Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Good Morning, Anak-Anak

Kelompok bermain (play group) banyak yang mengajarkan Bahasa Inggris. Ahli pendidik tidak setuju karena menyangkut segi kultural dan mengakibatkan anak-anak tidak mantap dalam salah satu bahasa.

11 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK-ANAK umur dua saunpai enam tahun itu tengah asyik bermain. Tiba-tiba ibu guru memberi isyarat tepukan tangan. "Every body sit down on the chair", katanya. Dan murid-murid Children Play Group 'Impian Bunda' - entah karena gerak tangan sang guru atau mungkin juga mengerti ucapan Inggeris - segera duduk. Agaknya bahasa Inggeris, di Play Group (PG) atau Kelompok Bermain, yang akhir-akhir ini tumbuh semakin banyak di Jakarta, telah masuk sebagai pelajaran. Sehingga hampir semua iklan tentang PG yang sering muncul di koran-koran, tak lupa menyebut hal itu. Children Play Group 'Impian Bunda' misalnya, dalam iklannya menulis: "Sambil bermain putera-puteri tuan dibimbing oleh guru-guru berpengalaman dan diberi pelajaran bahasa Inggeris". Sementara PG yang bernama 'The Sister' selain menyebut memiliki alat peraga paling lengkap dan acara makan bersama, serta panggung gembira sebulan sekali, juga menyatakan memberi pengenalan bahasa Inggeris. Tidak Dipaksakan Kecenderungan ber-Inggeris-Inggeris itu nampaknya bagi para pengasuh PG bukan sekedar mode. "Tujuannya hanya mengasah otak mereka", ujar Nunung Kartono, pimpinan PG 'Daughter'. "Lagi pula bentuknya hanya semacam hafalan yang diberikan sambil lalu". Alasan nyonya tamatan SGTK dan SGA Sema rang itu sejalan dengan fikiran Nyonya Maria dari PG 'Impian Bunda' tadi. Kata Maria: bahasa Inggeris yang diberikan bukan yang sulit-sulit. Mereka hanya diajar misalnya mengenal nama-nama warna dan benda serta sedikit percakapan. "Pelajaran ini tidak dipaksakan". Maksudnya, pelajaran hanya ditambah bila murid sudah dapat menghafal apa yang sudah diberikan. Sekalipun begitu, sebuah PG yang bernama 'Kartini' ternyata tidak mengajarkan bahasa Inggeris. "Di sini bukan sekolah belajar bahasa Inggeris", ujar Nyonya Georgette Haskin (45), pimpinan PG 'Kartini'. PG yang dipimpin warganegara Amerika itu, di antara 81 orang muridnya 59 orang merupakan anak-anak asing. Kepada mereka memang digunakan pengantar bahasa Inggeris. Tapi untuk anak-anak Indonesia tetap dipakai bahasa Indonesia. Bahkan sebaliknya kepada anak-anak asing Nyonya Haskin memberi pelajaran bahasa Indonesia dengan adat dan kebudayaannya. "Anak-anak asing itu tinggal di Indonesia. Wajar kan kalau mereka diberi pengetahuan tentang Indonesia?" Diakuinya, ada juga beberapa murid Indonesia yang kalau pagi mengucapkan: Good morning Mrs Haskin. Tapi selalu dijawab dengan: "Selamat pagi, Nak". Menjadi Orang Indonesia Namun tak jarang justru orangtua yang minta anaknya diberi pelajaran bahasa Inggeris. Biasanya nyonya tamatan Los Angelos City College ini, dan sudah berpengalaman mengajar PG selama 20 tahun, menolak. "Untuk belajar bahasa Inggeris masukkan saja mereka ke English School. Bukan ke Play Group", katanya. Ia berpendapat, pelajaran bahasa Inggeris yang diberikan kepada anak seusia itu hanya akan menjadikan mereka bingung. "Kita bukan ingin menjadikan mereka orang Barat. Orang Indonesia harus dijadikan orang Indonesia. Pemberian pelajaran bahasa Inggeris kepada mereka hanya akan membuat bahasa Inggerisnya tidak beres dan bahasa Indonesianya tidak mantap". Diakui, mengajar bahasa pada usia awal akan jauh lebih berhasil dibanding pada usia lanjut (di atas umur 12). "Tapi masalahnya bukan hanya mengajar bahasa. Di situ tersangkut juga aspek-aspek pendidikan yang lain", ujar drs Harimurti Kridolaksono, ahli linguistik FSUI. Maksudnya, bahasa erat hubungannya dengan kultur. Sehingga Harimurti mencemaskan anak-anak yang masuk "PC Inggeris" itu akan melakukan orientasi kulturil ke luar. Misalnya Inggeris atau Amerika, dan bukan Indonesia. "Ambil saja contoh good morning dalam bahasa Inggeris. Konsepnya berbeda dengan konsep waknl dalam bahasa Indonesia", ucap Nyonya Nasti Reksodiputro, Ketua Seksi Inggeris FSUI, membenarkan. Menurut Nasti, bahasa merupakan cermin kebudayaan dan cara berfikir seseorang. "Bahasa adalah filsafat suatu bangsa. Karena itu menyuruh anak memahami bahasa asing di PG hanya akan menyulitkan si anak, yang sebenarnya tidak perlu". Anak Kesepian Baik Harimurti maupun Nasti juga meragukan kemampuan guru-guru PG dalam memberikan pelajaran bahasa asing itu. "Kalau guru mengajarnya salah, untuk merubah si anak di kemudian hari akan sulit", ujar Harimurti. Nasti sendiri punya bukti bahwa pelajaran bahasa Inggeris di PG memang sering tidak benar. Misalnya dalam mengajarkan pengucapan. "Untung saya ini guru bahasa Inggeris, sehingga kesalahan yang diperoleh anak saya di PG bisa dibetulkan", ujar Nasti. Maksud PG sebenarnya adalah untuk memberi lingkungan kepada anak - lebih-lebih mereka yang kenyataannya mengalami kesunyian di rumah, seperti kata Nunung Karnoto. Sekalipun ada gejala bahwa yang masuk PG umumnya anak kaum gedongan. Karena kaum itulah yang biasanya memiliki sedikit anak, lalu anak itu boleh dibilang tak pernah bermain dengan anak-anak kampung, ditambah lagi kedua orangtuanya sibuk. Nah, "mereka akan mendapat teman di PG", ujar Nunung Karnoto. Kalau tujuannya antara lain untuk itu, masih perlukah pelajaran bahasa Inggeris? "Nampaknya perlu juga kami fikirkan lagi. Apakah pelajaran bahasa itu perlu diteruskan atau dihapus saja", kata Nunung. Ya, mana yang baik sajalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus