HANYA karena sayalah Angkatan Kepolisian tetap berdiri. Kalau
tidak karena saya, maka menganggurlah semua hakim dan jaksa.
Penjara-penjara akan kosong dan mungkin sekarang sudah jadi
taman kanak-kanak", kata seorang tahanan dalam drama Polisi
karangan Slavomir Mrozeck. Drama ini dimainkan Teater Kecil di
Teater Arena TIM -- 30 s/d 3 Juni yang lalu.
Dengan bantuan penata artistik Roejito, penampilan malam itu
mengambil nafas lenong. Arena ditumpuki level yang berbalut kain
hitam. Di sudut-sudut, menjulang bambu yang dihubungkan dengan
tali-tali. Di belahan belakang, terlihat korden plastik, tempat
para pemain keluar-masuk. Sementara para awak pentas berjajar di
belakang selama pertunjukan berlangsung.
Ha-Ha-Ha
Pada awal pertunjukan gendang dipukul dan pembawa acara memberi
kecap apa yang akan ditontonkan. Suasana yang mau digumul jelas
adalah suasana kerakyatan, di mana pertunjukan berfungsi sebagai
hiburan yang intim. Para pemain, memang sejak sebelum gong
berbunyi 3 kali, sudah duduk-duduk di bangku panjang dan
meja-dua jenis barang yang menjadi perabot malam itu. Kemudian
mereka mulai bergoyang-goyang. Meskipun masih tampak kaku karena
kepingin benar lugu, salam buka ini sudah sempat memberi kesan.
Bahwa penonton tidak usah sungkan-sungkan membuka mulutnya
lebar-lebar.
"Babak pertama! Ha-ha-ha-ha!" kata seorang pemain meniru gaya
lenong. Sebentar kemudian cerita mulai. Seorang kepala polisi
(Hadi Purnomo) sedang ngobrol dengan tahanan terakhir yang telah
mendekam 10 tahun (Dorman Borisman). Tahanan yang "diharapkan
untuk tetap teguh pada pemberontakannya sebagai orang yang
revolusioner melawan Raja dan Baginda Wali" itu ternyata sudah
berubah. Dia mau menandatangani pernyataan setia kepada
Pemerintah - yang pernah selama 10 tahun ditolaknya.
Ini bahaya. Berarti tidak akan ada lagi kerjaan polisi. Sebab
semua rakyat telah patuh dan setia. Problim kocak inilah yang
membuat sandiwara jadi unik dan segar. Meskipun dialognya
panjang-panjang -- kadangkala bikin penat -- ditambah dengan
tempo permainan yang kadangkala ikut seret, toh penampilan
Teater Kecil dengan sutradara Amak Baldjun & Arifin C. Noer ini
boleh dicatat. Dalam pertunjukan inilah kita merasakan kekenesan
dan kegenitan yang biasanya merupakan kekuatan Teater Kecil,
bervariasi dengan humor-humor spontan.
Bloking, meskipun kelihatan benar ditakar, diperhitungkan,
dengan kata lain "dibikin" sehingga merupakan
komposisi-komposisi yang manis, ada semacam kemerdekaan jiwa di
belakangnya. Para pemain kadangkala menganggap kursi dan meja
sebagai kursi dan meja, tetapi kadangkala mereka menganggap
semaunya - untuk kepentingan cerita. Maka naiklah mereka ke
meja. Atau duduk di lantai panggung. Semaunya. Kebebasan ini
menyebabkan mereka tidak hanya membuat bentuk penampilan seperti
lenong - tetapi juga, yang paling penting, mereka -- sutradara
terutama -- telah sempat menyabet jiwa teater rakyat pribumi.
Apalagi Borisman bermain dengan bagus.
Tetap Sopan
Ini penting sekali. Bila Rendra dengan Bengkel Teater telah
mencoba mengangkat busana Jawa, tempo pertunjukan yang Jawa,
cara berbicara yang Jawa - sehingga menghasilkan pertunjukan
yang secara bentuk adalah milik teater tradisionil Jawa - Teater
Kecil kali ini melejit lebih jauh. Bukan sekedar bentuk yang
digali. Apalagi bentuk-bentuk itu telah macet, sehingga bisa
bikin teater menjadi seperti bangsawan tua, yang memuja masa
lalu dan bermimpi tentang kejayaan yang telah runtuh.
Teater Kecil kali ini serasa melata, merambat dalam akar-akar
teater rakyat, sehingga ia akrab tanpa menyuruh orang menipu
diri sebelumnya. Penonton tahu bahwa mereka bukan berhadapan
dengan orang yang ingin meniru lenong. Mereka melihat sebuah
teater masa kini yang berusaha memainkan sebuah lakon yang
sedang banyak dibicarakan di mancanegara - tetapi tanpa
kehilangan jiwa dan semangat yang ada pada setiap teater
pribumi. Yakni: kebebasan, keakraban dan kesederhanaan.
Para pemain yang berbadan tambun-tambun itu menunjukkan
penguasaan teknik yang baik. Mereka bekerja sama dengan kompak,
sehingga kendatipun beberapa orang penonton mengeluh karena
penat -- atau malas berfikir karena terbiasa disuapi dalam
pementasan-pementasan grup lain - pertunjukan ini utuh. Memang,
rancangan tali di antara bambu yang bermula dipasang oleh
Roedjito tepat di garis pandangan mata-untuk mendapatkan efek
pedih dalam diri penonton - tak sepenuhnya dilaksanakan.
Benar, cerita yang membawa banyak peluang untuk menyindir
keadaan sekarang ini tidak terlalu blak-blakan dimuntahkan.
Tetapi Teater Kecil sempat menyentuh-nyentuh keadaan sosial masa
ini dengan cara yang tidak kenes. Dan terutama sekali: dengan
humor yang gesit tapi tetap sopan.
Mrozeck memang tajam, tetapi lucu. Bayangkan saja. Tatkala
tahanan terakhir dilepaskan, seorang polisi lain yang bertugas
melakukan provokasi (Abduh Mursyid) sempat dibujuk supaya
ditangkap - sebab harus ada yang ditangkap, bukan? Polisi ini
dibikin supaya mau meneriakkan "Babi Ngepet!" untuk Raja.
Sehingga bisa diseret ke dalam penjara -- untuk menyelamatkan
Kepolisian dari pengangguran.
Dalam penjara ia kemudian merenung, dan mulai melihat adanya
kepincangan-kepincangan. Tatkala ia dihadapkan kepada Jenderal
(Kasim Rahmat) untuk mengadakan pengakuan, terjadi
kejutan-kejutan. Ajudan Jenderal ternyata bekas tahanan dahulu
(Dorman Borisman yang tadi). Orang ini penuh akal. Dia bikin
adegan supaya Jenderal dilempar granat oleh sang tahanan yang
sedang diinterogasi. Mau. Pelemparan dilaksanakan.
Kepala Polisi (Hadi Purnomo) lantas mempersalahkan Domlan. Tapi
Dorman pun bisa membuat cerita, sehingga Kepala Polisi itu bisa
diseret. Sementara itu tiba-tiba muncullah Jenderal, masih segar
bugar, sebab sempat ngumpet di dalam kakus tatkala granat
meledak. Lalu terjadilah tuduh-menuduh. Bahkan Jenderal juga
diusahakan diseret ke penjara dengan alasan "menyediakan
tubuhnya untuk menjadi sasaran granat". Artinya: dengan
membuat-buat tuduhan palsu, campuran fitnah dan permainan, pihak
penguasa sekarang sudah punya kerjaan lagi -- meskipun akhirnya
saling tangkap-menangkap satu sama lain.
Demikian pertunjukan berakhir. Ada sesuatu yang segar dibawa
pulang penonton - baik oleh naskah, penggarapan maupun
permainan. Ini memang tidak setajam karya-karya Arifin sendiri.
Karena ini memang bukan gebrakan bulat Arifin C Noer -- hanya
pertunjukan rutin biasa. Yang penting adalah penampilan yang
lancar dan bersih. Walaupun di malam pertama ada juga yang
merekam dialog dari awal sampai akhir.
Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini