Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kenapa Kami Dibunuh, Josh?

Eka D. Sitorus menyajikan lakon Bang Bang You’re Dead. Problem remaja yang dilecehkan di sekolah, lari ke dunia game, dan kemudian menjadi pembunuh.

4 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di atas sebuah peti mati kayu, Joshua (Wendy Arvida) terbaring meringkuk. Kedua belah tangannya menutupi telinga. Berkali-kali dia terjatuh ke lantai. Joshua gelisah. Sosok-sosok itu terus mengganggunya dengan cecaran pertanyaan. ”Kenapa gue, Josh? Apa salah gue? Kenapa lu bunuh gue?” tanya Kathie (Karina Salim). Pertanyaan serupa dilontarkan Michael (Adi Putra), Matt (Brilian Hakim), Jessie (Monica Chreesty), dan Emily (Joanne Verlysha Evigan). Berkali-kali pula mereka menyorotkan lampu senter ke wajah Josh, yang memilih tetap bungkam.

Michael, Kathie, Matt, Jessie, dan Emily adalah teman sekelas Joshua. Mereka penasaran kenapa remaja 17 tahun itu tega membunuh mereka. Joshua menembak mereka satu per satu di kantin sekolah, layaknya permainan video Bang Bang You’re Dead. Mereka semua penasaran dan terus meneror sekaligus menyesali nasib lantaran harus mati sia-sia di usia remaja.

Di panggung dengan pencahayaan sederhana itu, Sakti Aktor Studio pimpinan sutradara Eka D. Sitorus mengajak kita mengenal lebih dalam siapa Joshua. Ini naskah dramawan terkenal Amerika, William Mastrosimone, yang dibuat pada 1999. Lakon ini diangkat Mastrosimone dari kisah nyata Kip Kinkel, siswa Thurston High School, Springfield, Oregon, Amerika Serikat, yang membunuh orang tuanya dan menembak 27 teman sekelasnya pada 1998. Sejak dipublikasikan pada 7 April 1999, naskah ini sudah dipentaskan lebih dari 15 ribu kali.

Eka menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia gaul dengan kata sapaan lu dan gue. Terjemahannya lumayan hidup. Kita dapat membayangkan problem yang dihadapi Joshua bisa terjadi di kalangan remaja kelas menengah kita. Pentas di Teater Salihara pekan lalu itu dibawakan oleh murid-murid sekolah akting di kawasan Tebet yang dipimpin Eka tersebut. Eka mencoba menonjolkan naskah Mastrosimone yang memperlihatkan dampak pelecehan seorang remaja di sekolah.

Dalam proses penyutradaraan, Eka berkomunikasi lewat surat elektronik dengan Mastrosimone agar tidak terjadi salah tafsir. Meski dialognya menggunakan bahasa prokem Jakarta, nama-nama ”bule” dipertahankan. Adegan tembak-menembak pun menggunakan kata ”bang bang”.

Tak banyak properti yang digunakan dalam pementasan ini. ”Dalam naskah, Mastrosimone hanya menggunakan sebuah peti mati kayu sebagai set,” kata Eka. Di panggung yang minim itu, penonton menyaksikan para aktor menyajikan berbagai adegan kilas balik. Dari adegan Joshua berburu ke hutan bersama sang kakek yang membuat Josh terobsesi pada senjata api, dan memaksa kedua orang tuanya membelikannya senjata api, sampai saat Josh membunuh ayah-ibunya dan lima temannya. Adegan baku tembak itu menggunakan senter.

Meski begitu, bukan berarti tak ada ruang bagi Eka untuk bereksplorasi. Ini dilakukannya di bagian akhir lakon berdurasi 90 menit itu. ”Pada bagian ini, Mastrosimone memberi ruang bagi sutradara lain,” ujar Eka. Ruang luas itu diisi Eka dengan ungkapan kerinduan para korban akan kehidupan mereka semasa hidup.

Satu per satu korban mencerca Joshua. Mereka mengekspresikan kekecewaan karena tak bisa melakukan hal-hal indah dalam kehidupan lantaran sudah mati pada waktu remaja, saat masih di sekolah menengah atas: ”Gue enggak akan bisa merasakan pulang bekerja disambut istri dan anak gue,” atau ”Gue enggak bisa lagi pacaran.” Adegan ini seharusnya lebih mampu membuat haru. Sayangnya, akting pemain (sebagaimana pada adegan lain) terasa kurang menggigit. Tapi permainan Wendy Arvida sebagai Joshua layak dipuji.

Nunuy Nurhayati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus