Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Metafora Kehancuran Karya Asmudjo

Seniman Asmudjo Jono Irianto, 61 tahun, menyajikan karya terbarunya dalam pameran di Galeri Dini, Bandung. Apa keunikannya?

14 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pameran tunggal Asmudjo J Irianto dengan tema Fragile di galeri Ruang Dini, Bandung, Jawa Barat, 4 April 2024. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Seniman dan kurator seni Asmudjo Jono Irianto menyajikan isu lingkungan dalam karya terbarunya.

  • Tema pameran dan isu lingkungan yang ia usung terasa relevan dengan bahan yang ia pakai.

  • Karya-karyanya merupakan gambaran mengenai relasi manusia dan alam, dalam berbagai kemungkinannya.

Sesosok patung berbentuk dan seukuran manusia dewasa berdiri tegak. Pada tubuhnya, yang telanjang berwarna tanah dengan kedua tangan lurus di samping, menempel beberapa potongan gambar seperti hutan dan keindahan suasana di bawah laut. Batu-batu logam yang diwarnai perak merekat dari atas kepala hingga kaki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karya patung berjudul Terracotta Man itu ditemani patung lain yang serupa tapi berbeda bahan. Concrete Man, misalnya, terbuat dari semen, sementara Metallic Man berbahan resin yang dilumuri lapisan krom. Pada tubuh patung itu juga dilekatkan gambar seperti hutan terbakar dan ditancapi potongan pecahan keramik dari belakang leher, dada, perut, paha, sampai mata kaki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Galeri Dini, Bandung, seniman yang juga kurator seni Asmudjo Jono Irianto, 61 tahun, menggelar kekaryaan terbarunya sejak 26 Maret hingga 21 April 2024. Namun durasi pameran itu terpotong oleh masa libur Idul Fitri yang membuat galeri tutup sementara pada 8-15 April. Dalam pameran bertajuk "Fragile" itu, ada beberapa karya patung dan keramik lain yang ikut dipajang di ruang seukuran garasi mobil tersebut.

Karya berjudul Happy Destructor/Happy Victim. TEMPO/Prima Mulia

Lewat dua karya seri berjudul Happy Destructor/Happy Victim, Asmudjo membuat patung kepala orang yang sedang tertawa. Berwarna terakota dan dominan hitam, karya itu menggambarkan ironi tentang kesenangan mengeksplorasi alam hingga menimbulkan kerusakan dan korban. Tema besar yang diusung Asmudjo dalam pameran kali ini adalah kondisi bumi pada era Antroposen (Anthropocene) ketika aktivitas manusia mempengaruhi kondisi global ekosistem dunia. “Isu ini sebenarnya horor,” kata Asmudjo, Kamis, 4 April lalu.

Masalah itu, menurut dia, telah menjadi perhatian besar seniman di negara maju. Refleksi kritisnya soal lingkungan ikut membuat karya seni rupa kontemporer jadi bernilai. “Sebagai seniman, saya memilih isu yang relevan dan berlaku global,” ujarnya.

Tema besar soal kerusakan alam serta kepunahan flora dan fauna itu rencananya ditampilkan lagi lewat karya metafora yang lebih banyak dan semarak di Selasar Sunaryo Art Space pada Mei mendatang. Pameran tersebut, kata dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung itu, terkait dengan disertasinya untuk meraih gelar doktor.

Dalam pameran kali ini, selain menampilkan karya figur, Asmudjo memasang puluhan pecahan keramik. Pada karya berjudul Fragment Series, misalnya, di setiap potongnya ditempeli gambar-gambar dari Internet tentang kondisi alam, lingkungan, dan kegiatan manusia di berbagai tempat. Begitu pun pada 16 piring keramik yang masing-masing berdiameter 26 sentimeter pada karya berjudul Fragile Series dan Hand Series.

Tema dan isu yang ia usung terasa relevan dengan bahan yang ia pakai, yaitu clay atau tanah liat yang dibakar menjadi patung atau karya keramik lainnya. Menurut dia, keramik merupakan material primordial yang sudah lama dibuat orang. Adapun tanah liat menggambarkan sebuah perjalanan geologi dari batuan yang hancur setelah batu dibentuk oleh magma yang mendingin dan mengeras sekitar ribuan hingga jutaan tahun silam. ”Saat dibuat menjadi keramik, tanahnya dikeraskan lagi,” tutur Asmudjo. 

Karya berjudul Fragment Series. TEMPO/Prima Mulia

Namun teknologi manusia untuk pengerasan tanah menjadi keramik tidak bisa menandingi proses alam sebelumnya. Keramik, meskipun keras, tetap rentan pecah (fragile) atau rapuh. Seperti itu pula, kata Asmudjo, bumi yang sering diandaikan serupa manusia. 

Karya-karya dalam pameran "Fragile" merupakan gambaran mengenai relasi manusia dan alam dalam berbagai kemungkinannya. Begitu pun dengan semen yang dikaitkan Asmudjo dengan masalah polusi dan kerusakan alam lewat jejak karbonnya. Lebih dari itu, aspek metafora lebih ditonjolkan. “Metafora kehancuran oleh manusia sebagai makhluk yang paling maju kehidupan sosial dan teknologinya, tapi menghancurkan makhluk hidup lain.”   

Asmudjo Jono Irianto, yang lahir di Bandung, 26 September 1962, adalah lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB pada 1990. Ia menamatkan pendidikan masternya di kampus yang sama pada 1999. Lebih sering menjadi kurator pameran berbagai seniman, karyanya pernah dipamerkan bersama perupa lain dalam “7th Asian International Art of the Northern Territory” di Darwin, Australia, pada 1992. Kemudian “16th National Craft Acquisition Award Museum & Art Gallery of the Northern Territory Darwin” di Australia pada 1996.

Pameran bersama lainnya seperti “International Exchange Exhibition” di Dingo Flat Farm, Tongledale and Access Gallery, Curtin University, Australia, pada 1997; kemudian 4th Ceramic Biennale, Icheon, Kyonggi, Korea pada 2002; dan Art Machine di Fabriek Gallery serta Koong Gallery pada 2007.

Asmudjo mendirikan Fabriek Gallery pada 2002 setelah mendapat dana dari The Japan Foundation. Ruang pamer semi-permanen berukuran 9 x 18 meter itu bisa dibongkar-pasang sehingga dapat lebih mudah berpindah tempat. Galeri itu dibuat untuk menyiasati minimnya infrastruktur seni rupa kontemporer di Indonesia, terutama bagi karya yang kurang sesuai dengan permintaan pasar. 

ANWAR SISWADI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Anwar Siswadi

Anwar Siswadi

Kontributor Tempo di Bandung

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus