Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Kerajaan yang lepas kendali

Pengarang: helena carrere d'eucausse new york: newsweek books, 1981 resensi oleh: juwono sudarsono. (bk)

6 November 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DECLINE OF AN EMPIRE (Judul asli: L 'Empireeclate) Oleh: Helene Carrere d'Encause Penerbit: Newsweek Books, New York 1981 SELANG beberapa bulan belakangan ini, para ahli Soviet di negara-negara sarat giat berspekulasi tentang era post-srezhnev. Seorang wartawan Newsweek telah diusir dari Moskwa, karena menulis laporan utama tentang pertentangan dalam Partai Komunis Soviet yang menurutnya sudah mencapai titik kritis. Apalagi ideolog Mikhail Suslov meninggal akhir Januari 1982. Apa gerangan yang akan terjadi, menjelang dan sesudah perayaan Revolusi Sosialis sesar Oktober 7 November nanti? Uni Soviet bukan sembarang negara kebangsaan. Ia adalah benua yang mempertemukan Asia dan Eropa. Ia kerajaan yang bermarkas di Moskwa, membentang dari wilayah salt di perbatasan Eropa, Vighur di perbatasan Cina, Rusia di tengah, Georgia di selatan dan Eskimo di utara. Lebih dari seratus bangsa berkiblat ke Moskwa, dalam suatu jaringan birokrasi, politik, budaya dan militer yang tak ada duanya saat ini. Bagaimana sekalian unsur jaringan ini terpadu (lebih tepat dipadukan), adalah tema pokok buku ini--yang pertama kali terbit dalam edisi Prancis hampir empat tahun lalu. Helene Carrere d'Encausse menyusun sebuah buku yang amat konprehensif lengkap dengan data sejarah, bagan-bagan dan statistik, tentang 17 republik yang tergabung dalam Uni Soviet. Uraiannya mencerminkan ketelitian orang Prancis membahas pertumbuhan bangsa. Dengan berpangkal pada analisa kebudayaan, antropologi politik dan ekonomi, 'makna' negeri Soviet pada usianya yang lebih dari 60 tahun dengan mudah dapat ditangkap pembaca. Ketika Revolusi Rusia meletus, 1917, orang tak banyak menduga bahwa dari satu bangsa, pewarisan 'nilai-nilai 1917' akan dapat merombak tatanan politik sampai ke republik-republik yang paling jauh dari Rusia. Mulanya ada dua konsep yang bertentangan tentang Negeri Soviet yang akan menciptakan Manusia Soviet baru yang bulat dan utuh. Di satu pihak, baik Karl Marx maupun Vladimir 1. Lenin berpangkal tolak dari pendirian bahwa revolusi di Rusia harus diamankan dan dikonsolidasikan sebelum republik-republik lainnya dimatangkan untuk menjadi surga proletar. Pada pihak lain, prinsip "internasionalisme proletar" menuntut diadakannya kerja politik yang mendahulukan persamaan dan kemakmuran bagi republik-republik lainnya secepat mungkin. Pada tiga tahun pertama negeri Soviet didirikan, perdebatan sengit terjadi sekitar cara-cara terbaik untuk mengamankan negeri sosialis pertama di dunia. Hal itu perlu dilakukan dengan cermat, sebelum negara-negara kapitalis buru-buru kembali campur tangan untuk menyelamatkan kapitalisme di Rusia. Jalan ditempuh untuk membuat republik Soviet Rusia sebagai percontohan. Serangkaian persetujuan bilateral segera diadakan dengan republik-republik lain, terutama dalam bidang ekonomi dan militer. Tentara Merah menjadi tiang penyangga utama dari ikhtiar konsolidasi ini, sebagaimana kemudian tentara yang sama "menertibkan" gerakan-gerakan pembaruan di negara-negara saudara muda seperti Hongaria (1956) dan Cekoslowakia (1968). Demikian ketatnya usaha-usaha pembaruan sosial-politik yang dilakukan, hingga seorang pengamat Dewan Komisaris Rakyat pada tahun 1922 mengeluh "Di Inggris, Parlemen bisa berbuat apa saja kecuali mengubah pria menjadi wanita di Dewan kami, apa saja bisa dibuat, termasuk mengubah wanita menjadi pria . . .". Tetapi Tentara Merah dan ikatanikatan sosial-ekonomi bukan satu-satunya penjamin "persatuan dan kesatuan" Uni Soviet. Bahasa Rusia dipakai sebagai "bahasa hubungan internasional". Di samping itu sejumlah bahasa lain diakui sebagai "bahasa kesusastraan nasional (misalnya Ukrainia, Uzbek, Kazak, Kirgiz). Sejumlah lagi agak turun setaraf mendapat pengakuan "bahasa kesusastraan republik dan wilayah-wilayah otonom". Akhirnya, sebagai juru kunci adalah pengakuan terhadap "bahasabahasa tertulis yang pemakaiannya terbatas" seperti di Nenet dan Kurdistan. Ada satu lagi tema pokok yang menarik dalam buku ini. Negeri Soviet sekarang dihadapkan dengan kenyataan bahwa republik-republik di sebelah Barat (kelompok Slav dan Baltik) seperti misalnya Rusia, Ukrainia, Belorusia, Latvia, Lithuania, Estonia, sedang mengalami penurunan angka kelahiran. Sedang di sebelah timur, republik-republik di sekitar Asia Tengah dan Kaukasia mengalami pertumbuhan penduduk yang amat pesat. Apakah implikasinya terhadap peta bumi politik Uni Soviet tahun 1990 kelak, sekiranya kecenderungan demografik itu terus mewarnai perkembangan selama tahun 1980-an sekarang ini? Apakah artinya bagi kerajaan yang diraih Lenin dan kawan-kawannya tahun 1917? Karena perubahan-perubahan besar itu akan dialami generasi muda Soviet dengan sendirinya harus ada perkiraan cermat tentang kemungkinan-kemungkinan memperkokoh proses integrasi antarbangsa dan antarwilayah. MAKA dicarilah usaha agar pemuda Soviet dari berbagai golongan dan sukubangsa, yang menjadi anggota Komsomol, memiliki semangat "perjuangan dan pembangunan". Mereka barus rela diprogramkan dalam berbagai proyek transmigrasi, dan hidup sebagai sukarelawan pembangunan di wilayah-wilayah yang kering dan terpencil. Tetapi apa pun yang terjadi, kendali politik-militer tetap akan menunjukkan kehadirannya. Dan sebagaimana di bidang-bidang lain, orang Rusia-lah yang memegang kendali. Data mutakhir tentang ini masih kabur. Tetapi berdasar data 1943-1944, yaitu satu generasi dari angkatan korps perwira yang sekarang memegang kendali Angkatan Bersenjata Soviet, 90% perwira artileri terdir dari orang Slav, dengan perincian 51,18% Rusia, 33,93% Ukrainia dan 2,04% Belo-Rusia. Sebuah sumber Barat menyebutkan, antara tahun 1940 dan 1970, di kalangan perwira tinggi yang diangkat menjadi jenderal dominasi Rusia (80%) tetap utuh. Lagi-lagi cermin satu pola kendali Uni Soviet bagian barat atas bagian timur, karena dalam korps perwira hampir-hampir tak ada yang berketurunan republik-republik di Asia Tengah yang sebagian besar berpenduduk Islam. Carrere d'Encausse tak menduga bahwa ketika ia menyelesaikan buku ini tahun 1978, uraian-uraiannya tentang Homo Islamicus di Uni Soviet secara tak langsung menjelaskan mengapa para pemimpin di Kremlin cemas akan perkembangan di Afghanistan dan Iran setelah Khomeini naik panggung. Buku tentang redupnya kerajaan Soviet ini, sekalipun tak perlu dipercaya 100%, menerangkan permasalahan abadi yang dihadapi dari Lenin sampai Brezhnev. Meraih kekuasaan sungguh jauh lebih mudah dari mempertahankannya. Juwono Sudarsono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus