MENGABDI REPUBLIK (jilid 1: Adam dari Andalas).
Oleh: Adam Malik
Penerbit: PT Gunung Agung -- Jakarta 1978
224 halaman, foto-foto.
MENGABDI Republik, adalah buku yang berisi pengalaman dan
pandangan pribadi tentang berbagai perkembangan di sekitar
republik ini, yang oleh Adam Malik penulisnya, diakui sebagai
otobiografinya.
Buku ini dibagi dalam tiga jilid. Jilid pertama yang keluar
tepat di hari ulang tahun Adam Malik yang ke-61, berjudul Adam
dari Andalas. Penyerahan buku-buku dari penerbit ke penulisnya
bahkan dilakukan 2 hari sebelum ulangtahunnya -- 20 Juli lalu,
dengan sedikit upacara dan konperensi pers.
Rencananya, jilid ke-II dengan judul Angkatan '45 akan keluar
nanti tepat di Hari Pemuda, 28 Oktober tahun ini. Sedangkan
jilid ke-III, berjudul Angkatan Pembangunan, akan dikeluarkan
tahun depan. Mengingat Adatn Malik yang rupanya senang akan
hari-hari bersejarah, kemungkinan besar akan keluar pada tanggal
11 Maret, 1979.
Catatan Formil
"Adam dari Andalas, maharaja dari Pematang Siantar, di mana
makanan, pakaian dan perumahan berlimpah-limpah untuk rakyat
setempat, maharaja yang menguasai beribu-ribu budak Belanda yang
membanting tulang di bawah terik sinar matahari dalam
perkebunan-perkebunan karet, perkebunan kelapa dan perkebunan
tembakau di Sumatera Timur," tulis Adam, ketika dia masih
melamun di masa kecilnya.
Kampungnya Pematang Siantar penuh oleh perkebunan Belanda,
sementara dengan matanya sendiri, dia melihat dan sedikit
prihatin) akan kehidupan para kuli kontrak dewasa itu. Bahkan
Adam sendirilah yang melayani para kuli membeli barang-barang
keperluan hidupnya, di toko milik ayah Adam Malik. Ceritera Adam
tentang keluarganya, kalau dibandingkan dengan kehidupan para
kuli: "Hidup senang, dimanjakan dan apa saja yang saya inginkan
mudah diperoleh. Beruntung dan istimewa benar, saya mempunyai
orangtua yang kaya. Masih segar benar dalam ingatan bahwa pada
tahun 1928 satu-satunya orang di seluruh Pematang Siantar yang
mempunyai mobil sedan Buick adalah ayah saya."
Memasuki Sekolah Agama Parabek, yang terkenal militan, membaca
suratkabar Pewarta Deli tentang penderitaan para kuli, juga
harian-harian yang memuat pembangkangan (secara moril) terhadap
kekejaman kolonialisme seperti Medan Muslim dan Seruan Azhar --
semua itu memarakkan semangat kepemudaannya. Dan ketika usianya
mencapai 17 tahun, Adam -- seperti kaum muda dari Sumatera waktu
itu -- pergi ke Jawa "untuk mencari pengalaman hidup." Dengan
bekal semangat Partindo cabang Sumatera Timur dan kemudian Adam
aktif dalam PARI (Partai Republik Indonesia) di kampungnya, Adam
berkecimpung dengan beberapa tokoh pergerakan di Jakarta.
Sayang sekali, semua itu ditulis dengan penuh catatan formil.
Dia tidak berusaha untuk menguraikannya secara terperinci.
Walhasil buku ini kurang mempunyai warna dan detail, misalnya
tentang bagaimana Adam Malik berguru dengan Tan Malaka.
Bagaimana kantor berita Antara waktu itu dibentuk, bagaimana dia
jadi wartawan, bagaimana Asa Bafagih menerima teks proklamasi
yang dibacakan Adam lewat telpon ada dinyatakan dalam buku ini,
tapi visualisasinya mungkin perlu diperkaya. Kecuali jika anda
gemar gaya cerita yang lugu.
Hari-hari Tua
Banyak tokoh pergerakan yang lain yang telah menulis
biografinya. Ada yang penuh warna, ada yang agak kaku. Seperti
misalnya Abu Hanifah dalam Tales of a Revolution (Angus &
Robertson, 1972) dan bukunya yang pertama yang berjudul
Indonesia, my Country. Ali Sastroamidjojo dalam Tonggak-tonggak
Perjalananku (PT Kinta, 1974) dan Mohammad Roem dengan Bunga
Rampai dari Sejarah (Bulan Bintang, 1972). Buku-buku tersebut,
paling tidak bisa dijadikan bahan pengumpulan sejarah.
Bagaimana dengan biografi Adam Malik, jilid I? Tulisan tentang
dirinya sendiri hanya sepertiga. Dua pertiga dari buku jilid I
ini berisi uraian sejarah Indonesia dan seputarnya, mulai dari
zaman Marco Polo sampai salinan surat nyonya Eleanor Roosevelt
untuk kumpulan surat-surat Kartini dalam buku Letters of a
Javanese Princess. Diuraikannya secara panjang lebar bagaimana
kebesaran Sultan Iskandar Muda dan Sultan Agung di dua pulau
(Andalas dan Jawa). Toh Adam menyebutkan bahwa "yang saya tulis
ini bukanlah buku sejarah. Saya pun tidak hendak berpretensi
sebagai ahli sejarah."
Dengan buku dan gaya ini mungkin dia ingin menyatukan segala
sesuatu yang kontroversiil, di hari-hari Adam Malik yang tua dan
di puncak karir. Ditulis pada taraf pertama bukan dllakukan oleh
penulisnya sendiri, tapi oleh sebuah tim, ada kesan berhati-hati
dalam bercerita.
Banyak foto sekaligus dalam jilid I ini. Sayang susunannya
kurang baik. Jajaran foto yang monoton ini memang rupanya sudah
jadi gaya penerbitnya, Gunung Agung. Mudah-mudahan saja jilid II
dan III dari biografi Adam Malik susunan akan lebih menarik.
Biar bagaimanapun, Adam Malik adalah tokoh satu-satunya yang
tetap awet di hampir sepanjang zaman republik ini. Dan dari
dialah sesungguhnya, bisa kita tahu apa dan bagaimana
pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru.
Toeti Kakiailatu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini