DARI arena SEA Games XIV di Senayan, Jakarta, tak cuma muncul atlet berprestasi. Juga musik. Berangkat dari karawitan Bali, 113 mahasiswa Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bali menampilkan Adi Merdangga. Adi itu besar, merdangga itu kendang. Besar, bukan dalam pengertian jumlah kendang yang ditabuh saja. Musik ini memang digarap untuk upacara kebesaran. Jika kemudian orang menyebut Adi Merdangga (AM) sebagai drumband Bali, mungkin lantaran kisah terciptanya. Di Bali, setiap tahun diselenggarakan pesta kesenian, yang dibuka dengan pawai kebudayaan. Biasanya diawali drumband Universitas Udayana. Lalu Gubernur Bali, Ida Bagus Mantra, bertanya, tidak adakah musik kebesaran Bali yang bisa ditampilkan. Ketua ASTI Bali, Dr. Bandem, bersama staf berpikir keras. Hasilnya, pada pembukaan Pesta Kesenian Bali 2 tahun lalu, lahirlah AM. Jika pergelaran di Senayan pada pembukaan SEA Games lalu itu mengejutkan -- juga untuk pemirsa televisi di Bali sendiri -- hal itu karena AM yang kolosal itu belum pernah main di Bali. "Persiapan untuk SEA Games ini memang khusus. Ada latihan intensif tiga minggu," kata I Nyoman Winda, yang mengaransir musiknya. Jika tak dipentaskan di Senayan, latihan 2-3 hari mungkin cukup. Biarpun mereka membawa 40 kendang, 24 cenceng, 32 kempli (gong kecil), puluhan seruling serta gong. Musik AM ini berdasarkan tiga jurus karawitan Bali yang disebut gilak, yaitu gilak pemalpal, gilak pengaden, dan gilak pekaad. Jenis musik ini, dengan kesederhanaannya, biasa dipakai untuk mengiringi upacara yang membutuhkan pawai, seperti pembakaran mayat. Pada AM, gilak ditambah pukulan ala drumband. Lalu dikawinkan dengan baleganjur, musik untuk persembahyangan. Untuk mahasiswa setingkat ASTI, penambahan perangkat kendang, kempli, dan cenceng bukan masalah. Lantas ? "Bagaimana mengatur langkah penabuh, dan membuat gerak tari untuk panggung yang luas," kata Komang Astita, M.A., Pembantu Ketua III ASTI Bali, yang mendampingi latihan. Maklum, di Bali, AM dipergelarkan di arena terbatas. Arena luas, pukulan harus keras. Pukulan keras membuat irama makin cepat. Ketukan gilak, yang biasa sampai hitungan 4, dipercepat jadi 8. "Lantas bagaimana melangkahkan kaki supaya harmonis, sambil memukul gamelan? Belum pernah ada dalam tradisi musik Bali," kata Astita, yang meraih gelar M.A. di Universitas San Diego, AS. Menurut I Gusti Kompyang Raka, menggarap musik seperti ini tak sulit. "Yang luar biasa, bagaimana memukul gender sambil berjalan dengan irama tertentu," kata pengamat musik Bali yang sering mengadakan eksperimen musik campuran di Jakarta. Penonton di Senayan puas. Tapi yang duduk di seberang tribun VIP dan penikmat televisi bisa kecewa jika yang mereka inginkan musiknya. Suaranya tak keruan, tetapi gerak dan tata busananya masih sedap dipandang. Kekecewaan ini, ternyata, juga jadi kekecewaan pendukung AM. Di Bali, pergelaran kreasi baru ditonton dengan diam. Penonton menyaksikan, dan menikmati, barang baru itu. Kalaupun ada keplok, itu setelah masa jeda. "Sambutan penonton justru menggagalkan musik Adi Merdangga," kata Astita. Barangkali penorton di Senayan sudah terbiasa berada di lapangan bola... Putu Setia, laporan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini