Jakarta memperingati 200 tahun kematian Mozart dengan mendatangkan Orkes Pro Musica. Sayang, permainan mereka kurang tertampung dalam ruang akustik yang memadai. DUA ratus tiga puluh lima tahun yang lalu genius ini dilahirkan. Tepatnya tanggal 27 Januari 1756 di Kota Salzburg, Austria. Nama lengkapnya panjang, Joannes Chrysostomus Wolfgangus Theophilus Mozart. Kini kita kenal sebagai Wolfgang Amadeuz atau W.A. Mozart saja. Hidupnya singkat. Hanya 36 tahun kurang 26 hari. Tapi riwayatnya panjang dan banyak yang telah ia kerjakan. Sampai-sampai namanya dikenang dan disanjung orang di seluruh dunia hingga sekarang. Bahkan 200 tahun wafatnya diperingati ramai-ramai di banyak negara. Dari Salzburg, Wina, Berlin, London, New York, Moskow, Roma, Praha, Paris, Beijing, sampai Kepulauan Fiji, mengenang Mozart. Jakarta juga kecipratan acara peringatan 200 tahun Mozart ini. Kedutaan Austria mendatangkan serombongan pemain musik. Langsung dari kota kelahiran Mozart. Mereka adalah sekelompok anak muda dan mahasiswa terpilih dari Sekolah Tinggi Musik "Mozarteum" di Salzburg. Dipimpin oleh Prof. Wilfried Tachezi, kelompok ini menamakan dirinya "Salzburg Orchestra Pro Musica". Bahasa Indonesianya kira-kira, Orkes Para Pecinta Musik Kota Salzburg. Bukan profesional memang. Tapi mainnya lumayan. Rapi, tidak begitu pales, artikulatif, dan dalam gaya klasik yang tentu saja baik adanya. Mereka memang datang dari sumbernya musik klasik yang sebenarnya di benua itu. Mereka memainkan karya-karya Mozart dengan begitu fasih di Grand Hyatt, Jakarta, pekan lalu. Artikulasinya jelas. Sangat transparan pada setiap ucapan dan tekstur kalimat musik. Padahal, inilah bagian ciri gaya khas musik Mozart yang tersukar. Ucapan yang jelas, tempo yang pas, bunyi-bunyi yang terukur, serta dosis-dosis dinamik yang akurat. Imbangan-imbangan yang baik dalam berbagai aspeknya akan membuat ciri dan gaya khas musik Mozart yang disebut Galante Style menjadi hidup dan enak didengar. Permainan apik itu terutama nampak pada karya Mozart Symphony Ke-35 dalam D-mayor Kv. 385. Barangkali inilah nomor terbaik mereka selama tampil di Jakarta. Teknik permainan yang cukup meyakinkan. Lantas ada juga Ouverture untuk opera Perkawinan Figaro Kv. 492 yang mereka mainkan benar-benar menurut pakem. Beberapa solis yang cukup berbakat juga mereka tampilkan. Carsten Neumann pada biola menunjukkan bakatnya yang sangat besar bersama-sama Frank Stadler pada biola alto dalam sebuah permainan Sinfonia Concertante Kv. 364. Padahal, inilah salah satu karya tersulit Mozart untuk khazanah permainan instrumental orkes. Kualitas suara biola Neumann yang cemerlang terpadu dengan gesekan biola alto Stadler yang ulem dan masif. Paduan interpretatif yang meyakinkan dan enak didengar. Di bagian lain ada pemain Fagot wanita, Monika Pfeiffer, yang sangat terampil dalam penguasaan instrumennya. Staccatonya cepat, nada suaranya lebar dan lembut, khas untuk alat tiup ini. Barangkali dialah satu di antara sedikit pemain Fagot wanita yang mungkin bisa menjadi nomor satu. Konser untuk Fagot dan Orkes Kv. 191 menjadi salah satu contoh khas ide pembaruan Mozart untuk mengubah dan memperkaya watak dan kemungkinan hampir semua instrumen musik kebudayaan Negara Matahari Terbenam. Tanggal 5 Desember nanti, bertepatan dengan hari meninggalnya, di kota-kota besar dunia akan dimainkan secara serempak karya terakhir sang genius, Mozart Requiem. Mozart menulis choral kematian ini untuk dirinya sendiri. Anak "setan" ini memang ajaib. Umur empat tahun sudah mulai mengarang lagu dan main biola tanpa ada yang mengajari. Dua tahun kemudian si kecil Amadeuz benar-benar sudah mulai mencipta musik berat. Antara lain sebuah menuet untuk piano dan sebuah sonata untuk biola dan piano. Umur baru tujuh tahun, Amadeuz sudah terkenal di seluruh daratan Eropa. Sebagai pemain biola, piano, cembalo, komponis, dirigen, dan kritikus! Ia jadi bahan guncingan seluruh anak negeri, sebagai anak manusia yang turun dari langit. Ia meninggal dalam kemiskinan gaya seniman tempo doeloe. Di Kota Wina, 5 Desember 1791, yang dingin dan penuh kelabu. Begitu miskin saat-saat terakhirnya. Jasadnya dikubur di pekuburan masal bagi orang-orang miskin yang tak bernama. Tak ada yang tahu di mana tempat peristirahatannya yang terakhir. Ia mati tanpa batu nisan. Ziarahnya adalah adikarya gemilang yang ia tinggalkan sebagai monumen sejarah peradaban anak manusia. Seluruhnya ada 835 ciptaan untuk segala macam bentuk komposisi musik dan berjenis-jenis alat vokal dan instrumental. Kumpulan karya-karya Mozart terangkum seluruhnya dalam 20 jilid buku besar yang berisi 23.256 halaman. Termasuk di dalamnya karya-karya untuk opera, simfoni, musik ruang, sonata, dan konser untuk berjenis alat musik, untuk orkes, nyanyian, dan sebagainya. Dalam karya-karyanya itulah Mozart telah mengubah seluruh perangai dan perilaku kultur musik daratan Eropa. Ide dan pembaruan-pembaruannya telah menjadi dasar-dasar musik modern hingga hari ini. Karya-karya besar dan jasa Amadeuz itulah yang saat ini sedang diperingati orang di mana-mana. Orkes Pro Musica Salzburg mengakhiri nomor-nomornya dengan Kaiserwalzer karya Johann Strauss dan Pizzicato Polca yang disambut meriah para penonton. Sebuah pertunjukan bagus yang jarang kita temui di Jakarta. Sayang, permainan baik mereka kurang tertampung dalam ruang akustik yang memadai. Grand Hyatt -- juga beberapa gedung di Jakarta -- memang bukan tempat yang baik untuk konser musik klasik seperti itu. Kapan kita punya gedung konser yang memadai? Suka Hardjana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini