PASAR Gondang Legi di Malang Selatan yang pernah terbakar 2
tahun lalu, kini sudah dibangun lagi. Biayanya cukup mahal bagi
sebuah proyek Inpres, yaitu Rp 68 juta. Tapi hasilnya juga
lumayan. Warga kota boleh berbangga hati, karena pasar ini
ternyata cukup bagus. Lebih-lebih karena letaknya berhadapan
dengan terminal bis.
Tapi persoalannya justeru muncul karena bangunan pasar yang
cukup bagus itu. Artinya, sesuai dengan bentuknya, harga tebusan
juga tak sedikit. Sehingga para pedagang lemah dan terdiri dari
para pedagang lama, menilai pasar itu terlalu mewah bagi mereka.
Sebuah petak berukuran 4 x 7 meter harus ditebus dengan Rp
770.000. Sedang untuk los dikenakan tarip Rp 5.000 per mÜßÿFDë'
Tak heran jika para pedagang melalui Persatuan Pedagang Pasar
Gondang Legi (P3G) meminta keringanan kepada Pemda Malang. Pihak
terakhir ini ternyata setuju. Tapi bukan dalam bentuk penurunan
tarip, tapi para pedagang diberi kesempatan untuk mencicil
selama 2 tahun, dengan uang muka 25% pada 6 bulan pertama. Para
pedagang setuju. Pasar yang semula kosong, mendadak penuh oleh
400 pedagang. Semua pribumi, kecuali 3 orang. Tampaknya semua
pihak merasa puas.
Tapi sudah 9 bulan berlalu, tiba giliran Pemda Malang yang
gelisah. Sebab janji para pedagang untuk membayar uang muka 25%
ternyata tak lancar. Para pedagang mengaku kelalaian itu karena
mereka merasa tak mampu. Akibatnya setiap kali para petugas
Pemda datang hendak menagih, terjadi kucing-kucingan. Para
pedagang pada lari. Barang dagangan ditunggui anak atau isteri
mereka yang selalu siap dengan jawaban "bapak sedang tidak ada"
kepada para petugas penagih. Tapi ada pula pedagang yang
mengelak membayar uang muka itu karena beranggapan pasar Inpres
tak perlu dibayar uang tebusannya.
Oknum
Menghadapi keadaan itu rupanya pihak Pemda Malang masih cukup
sabar. Belum terdengar ancaman maupun peringatan keras kepada
para pedagang. Apakah sikap lunak ini ada hubunannya dengan
kabar-kabar burung bahwa para pedagang punya senjata ampuh jika
pihak Pemda Malang bersikeras menuntut haknya. Senjata itu konon
mengenai adanya permainan terhadap kios-kios oleh sementara
oknum penjabat. Si oknum katanya telah berusaha mendapatkan kios
untuk dijual kepada pedagang dengan harga lebih tinggi. Benarkah
begitu? "Itu wewenang pak Wig," jawab drs. Marsoedi, Sekwilda
Kabupaten Malang. Yang dimaksud adalah Bupati R. Soewignjo yang
waktu itu memang sedang bersiap-siap hendak bepergian ke luar
negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini