Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak kurang dari dua ribu penonton berdiri bertepuk tangan ketika Joey Alexander memasuki panggung sirkular di Jakarta International Expo, Kemayoran, Ahad malam pekan lalu. Pianis muda berbakat itu didampingi drummer legendaris Jeff "Tain" Watts dan pemain kontrabas Daniel Chmielinski. Ketiganya mengambil tempat di samping alat musik mereka.
Dengan kode dari Joey, Jeff mulai menggebuk drum, disusul Daniel membetot kontrabas. Barulah beberapa menit kemudian Joey memainkan grand piano hitam Steinway & Sons itu. Giant Steps membuka "Joey Alexander Live in Concert" malam itu.
Giant Steps merupakan langkah raksasa buat Joey dalam arti sesungguhnya. Februari lalu, komposisi yang direkam Joey dalam album My Favorite Things itu mendapat nominasi Grammy Award untuk kategori improvisasi jazz solo terbaik. Joey tak membawa Piala Grammy yang berbentuk gramofon dalam pergelaran musik akbar itu. Tapi malam itu penampilannya menyihir hadirin.
Semua ingatan tentang rekaman musik pianis 12 tahun itu tersingkir saat menyaksikan konser ini secara langsung. Joey menyajikan jazz yang hidup. Sesekali punggungnya meliuk-liuk mengikuti irama piano yang dimainkan jari-jemarinya. Lalu, ketika tempo permainannya meningkat, dia memainkan piano besar itu dengan berdiri. Penonton riuh bertepuk tangan.
Giant Steps menunjukkan Joey memiliki keahlian teknis yang mumpuni sekaligus mampu merespons musikus lain dengan sangat baik. Ada momen-momen tatkala dia memberikan kesempatan kepada Jeff dan Daniel untuk unjuk kebolehan secara solo, sebelum meresponsnya dengan improvisasi yang manis.
Jeff dan Daniel bukan musikus kemarin sore. Jeff merupakan mitra raksasa jazz Wynton Marsalis yang telah membawa pulang enam Grammy. Adapun Daniel, yang bermain kontrabas sejak usia 3 tahun, akan melanjutkan pendidikan master di bidang musik. "Joey berkembang cepat. Saya sudah tidak melihat usianya lagi," kata Daniel.
Awal Joey tinggal di New York kita ketahui berasal dari YouTube. Suatu sore, di sebuah studio di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Joey Alexander, kala itu berusia 10 tahun, sedang berlatih sebelum merekam album jazz pertamanya. Iseng-iseng, iCanStudioLive merekam sesi latihan itu tanpa diketahuinya. Mereka lalu mengunggahnya ke YouTube dengan tajuk Joey Alexander: Sons of the Future (10 years old jazz pianist).
Dua pekan kemudian, rekaman Joey memainkan komposisi Coltrane, Thelonious Monk, dan Chick Corea itu sudah ditonton 130 ribu orang. Dalam dunia jazz, angka itu adalah fenomena. Fenomena itu tak luput ditonton maestro jazz Wynton Marsalis. Marsalis lalu mengundang Joey untuk tampil dalam gala tahunan di Jazz at Lincoln Center, New York, Amerika Serikat, pada Mei 2014.
Di New York, Joey dengan cepat terhubung dengan banyak musikus jazz. Management Ark, manajemen musikus jazz yang mengelola Wynton Marsalis, akhirnya mengelola karier Joey. Bahkan Jason Olaine, rekan kerja Marsalis, memproduseri album perdana Joey lewat label jazz independen Motéma Records.
Di New York pun bahkan Joey sudah diundang untuk bermain di serambi Gedung Putih. "Waktu itu saya baru pulang dari Abu Dhabi. Saya masih jetlag ketika sampai di Washington, DC, dan menerima undangan itu," kata Joey. Bagi Joey, bermain bersama saksofonis Wayne Shorter dan basis Esperanza Spalding selama 4 menit di hadapan Presiden Amerika Serikat Barack Obama adalah pengalaman yang mendebarkan. "Acaranya dimulai lebih cepat waktu itu. Agak gila juga. Tapi saya merasa sangat terhormat."
Sehari setelah Joey Alexander melambung pada malam Grammy, di Jakarta, Lucy Willar, pendiri iCanStudioLive, langsung mengajukan proposal konser Joey di Indonesia ke Management Ark, tempat Joey bernaung. Mereka bukan satu-satunya yang menginginkan Joey bisa menggelar konser akbar di Indonesia. Seorang promotor musik asal Bali juga mengirim proposal ke Management Ark. Menurut Lucy, pihaknya lebih cepat merespons permintaan dari manajemen Joey. "Di samping itu, kami juga sudah saling kenal," kata Lucy.
Jadwal Joey sendiri sesungguhnya sudah penuh hingga Februari 2017. Tapi manajemen masih menemukan slot kosong pada Mei dan Agustus. "Kami memilih Mei. Euforia masyarakat masih besar terhadap masuknya Joey dalam nominasi Grammy," kata Lucy. Awal Maret lalu, studionya menggandeng Mahana Live Interact untuk menandatangani perjanjian kerja sama dengan manajemen Joey.
Panggung melingkar yang bisa berputar, desain minimalis, tata lampu di langit-langit panggung, dan desain audio berkualitas high definition (HD)-pertama di dunia-menjadi konsep pertunjukan ini. Joey sendiri punya permintaan yang mirip, "I want the stage clean," kata Lucy menirukan pianis muda itu. Lucy menambah sedikit elemen drama dengan melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam konser itu. Saat Joey dinominasikan dalam Grammy, Ahok sempat menanyakan kemungkinan Joey mengimprovisasi lagu Betawi, Kicir-kicir, dalam akun Twitternya. Permintaan itu dijawab Joey, juga lewat Twitter, "Will play it for you when I get there. Thank you, Pak Ahok."
Malam itu Joey menepati janji. Didampingi Dira Sugandi pada vokal dan Barry Likumahua pada bas, Kicir-kicir dan Rangkaian Melati menjadi lagu lokal yang dimainkan Joey dalam konsernya. Kedua lagu ini, juga Over the Rainbow, menjadi bukti kepiawaian Joey memainkan piano. Jazz bisa, balada bisa, musik Betawi juga bisa.
Panggung itu bergeser 10 derajat setelah Joey, Jeff, dan Daniel memainkan Giant Steps. Ketiganya melanjutkan permainan dengan My Favorite Things. Sesekali Joey menepuk-nepuk pahanya mengikuti gebukan drum ketika Jeff bermain solo. Selain piano, Joey sedang menyukai drum. Dalam lokakarya teknik drum jazz di Soehana Hall, Jakarta, tiga hari sebelum konser, Joey ikut menyimak.
Malam itu Joey memainkan sejumlah komposisi yang dia gubah sendiri. Di antaranya Sunday Waltz, komposisi pertamanya; Ma Blues, komposisi yang terinspirasi dari Moanin karya Bobby Timmons; dan City Lights. Komposisi terakhir ini akan menjadi salah satu andalan dalam album kedua Joey, yang akan dirilis pada September mendatang.
Dalam perhelatan Grammy, komposisi ini dimainkan Joey. "Mereka sebenarnya minta saya memainkan lagu lain yang lebih familiar di telinga banyak orang. Tapi saya tidak mau. Saya ingin memainkan komposisi original saya sendiri," kata Joey. Lagu ini merupakan pengalamannya melihat cahaya Kota New York untuk pertama kalinya. "Saya tidak pernah bermimpi bisa tampil di panggung Amerika. Sama seperti saya tidak pernah bermimpi bakal tampil dalam konser tunggal di Indonesia," kata Joey.
Dari barisan penonton, musikus Dwiki Dharmawan tampak menikmati konser itu. "Pada usia 12 tahun pencapaiannya melebihi musikus dewasa," kata Dwiki. Dengan mentor sekaliber Marsalis dan manajemen artis berkelas internasional, Joey sudah memiliki semua instrumen yang bisa membuatnya lebih besar kelak. Syaratnya, sama seperti pendengar konsernya malam itu yang terus bersorak encore! setelah menyaksikan pertunjukan 2 x 45 menit itu: Joey tak boleh merasa cukup dengan pencapaiannya sejauh ini.
Malam itu Joey berkata kepada hadirin, "OK, you got it." Setelah memberi tambahan permainan, dia menutup Jakarta yang kian larut. Joey hanya mampir di Jakarta. Kini ia telah kembali ke New York.
Amandra M. Megarani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo