Jakarta Good Food Guide 2002-2003
Penulis : Laksmi Pamuntjak
Penerbit : Pena Klasik, 2002
Tebal : 440 halaman
Orang Indonesia, khususnya warga Jakarta, memang semakin doyan makan-makan. Bukan saja tampak dari maraknya bisnis boga, tetapi juga terlihat dari diskusi yang makin serius tentang makan-makan itu sendiri. Apa yang ditulis Laksmi Pamuntjak dalam buku ini tepat sekali: bisnis makanan tidak mengenal krismon.
Tahun lalu, ketika Jakarta Good Food Guide 2001 terbit, saya segera membeli buku itu. Lucunya, segera sesudah itu, saya juga menerima kiriman hadiah buku yang sama dari beberapa teman. Terpaksalah hadiah itu dihadiahkan lagi kepada teman-teman lain yang belum memilikinya. Ini menunjukkan popularitas instan yang tengah dinikmati buku panduan ini, khususnya di antara para gastronom.
Jakarta Good Food Guide (JGFG) adalah sebuah lembaga baru yang membuat Jakarta naik pangkat di dunia kuliner. Mempunyai restoran-restoran bagus adalah satu hal, dan mempunyai panduan makan-makan adalah hal lain yang membuat sisi kuliner sebuah metropolitan lebih mantap.
Lanskap makan-makan di Jakarta memang sudah berubah total. Kenangan pedih pertengahan 1960-an, ketika sebagian besar warga harus makan bulgur dengan seiris tipis telur (sebutir telur yang dibelah delapan!) telah lama terkubur. Masih adakah warga Jakarta yang ingat restoran Vic's Viking di belakang Hotel Indonesia dengan hidangan buffet yang termasyhur pada awal 1970-an?
Sekarang orang Jakarta tidak lagi makan asal kenyang. Ada banyak anasir lain yang juga ingin dipuaskan: cita rasa makanan, suasana lingkungan, eksklusivitas, jenis pengunjung, dan juga prestise. Belakangan ini malah menguat dua kebutuhan lain, yaitu tersedianya minuman anggur dan tempat untuk mengisap cerutu. Untuk memenuhi tujuan-tujuan itu, tanpa panduan seperti JGFG 2002-2003, Jakarta—apalagi dengan kemacetan lalu lintasnya yang mencekik—akan menjadi belantara yang mengerikan. JGFG 2002-2003 adalah jembatan yang sudah memadai menuju layanan yang lebih canggih bagi para gastronom Jakarta.
Buku JGFG 2002-2003 membuat review lebih dari 550 restoran di seluruh Jakarta dengan 100 halaman lebih tebal dari pendahulunya. Panduan ini tentu saja juga menjelajahi lebih banyak restoran. Sebagai tambahan dari edisi sebelumnya, JGFG 2002-2003 juga memuat berbagai pilihan pembaca terhadap tempat makan-makan dan minum-minum favorit mereka (antara lain Baron Manansang, Addie MS, Tony Prabowo, Atika Shubert, Jason Tedjasukmana).
Dalam kata pengantarnya Laksmi memang mengatakan bahwa resensinya bebas dari pengaruh iklan. Tetapi tidak secara spesifik dinyatakan apakah ia dan para reviewers lainnya selalu membayar sendiri makanan yang dipesan—seperti halnya menjadi etika media internasional. Bisa dibayangkan betapa mahalnya proyek ini bila ternyata Laksmi dan teman-temannya harus membayar sendiri untuk setiap restoran yang dikunjungi. Katakanlah diperlukan rata-rata Rp 200 ribu per kunjungan, proyek ini menelan biaya "icip-icip" Rp 110 juta. Penentuan rata-rata itu sendiri sangat sulit mengingat kisaran fine dining dan casual eateries yang sangat lebar. Bagaimana mencari rata-rata antara ketoprak Jalan Ciragil yang cuma Rp 5 ribu per piring dan Kobe-beef steak di Ebeya yang Rp 1 juta per porsi?
JGFG 2002-2003 ini penting bagi mereka yang peduli untuk mengetahui tempat-tempat makan mana saja di Jakarta ini yang sekarang sedang naik daun. C's di Grand Hyatt (d/h Han, dan hingga sekarang masih mempertahankan reputasi bebek Peking-nya yang mak nyus), dan Cinnabar di Plaza Gani Djemat, masuk dalam daftar elite ini sebagai resto yang paling stylish di Jakarta. Padahal, pada review sebelumnya, Cinnabar justru tidak masuk hitungan. Sayangnya, beberapa tempat makan baru di Jakarta yang segera populer, seperti Kinara (resto India di Kemang) "terlambat" dibuka, sehingga tak sempat masuk dalam edisi ini.
Uniknya, buku ini juga mempunyai satu rubrik yang berjudul Fond Farewell, tribut untuk restoran-restoran yang hilang dari cakrawala Jakarta. Antara lain disebut Arirang, Chikuyo-Tei, Han, La Fontaine, Le Souffle, dan Marufuku. Tetapi mengapa hilangnya Kafe Tenda Senayan (KTS) tidak disebut di bagian ini? Atau, barangkali, KTS cuma mewakili sebuah mass kitsch yang kurang penting sebagaimana Laksmi mengategorikan Bale Air di Jalan Gatot Subroto?
Dan, mengapa pula buku ini ditulis dalam bahasa Inggris? Harus diakui, Laksmi adalah salah satu di antara sedikit orang Indonesia yang bisa menulis "seperti orang Inggris". Saya curiga Laksmi justru tidak mampu menulis dalam bahasa Indonesia dengan derajat plasticity dan smoothness yang sama untuk topik berkelas ini. Budaya makan Nusantara memang tidak terlalu kaya dalam idiom. Istilah "mak nyus" yang dipopulerkan Mas Kayam, misalnya, hanyalah satu dari sedikit idiom khas Jawa yang bisa menggambarkan sensasi makan. Laksmi boleh saja menganggap bahwa mainstream penggemar makan-makan adalah mereka yang mampu berbahasa Inggris. Mungkin Laksmi dan penerbitnya bisa menjawab tantangan untuk juga menerbitkan versi Indonesia dari panduan ini.
Buku ini diorganisasikan dalam struktur yang rapi, sehingga memudahkan pembaca mencari referensi dalam berbagai kategorisasi. Fine dining? Local favourites? Casual eateries? Italian? Moroccan?Acehnese? Semuanya mudah dicari dalam buku ini. Ancar-ancar harga per kepala juga dicantumkan. Barangkali, perubahan terbesar pada edisi 2002-2003 ini adalah pada indeks yang sekarang sudah mengacu pada nomor halaman, sehingga memudahkan pelacakan. Sebelumnya hanya merupakan urutan nomor berdasar abjad.
Mudah-mudahan Laksmi Pamuntjak dan teman-temannya belum kehabisan napas untuk membuat buku ini sebagai lembaga tahunan yang terbit pada awal tahun dan berlaku untuk tahun berjalan. Cepatnya perubahan lanskap makan-makan di Jakarta membuat kosmopolit Jakarta perlu panduan yang lengkap, rinci, dan bisa dipercaya.
Kalaupun kita belum punya panutan yang dapat dibanggakan di Jakarta, setidaknya kita sudah punya panutan dalam soal makan-makan. Apa perlu kita jadikan Laksmi Pamuntjak sebagai Gubernur Makan-Makan Jakarta? Selamat mengembara dengan Jakarta Good Food Guide 2002-2003!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini