Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Pasar mewah dan senjata

Pasar gondanglegi di malang yang pernah terbakar, dibangun kembali dengan biaya mahal. uang tebusan yang harus dibayar secara cicilan oleh pedagang, ternyata tak lancar. pemda malang masih bersikap lunak. (dh)

20 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PASAR Gondang Legi di Malang Selatan yang pernah terbakar 2 tahun lalu, kini sudah dibangun lagi. Biayanya cukup mahal bagi sebuah proyek Inpres, yaitu Rp 68 juta. Tapi hasilnya juga lumayan. Warga kota boleh berbangga hati, karena pasar ini ternyata cukup bagus. Lebih-lebih karena letaknya berhadapan dengan terminal bis. Tapi persoalannya justeru muncul karena bangunan pasar yang cukup bagus itu. Artinya, sesuai dengan bentuknya, harga tebusan juga tak sedikit. Sehingga para pedagang lemah dan terdiri dari para pedagang lama, menilai pasar itu terlalu mewah bagi mereka. Sebuah petak berukuran 4 x 7 meter harus ditebus dengan Rp 770.000. Sedang untuk los dikenakan tarip Rp 5.000 per mÜßÿFDë' Tak heran jika para pedagang melalui Persatuan Pedagang Pasar Gondang Legi (P3G) meminta keringanan kepada Pemda Malang. Pihak terakhir ini ternyata setuju. Tapi bukan dalam bentuk penurunan tarip, tapi para pedagang diberi kesempatan untuk mencicil selama 2 tahun, dengan uang muka 25% pada 6 bulan pertama. Para pedagang setuju. Pasar yang semula kosong, mendadak penuh oleh 400 pedagang. Semua pribumi, kecuali 3 orang. Tampaknya semua pihak merasa puas. Tapi sudah 9 bulan berlalu, tiba giliran Pemda Malang yang gelisah. Sebab janji para pedagang untuk membayar uang muka 25% ternyata tak lancar. Para pedagang mengaku kelalaian itu karena mereka merasa tak mampu. Akibatnya setiap kali para petugas Pemda datang hendak menagih, terjadi kucing-kucingan. Para pedagang pada lari. Barang dagangan ditunggui anak atau isteri mereka yang selalu siap dengan jawaban "bapak sedang tidak ada" kepada para petugas penagih. Tapi ada pula pedagang yang mengelak membayar uang muka itu karena beranggapan pasar Inpres tak perlu dibayar uang tebusannya. Oknum Menghadapi keadaan itu rupanya pihak Pemda Malang masih cukup sabar. Belum terdengar ancaman maupun peringatan keras kepada para pedagang. Apakah sikap lunak ini ada hubunannya dengan kabar-kabar burung bahwa para pedagang punya senjata ampuh jika pihak Pemda Malang bersikeras menuntut haknya. Senjata itu konon mengenai adanya permainan terhadap kios-kios oleh sementara oknum penjabat. Si oknum katanya telah berusaha mendapatkan kios untuk dijual kepada pedagang dengan harga lebih tinggi. Benarkah begitu? "Itu wewenang pak Wig," jawab drs. Marsoedi, Sekwilda Kabupaten Malang. Yang dimaksud adalah Bupati R. Soewignjo yang waktu itu memang sedang bersiap-siap hendak bepergian ke luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus