Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Koreografi Makhluk Purbawi dalam Wujud Teater Tari

Koreografi Ari Dharminalan Rudenko menghadirkan paleoart dalam wujud teater tari. Digali dari penelitian panjang.

6 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Koreografi yang digagas dari penelitian tentang fase kehidupan 500 juta tahun lalu, digali dari peninggalan situs dan fosil-fosil.

  • Koreografer Ari Dharminalan Rudenko menampilkan karyanya yang berkolaborasi dengan Prehistoric Body Theater bersama Program Pascasarjana ISI Surakarta dan para paleontolog.

  • Dipertunjukkan untuk memenuhi tugas disertasi program doktoralnya di ISI Surakarta.

DALAM posisi yang rapat, mereka bergerak perlahan. Menggeliat, meliukkan badan bagian atas hingga kepala. Tangan mereka tersembunyi di belakang tubuh. Liukan ini seperti gerak ikan yang tengah berenang-renang di laut. Tenang tapi solid. Tubuh para penari yang berlumur lumpur tersorot cahaya lampu yang tak begitu terang, menggiring penonton mengimajinasikan mereka sebagai sosok hewan purba.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setting panggung berubah, seperti rawa-rawa. Panggung menjadi habitat sekelompok hewan amniota berjenis reptil, kadal primitif. Mereka yang semula bergerak meliuk halus kini berubah menjadi sangat lincah. Para penari bermimikri seperti reptil atau kadal yang tengah berjalan, makan, dan bertarung dengan lawannya. Gerak mereka cepat dan lincah, melata dengan kaki dan tangan, mengingatkan penonton pada komodo yang tengah berjalan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari kadal primitif, gambaran zaman dinosaurus lantas tersaji di depan penonton. Di zaman ini muncul beragam jenis dinosaurus, seperti Tyrannosaurus rex, Triceratops, dan Acheroraptor—raptor berbulu elegan yang terakhir. Para penari memperagakan gerak makhluk-makhluk besar seperti dalam gambaran atau narasi film-film tentang dunia di era makhluk itu.

Dinosaurus terakhir di dunia dalam “Prehistoric Body Theater: Ghosts of Hell Creek - Pertunjukan Doktoral, tanggal 25 September, 2024 di Teater Besar Institut Seni Indonesia Surakarta". Istimewa

Gambaran makhluk-makhluk purbawi itu dipertontonkan di hadapan pegiat seni, budayawan, dan sebagian masyarakat akademis di lingkungan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, di Teater Besar ISI. Panggung Teater Besar disiapkan selama 10 hari oleh koreografer pertunjukan itu, Ari Dharminalan Rudenko, mahasiswa berkebangsaan Amerika Serikat yang tengah menempuh program doktoral di ISI Surakarta. Dalam pertunjukan koreografi berjudul Ghosts of Hell Creek ini, Ari Rudenko menggandeng Prehistoric Body Theater dan Program Pascasarjana ISI Surakarta.

Rudenko bertahun-tahun menyiapkan koreografi ini untuk mengikuti ujian disertasi program doktoral yang digelar malam selepas pertunjukan. Koreografi ini mengisahkan kepunahan dan keberlangsungan kehidupan selama 500 juta tahun melalui kolaborasi antara fondasi tari tradisi Indonesia dan ilmu paleontologi yang mempelajari kehidupan prasejarah melalui bukti fosil.

Dari gambaran makhluk seperti ikan, reptil, hingga dinosaurus, penonton digiring dalam suasana yang agak mencekam. Seorang penampil memperagakan diri seperti sosok Protoclepsydrops yang merangkak perlahan ke depan. Seekor lainnya mendekat mengincarnya. Tiba-tiba Protoclepsydrops itu diserang oleh yang lain, tubuhnya digigit dan dicabik-cabik dengan beringas. Saat Protoclepsydrops tua itu mati, yang lain pun memperebutkan hak atas dagingnya. Sebuah gambaran kanibalisme, saling memangsa, membuktikan yang terkuatlah yang hidup.

Dua Acheroraptor jantan (dinosaurus terakhir) adu kejantanan dalam “Prehistoric Body Theater: Ghosts of Hell Creek - Pertunjukan Doktoral, tanggal 25 September, 2024, di Teater Besar Institut Seni Indonesia Surakarta". Istimewa

Di tengah pertarungan sengit itu, tiba-tiba dari kejauhan terlihat petir menyambar-nyambar. Sambaran petir lantas memunculkan kebakaran yang makin lama makin dekat ke kumpulan Protoclepsydrops itu, dengan asap dan api yang turut mendekat dengan cepat. Panggung menjadi merah, seperti ikut terbakar. Kumpulan hewan purba itu pun tunggang-langgang mencari hidup.

Narasi kehidupan kawin-mawin para makhluk purbawi ini juga diperlihatkan Acheroraptor. Para Acheroraptor jantan bersaing dengan sengit untuk mendapatkan betina. Ketika pasangan raptor ini hendak kawin, tiba-tiba terdengar suara letusan yang membahana. Suara itu berasal dari letusan Deccan Traps, salah satu letusan vulkanis terbesar dalam sejarah bumi. Makhluk yang tersisa dari bencana letusan kemudian melanjutkan hidup.

Tampak para Acheroraptor tersebut berkeliaran mencari makanan. Saat itulah di layar terlihat dari atas meluncur garis panjang asteroid yang dinarasikan menghantam bumi, mengantarkan pada kehancuran. Sebuah kehidupan yang tersisa kemudian menguasai jagat raya. Itulah zaman Paleogen, dunia kembali hidup. Kehidupan kelompok primata kembali menyala. Hadir di babak keempat.

•••

SEUSAI pertunjukan, Ari Rudenko menjelaskan bahwa karyanya ini diciptakan bersama tim kreatif Prehistoric Body Theater yang berkolaborasi dengan para paleontolog. “Konsep awal dan cerita dari saya, lalu bersama para ilmuwan meneliti fosil dan mengekspos cerita prasejarah dari fosil, bukti biologi, DNA, dan sebagainya,” ujarnya.

Rudenko mulai menyiapkan karya disertasinya ini dengan melakukan serangkaian penelitian panjang sejak 2017. Seiring dengan itu, ia mencoba berkolaborasi dengan beberapa penari tradisional di Bali dan Madura, Jawa Timur. Tapi kemudian ia memilih memperdalam penelitiannya di luar negeri dan kelak kembali ke Indonesia.

Empat Acheroraptor jantan memulai persaingan untuk dapat hak kawin dari Acheroraptor betina dalam “Prehistoric Body Theater: Ghosts of Hell Creek - Pertunjukan Doktoral, tanggal 25 September, 2024, di Teater Besar Institut Seni Indonesia Surakarta". Istimewa

Ia lalu melakukan penelitian langsung di sebuah situs di kawasan Hell Creek, Amerika Serikat, selama satu setengah bulan. Setelah Rudenko mengajukan beberapa proposal, akhirnya seorang paleontolog mengajaknya mengadakan penelitian. Dari penelitian itu, lahirlah gerak-gerak paleoart yang diwujudkan dalam medium teater-tari oleh Prehistoric Body Theater. Mereka menggabungkan sains dan seni dengan narasi kinestetik multisensoris, menggambarkan evolusi dan kepunahan hewan prasejarah.

Rudenko menggambarkan proses kehidupan purbawi ini dalam empat babak yang menggambarkan fase-fase kehidupan, dari fase awal garis keturunan vertebrata dari nenek moyang ikan hingga primata awal. Fokusnya adalah peristiwa kepunahan Kapur-Paleogen 66 juta tahun silam. “Hal ini menandai kekuasaan dinosaurus dan awal kekuasaan mamalia,” ucap koreografer berambut gimbal itu.

Pada babak pertama, ia menggambarkan kehidupan yang berlangsung di lautan dangkal yang hangat, memunculkan kehidupan kompleks yang dikenal sebagai Ledakan Kambrium. Lantas ditemukanlah Haikouichthys, hewan pertama yang diketahui dalam sejarah bumi memiliki tali tulang belakang sederhana, dua mata, dan mulut. "Ia nenek moyang semua vertebrata, nenek buyut semua ikan, amfibi, reptil, dinosaurus, burung, dan mamalia, termasuk kita," tutur Rudenko.

Pada babak kedua, penggambaran kehidupan berlangsung di rawa-rawa luas Superbenua Pangaea selama periode Karbon, di dunia yang dikuasai serangga raksasa. "Di sini kita menemukan Protoclepsydrops, amniota pertama-hewan berkaki empat yang baru berevolusi dari amfibi dan dapat bertelur dengan cangkang keras pertama," kata Rudenko. Protoclepsydrops adalah perintis asli dalam gerakan menuju daratan kering dan merupakan kakek buyut dari dua garis keturunan bersejarah reptil dan mamalia.

Adapun untuk babak ketiga, yang berlangsung di akhir periode Kapur, tersaji suasana hutan pesisir subur yang disebut Hell Creek. Di antara dinosaurus ikonik seperti Tyrannosaurus rex dan Triceratops, para ilmuwan menemukan Acheroraptor. "Pada suatu hari yang menentukan, sebuah asteroid raksasa menghantam bumi dengan kekuatan setara dengan miliaran bom atom. Di tengah serangan dahsyat dari tsunami dan badai api, dinosaurus yang megah, bersama 75 persen spesies di bumi, hilang ke dalam pusaran waktu," tuturnya.

Kelompok Purgatorius (primata pertama) berkumpul untuk saling memakan kutu dalam “Prehistoric Body Theater: Ghosts of Hell Creek - Pertunjukan Doktoral, tanggal 25 September, 2024 di Teater Besar Institut Seni Indonesia Surakarta". Istimewa

Lalu babak keempat berlangsung di awal periode Paleogen, di dunia yang terlahir kembali dari kehancuran massal. "Di hutan Hell Creek yang baru, di antara pepohonan yang baru berevolusi dan berbuah, kita menemukan Purgatorius, nenek moyang primata paling awal yang diketahui, termasuk kita," ucap Rudenko. Ia menambahkan, Purgatorius adalah leluhur langsung manusia yang berhasil bertahan dari kiamat alam, bergerak dalam siklus kehancuran dan pembaruan.

Dalam pertunjukan ini, para penari tidak mengenakan kostum, tapi melumuri tubuh mereka dengan tanah berlapis-lapis menggunakan unsur emas yang merupakan prostetik tambahan. Rudenko menjelaskan, tanah liat dipakai sebagai "kostum" karena fosil adalah tubuh yang menjadi batu. Fosil digali dari dalam batu tanah liat. Tanah liat juga mempunyai simbolisme elastis, bisa bertransformasi menjadi apa pun. Untuk menghidupkan koreografinya, ia memasukkan elemen musik gandrung Banyuwangi dari Jawa Timur yang dinamis dan ritmis.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Makhluk Purbawi dari Hell Creek"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus