Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Kiat arjuna lawan pengusaha

Yahya a.muhaimin,57, menyelesaikan disertasi dan memperoleh gelar phd.,tahun 1982 di cambridge.buku "bisnis dan politik" terjemahan disertasinya di- terbitkan lp3es.pernah menulis dua buku ttg islam.

11 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK orang di Universitas Gadjah Mada menyebutnya Arjuna, sosok pendiam yang pintar. Yahya A. Muhaimin memang pendiam, berperangai halus, dan bertutur seperlunya. Ia jauh sekali dari kesan agresif, yang diakui sempat membuatnya memendam cinta pada Choifah -- kini istrinya -- sampai 3 tahun. Tapi dari bukunya Bisnis dan Politik -- terjemahan disertasinya di Massachusetts Institute of Technology (MlT) -- terlihat bahwa ia orang yang tekun. Di situ dipaparkan beberapa pengusaha besar Indonesia yang tergolong sekadar klien. Yahya, anak kedua dari seorang wiraswasta Brebes, Jawa Tengah, memang kurang respek pada golongan pengusaha yang tumbuh karena fasilitas. "Sejak kecil saya melihat ayah saya sebagai wiraswasta yang lincah, dinamis, dan bersih," katanya. Dan Probosutedjo, seorang pengusaha yang disebut, memberikan reaksi. Yahya yakin akan kebenaran disertasinya, namun ia juga memahami reaksi Probo. "Istilah ngono yo ngono ning ojo ngono itu benar. Yang betul tidak harus dikatakan kalau tak perlu," katanya. Sejak semula Yahya sudah merasa disertasi itu akan menimbulkan reaksi bila diterbitkan. Banyak nama tercantum di sana. Apalagi, kebanyakan mereka amat saya hormati, dan beberapa orang saya merasa dekat," katanya. Tambahnya lagi, "Saya sebagai orang Islam, apalagi terlahir dan dibesarkan dalam kultur desa Bumiayu, merasa nggak enak dengan orang-orang tersebut dalam buku itu." Itu sebabnya jauh sebelum bukunya diterbitkan, ia minta supaya isinya diedit. Ternyata penerbit LP3ES hanya ngedit sebatas bahasa saja. Waktu itu saya jadi lungkrah (lemas). Tapi mau gimana lagi," kata Yahya. Lahir di Bumiayu, 47 tahun lalu, dosen politik UGM ini tampaknya tak tegaan menyinggung perasaan orang. Sebagai penganut Islam yang taat, dia menyelesaikan SD dan SMP di sekolah Islam dan ketika kuliah di UGM dia masih sempat masuk IAIN, tapi tak selesai. Yahya, yang membiasakan keempat anaknya membaca Al Qur'an setiap hari, juga menulis dua buku tentang Islam: Islam di Indonesia dan Muslim Society, Higher Education and Development in Southeast Asia. Sikap taat kepada ajaran Islam itu juga dibawanya ke Cambridge, Amerika Serikat. Dia menolak menyimpan uangnya di bank hanya karena perolehan riba, dan menitipkan semua uangnya untuk disimpan pengacara Nono Anwar Makarimi -- - tanpa bunga tentunya -- yang ketika itu juga sedang sekolah di Cambridge. "Itulah Yahya ... tidak mau mendapat bunga," kenang Nono. Di Cambridge itulah, tahun 1982, ia menyelesaikan disertasi dan memperoleh gelar Ph.D. Dibimbing Lucian W. Pye dan Myron Weiner, mulanya Yahya tertarik pada topik persepsi kekuasaan dalam masyarakat Batak yang kemudian dinilai kurang relevan. Masih ada 3 topik lain yang semuanya ditolak oleh kedua promotornya, sebelum menjatuhkan pilihan pada Client Businessmen. "Tiba-tiba saja saya milih itu, dan disetujui," katanya. Bagi Lucian W. Pye -- guru besar yang berkali-kali ke Indonesia -- tesis yang diusulkan Yahya sangat menantang dan kritis. "Dia seorang ilmuwan yang banyak berpikir, serius. Saya tahu dia akan menulis disertasinya dengan hati-hati," kata Lucian W. Pye pada Leila S. Chudori dari TEMPO. Maka dia pun melakukan sejumlah riset perpustakaan di Indonesia dan Australia, dan serangkaian wawancara. Soal bagian mengenai Probosutedjo yang bikin gara-gara, ia mengambilnya dari Majalah Eksekutif, November 1979, dan beberapa sumber informasi. Ia tak sempat ketemu Probo sendiri. Namun Yahya sempat melakukan recheck, dengan mewawancarai Sumitro sendiri. Dan, sebagai orang Jawa, ilmuwan UGM itu tak serta-merta memukul genderang menyambut Probo. "Saya sangat menghargai privacy orang. Saya merasa nggak enak karena banyak nama tercantum. Kalau dalam disertasi tidak apa-apa," katanya. Sedikitnya ada 14 pengusaha yang digolongkan Yahya sebagai pengusaha klien. Sebagian besar di antara mereka masih hidup sebagai pengusaha, dan sebagian lagi sudah mewariskan usahanya. Semua menjadi kekhawatiran Yahya, "mungkin orang yang saya sebut tak apa-apa, tapi anak cucunya kan belum tentu." Kini buku yang diterbitkan itu sudah beredar di pasaran. Baru Probo -- yang pernah menggugat Christianto Wibisono untuk soal yang sama, cengkeh -- yang keberatan. Ketika itu hakim memutuskan agar Christianto -- yang tulisan-tulisannya sangat menolong penulisan disertasi Yahya -- untuk meminta maaf pada Probo. Yahya belum melihat kemungkinan itu jatuh padanya. Bahkan sampai saat ini dia belum tahu apa yang harus dilakukan kecuali menunjuk T. Mulya Lubis sebagai penasihat hukumnya. "Sikap saya diwarnai konteks akademik, tapi juga sosio-kultural," katanya hati-hati. Sebagai ilmuwan dengan latar belakang budaya Jawa yang kuat, tampaknya ia berada di persimpangan jalan. Pria yang tetap aktif dalam kegiatan sosial di Bumiayu -- tanah kelahirannya ini, tampaknya dihadapkan pada pilihan: meyakini kebenaran ilmiah atau membongkar dunia ilmu pengetahuan demi ngono ning ojo ngono. Apalagi, ia pun sadar bahwa bukunya sudah beredarluas. "Jadi kita seharusnya selalu memasukkan kaidah-kaidah standar moral untuk umum, bukan untuk sekadar etika akademik," katanya. Liston P. Siregar (Jakarta) dan Syahril Chili, Ajie Surya (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus