Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Lebih suka di luar rumah

Pameran lukisan pelajar sla se-indonesia, dalam rangka sayembara dewan kesenian jakarta di tim diikuti 160 pelajar, masing-masing diwakili satu lukisan, tapi sebagian besar lukisan tidak memenuhi syarat dkj. (sr)

9 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG Pameran TIM, 22 sampai dengan 27 Agustus 1978 dipenuhi lukisan pelajar SLA se-Indonesia, dalam rangka Sayembara Dewan Kesenian Jakarta. Mereka yang ikut berjumlah 160 pelajar, masing-masing diwakili satu lukisan. Memang sulit menentukan karya seratus enampuluh pelukis yang masing-masing hanya diwakili oleh satu lukisan: pelukis mana yang terbaik. Tetapi dasar juri lagi untung. Sebagian besar lukisan tersebut ternyata tak memenuhi syarat yang digariskan DKJ, yakni tema "kehidupan di rumahku". Berarti obyeknya kalau tidak salah harus berada dalam rumah. Entah karena kurang teliti membaca pengumuman, rata-rata pelajar SLA kita membikin lukisan justru di luar rumah. Yang dari Ngawi, Trenggalek, lebih senang melukis sawah dan penjual tempayan. Yang dari Jakarta lebih gemar melukis situasi di kota. Dan anehnya karyakarya di luar rumah lebih spontan dan unik ketimbang yang di rumah. Mungkin karena semangat untuk lebih bebas. Juri sayembara pilihan Dewan Kesenian ini adalah pelukis-pelukis Baharudin MS, Suparto, dan yang termuda Danarto. Hasil juriannya jatuh pada Suwarsono, SPGN Pati (hadiah I), Sudarmono, SMAN II Yogyakarta (II) dan yang ketiga pelajar SMAN Tegal yang bernama Fajar Wahyudi. Ditambah hadiah hiburan: Dini Harijani (SKKA Madiun), Todo Panggabean (SMAN Tegal), Sujoko Widiandoko (SMAN Pekalongan) dan terakhir pelajar SPGN Klaten bernama FX Suparto. Asto Bantas, seorang peserta, dengan karya berwarna coklat kusam dengan bufet raksasa dalam kamar, menerangkan bahwa di SMAN Tangerang jurusan SoS tidak ada pelajaran menggambar bebas. Hal itu juga dialami seorang pelajar STM Jakarta. Tetapi mereka cukup tahu karya pelukis Affandi. Lalu dengan dorongan apa mereka berani ikut sayembara? Kebanyakan menyatakan hanya sekedar menyalurkan dan mentes hobi. Memang menilik gelagatnya, pelajar-pelajar SLA kita ini kurang bahan mentah seni rupa. Apresiasi yang diberikan pendidiknya saya kira sangat tidak memadai. Ini tampak dalam soal penguasaan material, yaitu cat air. Karya yang berlokasi di luar rumah (yang tak memenuhi syaratdi antaranya cukup mengejutkan. Ide-idenya segar dan spontan menangkap obyek yang dikenali dan digauli setiap harinya. Misal karya Rosmala Berlin, pelajar SMAN IV Jakarta. Lumayan dalam teknik, proporsl pun terJaga, penguasaan material dengan teknik plakat cukup bersih. Sempat menangkap suasana halaman sekolah. Ada penjual bakso, pedagang rokok kaki lima, mobil merah dan murid-murid yang asyik berkerumun. Karya yang senafas dan berimbang lagi milik Amin Mukmiri dari SMAN Boyolali. Dalam satu bidang digambarkan sekaligus berbagai peristiwa. Seperti ayah sedang baca koran, ibu memasak di dapur dan pemuda ngebut. Ini menarik komposisinya susun timbun, bak lukisan Mesir purba. Karya "di dalam rumah" ada juga yang baik dan imajinatif. Misalnya karya Megawati dari SMA RICCI Jakarta. Ia melukis sebuah piring yang dicuci pada kran berwarna merah yang meliuk bagai ular. Komposisi dan warna cukup harmonis, menumbuhkan kesan surealistis. Menurun Tetapi untuk menetapkan karya yang mendapat hadiah pertama, saya kira ada perhitungan tersendiri dari para juri. Karya pemenang I ini sangat kaku dalam bentuk, dan warnanya kusam pula. Ini menunjukkan pelukisnya kurang latihan dalam penguasaan bentuk. Tetapi mungkin karena lukisan ini menggambarkan anak yang sedang melukis ditunggui ibu dan adiknya, serta hadir pula meja yang mau ambruk, maka juri memenangkan .... Karya hadiah kedua kelihatan lebih baik dalam teknik daripada yang pertama. Warna-warna temaram dengan tekanan garis yang ritmis, ditopang bentuk yang kuat, hingga menjadi puitis. Sedang pemenang ketiga unik. Goresan kwasnya yang vertikal ritmis, membangun bentuk seorang tua yang sedang menunggu dalam warna yang temaram. Dini Hari Iani, kelihatan cukup memiliki referensi senilukis modern. Ia sudah kenal deformasi bentuk, dan kontras pengaturan warna terjaga. Syahdan jumlah peserta tahun ini menurun dibanding tahun lalu. Mungkin karena waktu yang tersedia lebih pendek. Lagipula yang terbanyak dari Jakarta -- kemudian Jawa Tengah dan Yogya. Sedang dari luar Jawa sangat sedikit. Apakah kegairahan melukis memang tidak ada? Selama ini pameran lukisan sebagian besar memang diselenggarakan di Jakarta dan Yogya, saja. Menurut Ajip Rosidi (DKJ), yang penting adalah dorongan dan bantuan para guru serta orangtua untuk menggalakkan minat, hingga sayembara ini akan menjadi tradisi tahunan. Melihat pengalaman kali ini, hemat saya sebaiknya pemilihan tema diperjelas dan diperbebas. Kesempitan tema yang diajukan -- bagi yang masih mencari-cari apa itu seni lukis -- akan sangat sukar. Ini bisa dimaklumi, karena apresiasi senilukis di daerah praktis macet. Sedang yang membikin aturan tinggal di akarta. Bagi mereka sendiri sih, tema yang sempit itu sudah dirasa besar. Hardi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus