"IBRAHIM . . . ,Ibrahim," tek, dug, dug, tek, dug, dug. "Allah . . . Allah," tek, dug, tek, dug, dug. "Yeah..." Ini bukan dikir, tapi hanya jeritan meniru Freddy Mercury dari kelompok Queen dalam lagu Mustapha. Dari balik seperangkat beduk dan genderang bermerk Ludwig yang ditabuh bertalu-talu, teriakan tadi berasal dari mulut Jelly Tobing. Sabtu pekan lalu, ia memang menjadi perhatian di Teater Mobil, Ancol, Jakarta. Bertengger di atas panggung 35 X 20 m, Jelly mulai menabuh genderangnya pada pukul 16.35. Ia mencoba menjadi drummer yang paling tahan memukul beduk buatan Amerika itu, tanpa istirahat. Kemudian ini yang penting -- namanya bisa dipertimbangkan untuk dimasukkan ke Guinness Book of Records, buku yang mencatat keanehan bin ajaib di dunia ini. Pertunjukan tersebut, menurut penyusun Guinness Book, paling tidak mesti disaksikan staf kedutaan atau wartawan asing di Jakarta. "Kita doakan, semoga Jelly berhasil memenuhi cita-cita dan ambisinya," sambut Menpora Akbar Tanjung yang sore itu membuka tontonan berjudul Fantastic Drummer '88 ini dengan memukul empat beduk tradisional. Dan di panggung Jelly bukan sendiri. Awalnya didampingi juara ketahanan memukul beduk tradisional dan Gendang Rampak Jaipongan, kemudian ia mengiringi Highway Star yang diteriakkan Jet Liar. Setelah mengikuti irama jazz Ireng Maulana, lalu mengiringi dangdut O. M. Zhadud, bersama pasangan Jaja Miharja dan Iin Marlina. Saat itu ada pukulan Jelly yang meleset. "Gila, nih, ada 100 lagu," teriaknya. Kelompok berikutnya hampir semuanya menggelegarkan irama rock nan keras. Di situ ada Euis Darliah, Giant Step, Acid Speed Band, God Bless, Ikang Fawzie, Dimensi, Gito Rollies, dan Bharata Band. Totalnya ada 17 kelompok yang diladeni Jelly. Semangatnya menyala, sembari sesekali ia menoleh ke belakang: minta minum, ganti kaus atau handuk mengelap keringat. Istrinya, Uce Anwar (sedang hamil tiga bulan) dengan sabar melayaninya. "Sebetulnya, jari kaki kanan Jelly memar. Ia ketimpa gong sewaktu latihan beberapa hari lalu," ujar Uce. "Yang penting adalah stamina dan kemauan," kata Jelly pada Ardian T. Gesuri dari TEMPO, sehari sebelum pementasan. Sejak medio Agustus lalu berlatih, ia juga rutin bangun pukul 6 pagi, join, masuk di Total Fitness entre, berenang. Jelly, kelahiran Semarang 38 tahun lalu, kini ayah tujuh anak. Mengawali karier musiknya ketika masih duduk di SMP (1964), pada 1975 Jelly terpilih sebagai drummer terbaik Indonesia. Ia pernah bergabung pada beberapa band. Terakhir, di Bharata Band. Dan tek, dug, dug, tek, jes. Tak terasa sudah tiga jam Jelly menggebuk drum. Ia terus melaju. Ketika Renny Djayusman tampil dengan SD Rock Band pimpinan Setiawan Djody, Jelly sudah melewati batas lima jam. Itulah batas minimal untuk dipertimbangkan masuk ke Guinness Book. Dan kembang api pun bertaburan dari depan panggung. Lebih dari 25.000 penonton bersuka ria. Lonceng sudah pukul 24.00, tapi Jelly tetap gagah di belakang drum seharga 35.000 dolar AS itu. Ia terus menggebuk, hingga semua band yang diiringinya habis. Selama di pentas, Jelly menghabiskan lima botol kecil Aqua, enam lembar singlet, dan sepuluh handuk -- bahkan tidak kencing. Drama kemenangan itu lengkap: dia ambruk, entah pingsan, di belakang panggung, usai delapan jam menggenjot drum. Tapi itu tak percuma. Dari impresarionya ia mengantungi Rp 30 juta. Mainkan teruuus, Jelly. Bachtiar Abdullah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini