Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Mengenang zaini, pelari awam

Pelukis zaini meninggal dunia karena serangan jantung. zaini ikhlas, optimis menghadapi kehidupan, suka berolahraga dan kesegaran jasmani. selain karyanya, banyak segi lain yang indah yang bisa dikenang.

29 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA suatu hari di awal tahun 70-an, dalam suatu rapat redaksi majalah sastra Horison, Zaini masuk ruangan terlambat. Dia menyeka-nyeka keningnya dengan selembar handuk kecil "Good Morning". Dia nampak sehat dan segar. -- Dari mana kau Zen? -- Berenang, jawabnya. Dan melukis. Wah, pelukis berenang? Bagi saya, pelukis berenang samalah anehnya dengan austronot main kelereng atau anggota delegasi IGGI berhom-pim-pah. Asosiasi mengenai pelukis bagi saya paling kurang mencakup tiga ciri: kurus tak berlemak, pengisap dan pengembus asap rokok, penyimpan salah satu penyakit menahun dalam rongga badan. -- Hei, berenang itu enak lho. Sehat! Aku tiga kali seminggu berenang. Di Senayan, kata Zaini. Dongeng lama mengenai pelukis dengan tiga macam asosiasi itu, hancur di kepala saya. **** Pada suatu hari di tahun 1975, di kantor Dewan Kesenian Jakarta yang panas, Zaini datang terlambat. Dia menyeka-nyeka keningnya dengan selembar handuk kecil "Good Morning". Dia nampak sehat dan segar sekali. -- Dari mana kau Zen? -- Lari. Aku tadi pagi lari. Dan melukis. Lari? pikir saya. Bukan main. -- Hei, lari itu enak lho. Sehat! Aku saban pagi lari sekarang, kata Zaini. Bukan main. Saya cemburu benar padamu, Zen. Saya cemburu karena waktu itu, saya belum bisa lari. Di TIM ada beberapa teman yang menganut mazhab olahraga erobika Kenneth Cooper, dokter Angkatan Udara penulis Aerobics yang kesohor itu. Termasuk dalam mazhab ini, selain pelukis Zaini, penganutnya antara lain Ali Audah, Goenawan Mohamad, Ajip Rosidi dan Umar Kayam. Belakangan penyair Sutardji juga ikut, bagian infanteri atau jalan kaki. Di antara kami, Zaini nampak paling kekar, sehat, segar dan optimis memandang kehidupan ini. Zen, pagi-pagi tahun 75, ketika sudah dua tahun saya jala subuh, duapuluh menit setengah jam di lapangan parkir TIM, dapat cuma 2-3 points seharinya, saya lihat ada seorang pelari pagi di TIM cuma pakai sandal jepit, kuat lari setengah jam, telapak sandalnya berbunyi soh-soh-soh. Saya pun mencobalah lari-lari anjing. Gila Zen: sepuluh meter cuma saya bisa lari, karena jantung ini rasanya seperti mau bocor. Dada panas, paru-paru kembang-kempis. Anak-anak kecil Kalipasir, yang suka main bola di pagi gelap di lapangan parkir TIM itu, setelah mempelajari struktur kepala saya bagian belakang, berteriak-teriak: -- Tak, botak, tak! Tak botak, tak! Kurangajar nggak itu namanya, Zen? Pelari pagi yang bersandal jepit itu lari terus, berbunyi soh-soh-soh. Saya menyerah lari pada jarak sepuluh meter. Tapi terus jalan. **** Di tahun 76 Samsudin Hardjakusumah mengajak kerjasama lagi menulis lirik untuk himpunan musik Bimbo. Temanya riwayat 25 Nabi dan Rasul. Dengan literatur terjemahan Quran, Perjanjian Lama dan Baru, Americana edisi 1962 dan setumpuk kumpulan salinan hadis, puisi buat 25 lagu sempat selesai. Lalu terjadi percakapan ini di LPKJ: -- Hei Zen, Muhammad itu erobik lho. -- Muhammad yang mana, tanya Zaini. -- Yang Rasul. Rasulullah. -- Alaa, kau ini ada-ada saja. -- Betul. Ketemu pada beberapa hadis. Rasul itu kalau berjalan, tak pernah lamban, selalu cepat. Itu jalan orang erobik. Rasul itu kalau berjalan kencangnya seperti menurun dari bukit. Itu jalan orang erobik. Orang susah menurutkannya berjalan karena cepatnya. Itu jalan orang erobik. Nah, dengar lagi ini Rasul itu jangkung, langsing, perutnya datar. Itu kan ciri perut orang erobik? -- Alaa, kau ini ada-ada saja. ****** Masuk tahun ketiga, pada suatu pagi yang menakjubkan, saya berhasil lari dua putaran di halaman parkir TIM, artinya 500 meter. Angka 500 naik jadi 750, kemudian 1000 meter. Lewat ambang itu, treshold, rasa capek anehnya malah hilang dan rasa sedap menyelinap masuk ke urat-urat badan. Rasa sedap itu bertahan dari pagi sampai sore hari, dari rumah sampai ke kantor dan balik ke rumah lagi. Pilek-pilek dan sakit-sakit kepala yang menjengkelkan, hilang. Ini rupanya yang mereka beri nama kesegaran jasmani itu. Pelari awam yang plonco ini karena yakin bahwa prestasi ini mustinya dapat dianggap prestasi olimpik, mendaftar ikut lomba lari 3000 meter dalam Pekan Olahraga TIM-LPKJ-Planetarium. Di bawah sinar matahari sore dengan pemberian semangat isteri dan anak saya yang menyedot sebotol Glin Spot, dengan ditonton dan disoraki mahasiswa LPKJ dan karyawan, saya pun ikut berlomba dengan 25 pelari awam lainnya. Keesokan harinya peristiwa itu saya laporkan pada Zaini, yang menyeka-nyeka peluhnya dengan handuk kecil merek "Good Morning". Dia nampak segar. -- Zen, aku ikut lomba lari kemarin. -- Wah hebat kau. -- Yang ikut 25 orang. Aku dapat nomor dua. --Wah hebat kau. -- Nomor dua dari bawah. -- Wah hebat kau. **** DOR ! Anak sulung Zaini pagi-pagi itu berdiri di depan flat kami, matanya berkaca-kaca, mengabarkan berpulangnya ayahnya, waktu lari pagi. Zaini, orang sebaik itu, meninggal? Ya Allah, kenapa bukan penjahat-penjahat saja Kaurenggutkan jantungnya, kenapa musti Zaini, si orang ikhlas, si pekerja keras, si optimis sahabat kami ini? Berdiri pagi-pagi di halaman parkir TIM akan memulai lagi lari pagi, saya tertegun melihat spanduk panjang terentang di tembok lantai tiga Dewan Kesenian: pameran mengenang Zaini almarhum. Pelupuk mata serasa membengkak lagi mengenang kepergiannya yang tiba-tiba itu. Saya tidak jadi lari. Berminggu-minggu saya berhenti lari pagi. ***** Soh-soh-soh. Soh-soh-soh. Pelari pagi dengan sandal jepit itu terdengar menggesek lapangan parkir TIM. Peluh nampak bercucuran di keningnya. Soh-soh-soh . Serangan jantung bisa terjadi di tempat tidur, di mimbar, di meja kantor, di mana pun. Usaha pencegahannya yang banyak dilupakan orang. Kawan-kawan almarhum akan tetap mengenang segi lain dari pelukis ini: keikhlasannya, optimismenya menghadapi kehidupan ini, sukanya berolahraga dan kesegaran jasmaninya. Bahwa prosentase kecelakaan yang membawa ajal dalam peristiwa latihan lari pagi yang amat kecil sekali itu, justru terjadi pada Zaini, itu nampaknya sudah kehendak Yang Empunya Segala ini. Bukan saja karya-karya kau yang kami ingat, Zen, tapi banyak segi-segi lain yang indah dari kau yang kami kenang. Tuhan, terimalah Zaini sebaik-baiknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus