Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namanya menggetarkan dunia. Dia perempuan pertama Palestina yang membajak dua pesawat sebagai protes terhadap penjajahan Israel terhadap negerinya: Palestina. Dialah Laila Khalid, anggota Barisan Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP).
Aksi pertama dilakukan pada 29 Agustus 1969 dengan sasaran Boeing 707 milik maskapai Trans World Airlines bernomor penerbangan 840 dalam perjalanan Roma menuju Athena. Ia memaksa pilot mendarat di Bandar Udara Internasional Damaskus, Suriah, setelah terbang di atas Haifa, kota kelahirannya. Setelah semua penumpang dan awak pesawat turun, Laila dan timnya meledakkan pesawat itu.
Laila sempat ditahan aparat keamanan Suriah. Setelah bebas, ia melakukan operasi plastik pertama untuk menyembunyikan identitas. Tapi ia tak kapok. Misi keduanya berlangsung pada 6 September 1970.
Ia bersama Patrick Arguello, pria Nikaragua, membajak pesawat bernomor 219 dengan rute Amsterdam ke New York milik maskapai Israel, El Al. Nahas. Arguello tewas ditembak polisi Israel, sedangkan Laila diringkus dengan dua granat di tangan. Pesawat mendarat di Bandar Udara Heathrow, London. Ia dibebaskan pada 1 Oktober sebagai bagian dari pertukaran tahanan.
Politik bukan hal baru bagi Laila. Di usia 15 tahun, ia bergabung dengan Gerakan Nasionalis Arab yang dimotori George Habash pada 1940-an. Meski sempat mengecap pendidikan kedokteran di American University of Beirut, ia lebih tertarik pada politik. Laila masuk ke PFLP yang didiri-kan Habash setelah Perang Enam Hari 1967.
Dunia politik tak ditinggalkannya, meski ia sudah 62 tahun. Laila lahir di Haifa pada 9 April dan sempat mengungsi setelah Israel merebut kota itu dalam perang 1948. Ia kini menjadi anggota Dewan Nasional Palestina dan aktif di Forum Sosial Dunia.
Setelah bercerai dengan suami pertamanya, ia menikah dengan Dokter Fayez Rasyid dan tinggal bersama kedua anaknya, Badir dan Basyar, di Amman, Yordania. Ia juga mengajar bahasa Inggris di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Kuwait.
Lina Makboul, sutradara Swedia yang mengagumi keberanian Laila, membuat film dokumenter tentang kisahnya. Film berjudul Leila Khaled the Hijacker (2005) itu akan diputar di Jiffest mulai Senin ini.
Melalui telepon seluler Rabu lalu, Laila bertutur kepada Faisal Assegaf dari Tempo tentang kisah heroiknya itu. Hanya satu pertanyaan yang tak dijawab, yakni soal operasi plastik yang dilakukannya untuk menghindari kejaran aparat Israel.
Berikut petikannya:
Film dokumenter tentang Anda tengah diputar di Jakarta. Apa komentar Anda terhadap film dokumenter itu?
Saya pikir film itu sudah fokus pada perjuang-an rakyat Palestina dan menekankan peranan perempuan Palestina. Saya kira film itu sama baiknya dengan film dokumenter lain.
Apa pengaruh positif dari film itu?
Film ini dapat membantu memahami latar belakang perlawanan rakyat Palestina dan akan benar-benar menaikkan kesadaran orang soal perjuangan bangsa Palestina.
Apa tujuan pembajakan pertama Anda?
Kami ingin menarik perhatian masyarakat internasional mengenai keadaan menyedihkan yang dialami rakyat Palestina akibat penjajahan Israel yang masih terus berlangsung dan pengusiran yang dilakukan dari tanah air mereka.
Kenapa yang menjadi sasaran pesawat milik maskapai TWA?
Karena kami kira di antara penumpang pesawat itu terdapat Duta Besar Israel untuk Amerika Serikat, Yitzhak Rabin. Semula kami ingin menjadikan Rabin sebagai pertukaran bagi tahanan Palestina di penjara-penjara Israel. Kami bertujuan agar masyarakat internasional peduli dengan persoalan Palestina dan pada saat yang sama Israel bersedia melaksanakan kewajibannya melepaskan tawanan Palestina.
Berapa orang yang terlibat dalam pembajakan itu?
Kami hanya berdua bersama sahabat saya, Aman. Sayalah yang memimpin operasi itu.
Bagaimana perasaan Anda ketika itu?
Saya sangat senang bisa memimpin misi itu, dan ini sebuah kehormatan. Kami masing-masing dilengkapi dengan sebuah granat tangan dan sepucuk pistol.
Menurut Anda, pembajakan pertama itu berhasil?
Ya, misi itu berhasil dipenuhi. Kami berdua lalu menyerahkan diri ke polisi Suriah. Setelah ditahan selama 45 hari, kami dibebaskan.
Soal pembajakan kedua?
Pemimpin saya menugasi saya bersama tiga rekan lain. Namun, aparat keamanan bandara mencegah dua teman saya masuk. Jadi kami ha-nya berdua.
Ketika itu Anda sudah punya anak?
Saya belum menikah.
Apakah Anda pernah berniat melakukan bom bunuh diri?
Tidak sama sekali. Kenyataannya, tidak ada orang lain yang terluka. Kami diberi aturan ketat untuk tidak melukai siapa pun. Kami melakukannya tanpa korban.
Menurut Anda, pembajakan adalah taktik terbaik untuk melakukan perlawanan?
Untuk jangka waktu tertentu, ya. Tapi kini itu sudah tak berguna lagi.
Mana yang terbaik, melakukan perlawanan bersenjata atau diplomasi?
Saya percaya perjuangan dapat dilakukan dengan dua cara itu. Namun saya meyakini sejarah yang mengajarkan bahwa rakyat bisa menggapai kebebasan mereka melalui revolusi.
Apa kegiatan Anda sekarang?
Saya anggota Kongres Nasional Palestina. Saya juga anggota Polit Biro PFLP dan anggota Persatuan Umum Perempuan Palestina. Saya juga menyeimbangkan tugas-tugas berat itu dengan kepentingan keluarga.
Anda ingin kedua anak mengikuti jejak Anda?
Anak-anak saya punya hak memilih masa depan mereka, bukan saya yang menentukan. Kami keluarga demokratis.
Anda pernah kembali ke Haifa?
Saya tidak pernah kembali ke Haifa karena pengungsi Palestina dilarang pemerintah Israel berdasarkan Hak untuk Kembali.
Anda menyesal telah membajak dua pesawat?
Saya tidak menyesali perbuatan saya
Apakah Anda yakin Palestina bisa merdeka?
Tentu saja saya sangat yakin. Ini hanya tinggal menunggu waktu. Saya sangat percaya, jika rakyat Palestina terus berjuang, mereka akan mencapai itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo