Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAYA lupa kapan persisnya pertama kali kami bertemu. Yang saya ingat—sebagai mahasiswa yang terlalu bersemangat untuk perubahan politik di Indonesia—saya hadir dalam diskusi-diskusi ekonomi-politik di Indonesia Study Group sekitar tahun 1994, di kampus Australian National University, Canberra.
Di sana saya kerap melihat seseorang yang begitu penuh perhatian tentang perkembangan ekonomi-politik di Indonesia. Komentarnya selalu tajam. Dari argumennya, saya simpulkan ia punya pengetahuan yang begitu luas tentang Indonesia. Kemudian saya ketahui, dialah Profesor Jamie A.C. Mackie, tokoh penting dalam studi ekonomi politik di Indonesia. Jamie Mackie meninggal pada 21 April lalu di Melbourne, Australia, pada usia 87 tahun.
Saya banyak belajar dari Jamie tentang latar belakang sejarah kebijakan ekonomi politik di Indonesia. Suatu hari dengan bergurau ia mengatakan, ”Kalau saya orang Indonesia, saya tentu akan aktif dalam pergerakan politik dan saya akan jadi anggota PSI.” Yang dimaksudnya adalah Partai Sosialis Indonesia yang didirikan Sutan Sjahrir. Saya tersenyum. Awalnya saya tak mengerti mengapa ia mengatakan itu, tapi kemudian saya tahu, Jamie pengagum utama Sutan Sjahrir dan Soedjatmoko.
Jamie punya interaksi panjang dengan Koko, panggilan Soedjatmoko, yang disebutnya satu dari sedikit jenius yang pernah ditemuinya dalam hidupnya. Tak hanya itu, Jamie memang seorang sosialis demokrat yang jatuh cinta pada Indonesia. Mungkin ini tak bisa dilepaskan dari pengalamannya dan latar belakang akademiknya sebagai ahli ilmu politik. Tengok saja risalahnya yang berjudul ”Politics” bersama Andrew MacIntrye dalam buku Indonesia’s New Order, pada 1990, yang diedit oleh Hal Hill.
Dengan baik sekali Jamie dan Andrew menjelaskan perubahan hubungan negara dan masyarakat dalam kekuasaan di Indonesia pada 1945-1990. Ia menjelaskan evolusi struktur kekuasaan Orde Baru. Jamie sangat kritis terhadap Indonesia. Mungkin karena itu, sebagai mahasiswa pemula yang sibuk mencari amunisi untuk mengkritik Orde Baru, saya menyukainya. Begitu banyak risalah yang ditulis Jamie, salah satunya Problems of the Indonesian Inflation yang dipublikasikan oleh Ithaca, Modern Indonesia Project, Cornell University, pada 1967. Risalah ini ditulisnya bersama ekonom kelas dunia Max Corden.
Tak hanya studi, pada 1956-1958, pada usia 32-34 tahun, ia bekerja di Biro Perantjang Negara, sekarang Bappenas, di Jakarta. Dari sana interaksinya dengan berbagai tokoh di Indonesia terjadi. Saya ingat, tiga tahun lalu dalam sebuah makan siang yang amat panjang antara Jamie Mackie, Widjojo Nitisastro, dan saya—meski saya lebih banyak mendengarkan—kami berdiskusi tentang sejarah ekonomi-politik di Indonesia, dari periode Biro Perantjang Negara sampai kondisi saat ini. Satu kesempatan yang amat langka. Sambil bergurau saya mengatakan kepada mereka: hampir semua nama orang yang disebut dalam diskusi itu adalah nama jalan di Jakarta!
Jamie adalah salah satu pionir studi Indonesia modern di Australia—bila kita tak mau menyebutnya salah satu pionir studi Indonesia modern di dunia. Di Monash University, pada akhir 1960-an ia, bersama Charles Coppel, aktif membangun Southeast Asian Centre, dan mengajak banyak orang dari berbagai disiplin ilmu untuk bergabung. Pada 1983, di Australian National University, Jamie salah satu penggagas konferensi mengenai Indonesia, yang kemudian dikenal luas sebagai Indonesia Update. Konferensi ini diorganisasi oleh Indonesia Project dan Department of Social and Political Change—di mana Jamie menjadi kepalanya (1978-1989).
Indonesia Update adalah salah satu warisan Jamie yang amat penting bagi studi Indonesia. Sampai hari ini, Indonesia Update masih merupakan salah satu kegiatan konferensi mengenai Indonesia yang paling prestisius. Sebagian besar mereka yang disebut ahli Indonesia atau Indonesianist pernah berbicara di konferensi ini.
Salah satu pionir studi Indonesia modern telah pergi. Saya tahu, tak akan ada lagi suara di ujung telepon sana yang berbicara: Dede, it’s Jamie here, I’m in Jakarta now. I know you are very busy, but do you have time to meet? Saya kira kita akan tetap bertemu dengan Jamie Mackie dalam karya-karyanya.
M. Chatib Basri (Ekonom/Pendiri CReco Research Institute)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo