TIGA gadis belia tertawa cekikikan di salah satu sudut Toko Buku Gramedia di bilangan Matraman Raya, Jakarta. Ketiganya tengah membuka sebuah buku saku bersampul hitam. Isinya liputan tentang pesta-pesta seks di Ibu Kota. Tak jauh dari situ, seorang remaja putri berseragam SMP menekuni buku berjudul Petunjuk Seks dan Kebugaran Tubuh Anda. Isinya seputar hal umum tentang anatomi tubuh, penyakit-penyakit yang berkaitan dengan alat reproduksi, serta aspek psikologi dalam seks.
Jika gadis-gadis belia di atas mampir ke toko itu sekitar tiga pekan lalu, mereka bisa jadi terenyak membaca The Sex Book: Kamus Seks Remaja yang dipajang di rak-rak penjualan. Bersampul hijau menyala, buku itu kaya akan informasi dan ilustrasi tentang seks. Mau tahu apa saja tentang seks, silakan buka halaman demi halamannya. Ibarat kamus, informasi soal seks di buku ini komplet dari A sampai Z.
Beredar sejak Februari silam, buku itu ditarik kembali oleh penerbitnya, PT Gramedia Pustaka Utama (GPU), pada 25 April silam. Sehari setelah buku itu ditarik, kolumnis Ade Armando mengecam buku tersebut di sebuah harian Ibu Kota. Ade menyebutnya "kamus buruk remaja"—tentu saja dalam kaitan dengan masalah seksualitas.
Ditulis oleh Jane Pavanel, edisi asli buku ini diterbitkan oleh Lobster Press, Kanada. Hak penyaduran ke dalam bahasa Indonesia dipegang oleh GPU. Buku ini—setebal 210 halaman—menyanyikan secara amat detail aneka pengetahuan tentang seks: apa itu dildo, french kissing, foreplay, fellatio, orgasme, dan sanggama. Juga soal seks kering, seks oral, seks anal, serta seks yang aman dan tidak aman. Semuanya diuraikan secara gamblang dalam bahasa yang mudah dipahami.
Apakah buku itu ditarik karena kelewat vulger sebagai buku pengetahuan remaja? Boleh jadi. Kepada TEMPO, Ade Armando menyatakan, "Alih-alih memberikan pendidikan seks secara benar, buku ini justru menjustifikasi hubungan seks sejak remaja." Ade mencuplik bagian berikut ini sebagai contoh: "Jika kau merasa siap untuk berhubungan seks dan pasanganmu juga sudah merasa siap, tidak ada alasan mengapa kalian tak mencoba pengalaman ini bersama" (halaman 180).
Untuk meningkatkan kualitas pengalaman seks pertama, Pavanel menyarankan, "Kalian berdua (perlu) merasa nyaman dengan hasrat kalian serta mempunyai cukup pengetahuan tentang tubuhmu sendiri dan tubuh pasanganmu. Bisakah kau menunjukkan kepada pasanganmu apa yang menyenangkanmu? Sudahkah kau mempelajari apa yang akan menyenangkannya?" (halaman 142). Setelah muncul kritik, buku ini ditarik. Padahal sudah 5.000 eksemplar yang dicetak serta dipajang di rak-rak penjualan toko buku sejak Februari lalu.
Manajer Produksi dan Editorial Gramedia Pustaka Utama, Wandi S. Brata, membantah bahwa buku itu ditarik karena tekanan dari luar. Menurut Wandi, perihal "kebablasan" ini terjadi karena pihak GPU terlalu menekankan legalitas dan tak mempertimbangkan aspek moralitas. Sebaliknya, Wandi mengingatkan bahwa aspek-aspek yang positif dari buku ini tak boleh dilupakan.
Misalnya soal "siap seks". Di halaman 180, tercantum 10 aturan dan patokan moral tentang pengertian "siap seks". Toh, Wandi mengakui bahwa kelalaian di pihak penerbit memang ada. Dalam proses editing buku ini, menurut Wandi, GPU terlalu setia kepada buku aslinya.
Di mata psikolog Bernadette N. Setiadi, The Sex Book tak perlu ditarik selamanya alias dibredel. Sebab, sebagian materinya amat bermanfaat untuk pendidikan seks remaja. Misalnya tentang kesehatan alat reproduksi, jenis-jenis penyakit kelamin, serta pengetahuan anatomi. Dalam pandangan dosen psikologi Universitas Indonesia itu, penyajian buku ini hanya harus lebih memperhatikan konteks. "Dengan konteks budaya, anak-anak akan menghargai seks saat membaca buku ini. Bukan sesuatu yang pokoknya dicoba-coba," ujarnya.
Pihak Gramedia Pustaka Utama sudah menjanjikan, buku ini akan diterbitkan ulang dengan sejumlah perbaikan. Pekan silam, penerbit itu sudah mengirim surat kepada penulisnya untuk meminta izin pengeditan. Esensi ilmu pengetahuannya tidak dipangkas. Tapi kemasan isi akan dipercantik. Sebab, mengutip Wandi, "Kita tak ingin dituduh memberikan penalaran yang gampangan kepada pembaca remaja."
Dwi Arjanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini