kata Liu Fei, Rabu pekan lalu.

Semua lukisan menggunakan medium kertas padi. Peradaban Cina dikenal sebagai penghasil kertas padi sebagai medium menulis dan melukis. Namun, bagi sebagian perupa Indonesia, medium ini masih asing. Putu Edy Asmara, misalnya, mengaku baru pertama kali menggunakan kertas padi.

Biasanya, Edy melukis di atas kanvas. "Kertas padi itu licin dan tipis, mudah robek," ujarnya. Namun, menurut dia, itulah kerumitan yang perlu dinikmati untuk melukis. Tentu hal ini menjadi sensasi tersendiri. "Saat menggores, penuh pertimbangan dan ketelitian." Ia melukis di atas kertas padi menggunakan arang.

Ketua Komunitas Kertas Padi, Made Kaek, mengatakan hampir semua perupa dari Bali yang ikut dalam pameran ini baru pertama kali melukis di medium kertas padi. Adapun sarana pembentuk gambar yang digunakan para perupa di antaranya tinta Cina, pensil, akrilik, dan arang. Hal tersebut untuk menghadirkan sensasi rupa yang disuguhkan. "Tetap dengan gaya dan kekhasan masing-masing seniman," ucapnya.

Seperti Edy, perupa Made Wiradana juga merasakan tantangan melukis di atas kertas padi. Bahkan ia sempat kecele saat melukis. "Kertas robek. Melukis di kertas padi harus dengan sentuhan yang ringan," tuturnya. Ia pun memerlukan waktu meluis lebih lama hingga empat hari.

"Untuk lukisan seperti ini, kalau kanvas, cukup tiga jam," katanya. Wiradana menggunakan tinta Cina untuk melukis. Menurut dia, warna yang muncul dari tinta Cina mampu membias.

Dalam pameran itu, Wiradana memamerkan dua lukisan berjudul Ancient Figur#01 dan Ancient Figur#02, yang masing-masing berukuran 140 x 70 cm. Unsur purba dalam lukisan karya Wiradana menampilkan gambar aktivitas berburu pada masa lampau. Gambar binatang yang disuguhkan antara lain babi, rusa, dan kerbau dengan garis warna putih.

Karya itu terinspirasi kala menelusuri perjalanannya pada 2001 di Taman Prasejarah Leang Leang, Sulawesi Selatan. Saat itu, Wiradana terpukau menyaksikan lukisan yang melekat di dinding gua sebagai peninggalan arkeologis. Kenangan itu ia rangkum kembali pada November 2018 untuk disuguhkan dalam medium kertas padi. "Saya tertarik mencoba mengambil inspirasi dari Leang Leang," ujarnya.

Budayawan Jean Couteau mengatakan antara Bali dan Cina memiliki hubungan kebudayaan. Couteau menjelaskan, sumbangan unsur dalam kebudayaan Cina mempengaruhi corak arsitektur dan seni rupa di Bali. "Ini sesuatu yang wajar ditemukan sepanjang sejarah," tuturnya.

Ihwal filosofi, menurut dia, Bali dan Cina pun memiliki kedekatan makna. "Orang Bali mengenal Rwa Bhineda, adalah padanan Yin-Yang dalam budaya Cina," ucapnya. Dua filosofi tersebut merupakan konsep tentang kekuatan yang saling berhubungan dan berlawanan, tapi saling membangun. BRAM SETIAWAN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus