DECLINE OF AN EMPIRE
(Judul asli: L 'Empireeclate) Oleh: Helene
Carrere d'Encause Penerbit: Newsweek Books, New York 1981
SELANG beberapa bulan belakangan ini, para ahli Soviet di
negara-negara sarat giat berspekulasi tentang era post-srezhnev.
Seorang wartawan Newsweek telah diusir dari Moskwa, karena
menulis laporan utama tentang pertentangan dalam Partai Komunis
Soviet yang menurutnya sudah mencapai titik kritis. Apalagi
ideolog Mikhail Suslov meninggal akhir Januari 1982. Apa
gerangan yang akan terjadi, menjelang dan sesudah perayaan
Revolusi Sosialis sesar Oktober 7 November nanti?
Uni Soviet bukan sembarang negara kebangsaan. Ia adalah benua
yang mempertemukan Asia dan Eropa. Ia kerajaan yang bermarkas di
Moskwa, membentang dari wilayah salt di perbatasan Eropa, Vighur
di perbatasan Cina, Rusia di tengah, Georgia di selatan dan
Eskimo di utara. Lebih dari seratus bangsa berkiblat ke Moskwa,
dalam suatu jaringan birokrasi, politik, budaya dan militer yang
tak ada duanya saat ini.
Bagaimana sekalian unsur jaringan ini terpadu (lebih tepat
dipadukan), adalah tema pokok buku ini--yang pertama kali terbit
dalam edisi Prancis hampir empat tahun lalu.
Helene Carrere d'Encausse menyusun sebuah buku yang amat
konprehensif lengkap dengan data sejarah, bagan-bagan dan
statistik, tentang 17 republik yang tergabung dalam Uni Soviet.
Uraiannya mencerminkan ketelitian orang Prancis membahas
pertumbuhan bangsa. Dengan berpangkal pada analisa kebudayaan,
antropologi politik dan ekonomi, 'makna' negeri Soviet pada
usianya yang lebih dari 60 tahun dengan mudah dapat ditangkap
pembaca.
Ketika Revolusi Rusia meletus, 1917, orang tak banyak menduga
bahwa dari satu bangsa, pewarisan 'nilai-nilai 1917' akan dapat
merombak tatanan politik sampai ke republik-republik yang paling
jauh dari Rusia. Mulanya ada dua konsep yang bertentangan
tentang Negeri Soviet yang akan menciptakan Manusia Soviet baru
yang bulat dan utuh. Di satu pihak, baik Karl Marx maupun
Vladimir 1. Lenin berpangkal tolak dari pendirian bahwa revolusi
di Rusia harus diamankan dan dikonsolidasikan sebelum
republik-republik lainnya dimatangkan untuk menjadi surga
proletar.
Pada pihak lain, prinsip "internasionalisme proletar" menuntut
diadakannya kerja politik yang mendahulukan persamaan dan
kemakmuran bagi republik-republik lainnya secepat mungkin. Pada
tiga tahun pertama negeri Soviet didirikan, perdebatan sengit
terjadi sekitar cara-cara terbaik untuk mengamankan negeri
sosialis pertama di dunia. Hal itu perlu dilakukan dengan
cermat, sebelum negara-negara kapitalis buru-buru kembali campur
tangan untuk menyelamatkan kapitalisme di Rusia.
Jalan ditempuh untuk membuat republik Soviet Rusia sebagai
percontohan. Serangkaian persetujuan bilateral segera diadakan
dengan republik-republik lain, terutama dalam bidang ekonomi dan
militer. Tentara Merah menjadi tiang penyangga utama dari
ikhtiar konsolidasi ini, sebagaimana kemudian tentara yang sama
"menertibkan" gerakan-gerakan pembaruan di negara-negara saudara
muda seperti Hongaria (1956) dan Cekoslowakia (1968).
Demikian ketatnya usaha-usaha pembaruan sosial-politik yang
dilakukan, hingga seorang pengamat Dewan Komisaris Rakyat pada
tahun 1922 mengeluh "Di Inggris, Parlemen bisa berbuat apa saja
kecuali mengubah pria menjadi wanita di Dewan kami, apa saja
bisa dibuat, termasuk mengubah wanita menjadi pria . . .".
Tetapi Tentara Merah dan ikatanikatan sosial-ekonomi bukan
satu-satunya penjamin "persatuan dan kesatuan" Uni Soviet.
Bahasa Rusia dipakai sebagai "bahasa hubungan internasional". Di
samping itu sejumlah bahasa lain diakui sebagai "bahasa
kesusastraan nasional (misalnya Ukrainia, Uzbek, Kazak, Kirgiz).
Sejumlah lagi agak turun setaraf mendapat pengakuan "bahasa
kesusastraan republik dan wilayah-wilayah otonom". Akhirnya,
sebagai juru kunci adalah pengakuan terhadap "bahasabahasa
tertulis yang pemakaiannya terbatas" seperti di Nenet dan
Kurdistan.
Ada satu lagi tema pokok yang menarik dalam buku ini. Negeri
Soviet sekarang dihadapkan dengan kenyataan bahwa
republik-republik di sebelah Barat (kelompok Slav dan Baltik)
seperti misalnya Rusia, Ukrainia, Belorusia, Latvia, Lithuania,
Estonia, sedang mengalami penurunan angka kelahiran. Sedang di
sebelah timur, republik-republik di sekitar Asia Tengah dan
Kaukasia mengalami pertumbuhan penduduk yang amat pesat.
Apakah implikasinya terhadap peta bumi politik Uni Soviet tahun
1990 kelak, sekiranya kecenderungan demografik itu terus
mewarnai perkembangan selama tahun 1980-an sekarang ini? Apakah
artinya bagi kerajaan yang diraih Lenin dan kawan-kawannya tahun
1917?
Karena perubahan-perubahan besar itu akan dialami generasi muda
Soviet dengan sendirinya harus ada perkiraan cermat tentang
kemungkinan-kemungkinan memperkokoh proses integrasi antarbangsa
dan antarwilayah.
MAKA dicarilah usaha agar pemuda Soviet dari berbagai golongan
dan sukubangsa, yang menjadi anggota Komsomol, memiliki
semangat "perjuangan dan pembangunan". Mereka barus rela
diprogramkan dalam berbagai proyek transmigrasi, dan hidup
sebagai sukarelawan pembangunan di wilayah-wilayah yang kering
dan terpencil.
Tetapi apa pun yang terjadi, kendali politik-militer tetap akan
menunjukkan kehadirannya. Dan sebagaimana di bidang-bidang lain,
orang Rusia-lah yang memegang kendali. Data mutakhir tentang ini
masih kabur. Tetapi berdasar data 1943-1944, yaitu satu generasi
dari angkatan korps perwira yang sekarang memegang kendali
Angkatan Bersenjata Soviet, 90% perwira artileri terdir dari
orang Slav, dengan perincian 51,18% Rusia, 33,93% Ukrainia dan
2,04% Belo-Rusia.
Sebuah sumber Barat menyebutkan, antara tahun 1940 dan 1970, di
kalangan perwira tinggi yang diangkat menjadi jenderal dominasi
Rusia (80%) tetap utuh. Lagi-lagi cermin satu pola kendali Uni
Soviet bagian barat atas bagian timur, karena dalam korps
perwira hampir-hampir tak ada yang berketurunan
republik-republik di Asia Tengah yang sebagian besar berpenduduk
Islam.
Carrere d'Encausse tak menduga bahwa ketika ia menyelesaikan
buku ini tahun 1978, uraian-uraiannya tentang Homo Islamicus di
Uni Soviet secara tak langsung menjelaskan mengapa para pemimpin
di Kremlin cemas akan perkembangan di Afghanistan dan Iran
setelah Khomeini naik panggung. Buku tentang redupnya kerajaan
Soviet ini, sekalipun tak perlu dipercaya 100%, menerangkan
permasalahan abadi yang dihadapi dari Lenin sampai Brezhnev.
Meraih kekuasaan sungguh jauh lebih mudah dari
mempertahankannya.
Juwono Sudarsono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini