Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Luka dan Ambivalensi Mata Yani

Perupa Sumatera Barat, Oktaviyani, menyajikan 19 lukisan dan patung yang bertolak dari pengalaman hidup mengalami kekerasan.

4 Juni 2023 | 00.00 WIB

Patung benang berjudul "Secret Desire" karya perupa Octaviyani dalam pameran tunggal bertajuk "Matayani" di Ruangdalam Art House, Bantul, Yogyakarta, 3 Juni 2023. TEMPO/Shinta Maharani
Perbesar
Patung benang berjudul "Secret Desire" karya perupa Octaviyani dalam pameran tunggal bertajuk "Matayani" di Ruangdalam Art House, Bantul, Yogyakarta, 3 Juni 2023. TEMPO/Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Oktaviyani mengetengahkan pengalaman personal yang tragis dalam karya-karyanya.

  • Kekerasan dari mantan kekasihnya melahirkan sejumlah karya dengan suasana getir.

  • Karya lain menyajikan pengalaman mengalami perisakan pada masa kecil.

Sayatan-sayatan melintang pada tiga kanvas lukisan seperti sedang melukai gadis-gadis berwajah sendu. Setiap pasang bola mata memancarkan kesenduan dalam kelir yang berbeda. Dalam warna rambut yang semarak, yakni biru, ungu, merah, oranye, kuning, cokelat, dan hitam, wajah para perempuan itu terlihat muram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tengoklah satu dari tiga lukisan berjudul Open Your Heart berbahan cat minyak di atas kanvas. Satu bola mata seorang gadis meneteskan darah pada lukisan berukuran 95 x 14 sentimeter itu. Benang tak beraturan menjuntai di bawah kanvas itu. Dari kejauhan, sobekan pada kanvas itu tampak membetot perhatian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Perupa asal Sumatera Barat, Oktaviyani, memamerkan karya itu dalam tajuk "Matayani" di Ruangdalam Art House, Yogyakarta, 24 Mei sampai 7 Juni 2023. Pameran tunggal yang menyajikan 19 lukisan dan patung ini bertolak dari pengalaman hidup Oktaviyani yang mengalami kekerasan oleh mantan kekasihnya empat tahun lalu.

Perempuan mendominasi obyek lukisannya. Orang seperti dibawa dalam dunia fantasi lewat figur lukisan dengan sorot mata kuat yang terbuka lebar. Jebolan seni lukis Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu menggunakan tokoh rekaan, yakni gadis berambut keriting bernama Arabella, pada lukisannya. Arabella dalam bahasa Latin berasal dari kata orabilis yang berarti doa.

Arabella adalah figur perempuan yang berperan sebagai sahabat dan refleksi diri Oktaviyani. Gadis itu sosok yang menjadi bayangan masa lalu. Sahabatnya itu dia jadikan sebagai harapan untuk membuat batin menjadi baik, bersahabat, dan menerima diri apa adanya. “Berdamai dengan masa lalu. Arabella hadir sebagai doa,” kata Oktaviyani ketika ditemui di Ruangdalam Art House, Sabtu, 3 Juni 2023.

"Tell Me a Story" karya perupa Octaviyani dalam pameran tunggal bertajuk "Matayani" di Ruangdalam Art House, Bantul, Yogyakarta, 3 Juni 2023. TEMPO/Shinta Maharani

Selain Open Your Heart, dua karya lain yang mewakili kegelapan hidup dia berjudul Whisper of Heart dan Tell Me A Story. Tiga karya yang dipajang dalam ruangan yang sama itu dia ciptakan pada 2018, setahun sebelum dia mengalami kekerasan.

Tiga lukisan itu semula dia siapkan bersama tujuh lukisan lain untuk pameran tunggal pada 2019. Namun pameran tersebut batal digelar karena mantan pacarnya itu murka setelah bertengkar hebat dengannya. Oktaviyani memutuskan hubungan dengan laki-laki itu dan dia marah. Tidak terima dengan keputusan Oktaviyani itu, pria tersebut meluapkan kemarahannya dengan menyayat 10 lukisan menggunakan pisau cutter di rumah kontrakan yang dia jadikan sebagai studio seni di Kabupaten Bantul.

Hampir seluruh lukisan itu rusak parah sehingga Oktaviyani tidak jadi berpameran. Karena batal berpameran dan telanjur membuat kontrak dengan galeri tempat pameran, Oktaviyani harus mengganti kerugian galeri dengan membuat enam lukisan baru. Padahal dia mengalami tekanan, trauma berat, dan harus menjalani pendampingan psikologis selama hampir dua tahun.

Perempuan penyuka kucing itu menyelamatkan diri saat mantan pacarnya mengancam membunuh dia. Oktaviyani harus berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dan mengganti nomor ponselnya.

Menurut perempuan berusia 28 tahun itu, benang dia tambahkan dalam kanvas sebagai simbol kekusutan hidup. Adapun bekas sobekan itu menggambarkan pengalaman kelam yang menyisakan luka. Dia menjahit sayatan dalam tiga lukisan itu. “Sayatan gambaran luka. Hidup tak selamanya berjalan mulus,” tutur dia.

Oktaviyani tak mau larut dalam kegelapan dan kegetiran. Hidup harus terus berlanjut. Empat bulan setelah peristiwa itu, dia kembali melukis. Mendapat dukungan dari keluarga dan teman-teman perupa Padang, di antaranya Gusmen Heriadi dan perupa asal Gorontalo, Syam Terrajana, dia bangkit dan kembali berkarya. Pengalaman pahit itu justru memunculkan gagasan bagi dia untuk mewujudkan pameran tunggal perdananya.

Kegetiran juga muncul pada karya patung yang menggunakan bahan benang berjudul Secret Desire. Patung itu hanya berupa kepala gadis berambut panjang. Dua bola mata gadis itu bulat dan membelalak dengan kelir yang berbeda. Bola mata kanan berwarna biru dan kiri cokelat. Wajah perempuan itu kemerahan dengan hidung dan bibir berwarna merah merona.

Menurut Yani, dua bola mata berbeda warna itu merupakan gambaran sisi baik dan buruk manusia. Warna-warna cerah pada lukisannya memberi kesan ceria untuk menyamarkan kesedihan. Warna mewakili setiap karakter yang menggambarkan jiwa perupa. Kelir biru yang dominan pada karya Oktaviyani, misalnya, melukiskan karakter Arabella dan harapannya.

Perupa Octaviyani dan karyanya yang berjudul "Open Your Heart" dalam pameran tunggal bertajuk "Matayani" di Ruangdalam Art House, Bantul, Yogyakarta, 3 Juni 2023. TEMPO/Shinta Maharani

Selain rambut dan mata, warna biru digunakan pada kostum, langit, dan air. Warna biru itu menggambarkan watak dingin, pasif, melankolis, sayu, sendu, sedih, tenang, mendalam, dan cerah.

Figur imajiner itu, menurut Oktaviyani, tak lepas dari pengalaman masa kecil. Saat bocah, dia kerap mendapat perisakan. Dia tumbuh sebagai perempuan bertubuh kurus, pendek, dan berambut keriting yang membuatnya tidak percaya diri. Dia sering kali mendapatkan olok-olok karena tubuhnya yang tidak ideal. Oktaviyani hidup sebagai perempuan pendiam, menyukai ketenangan, dan cenderung menghindari keramaian.

Bola mata besar dan berbeda warna menjadi pusat dari karya-karya teranyar yang dia ciptakan pada 2022-2023. Seluruh karyanya bergaya surealisme, menampilkan obyek nyata dalam kondisi yang tidak mungkin di dunia nyata atau seperti dalam mimpi.

Dia menyebut visualisasi karyanya terinspirasi oleh pelukis Amerika Serikat yang mendapat julukan bapak surealisme pop, Mark Ryaden. Karya Mark Ryaden kerap menampilkan suasana sendu, suram, dan misterius. Tapi karya-karya itu tetap indah dan segar dinikmati.

Penulis pameran itu, Yaksa Agus, dalam pengantar kuratorialnya menyebutkan, mata pada lukisan Oktaviyani menunjukkan sesuatu yang dihadapi, yakni dunia mimpi, nyata, realistik, dan surealistik. Fragmen rasa sedih, pedih, tertekan, ketakutan, dan teror hadir dalam ekspresi Yani—sapaan akrab Oktaviyani—dengan penuh tatapan matanya.

Pada karya berjudul A Confession yang berukuran 140 x 90 sentimeter berbahan cat minyak di atas kanvas misalnya, Yani membuat pengakuan melalui bahasa visual. Karya bertarikh 2023 itu meminjam sosok Arabella yang bergaun putih dan berpose diam dengan mata terbuka lebar dan tatapannya dingin.

Dengan berusaha tersenyum, walaupun tampak ada luka kecil di hidungnya, ada sesuatu yang ingin dikisahkan. Kedua tangan mendekap jantung berwarna merah menyala dengan tangan kanan menggenggam gunting.

Tema "Matayani" menggambarkan harapan. Karya Yani, menurut Yaksa, tak sekadar menata dan memadukan warna serta menghadirkan selera, tapi juga perwujudan katarsis yang emansipatoris yang mampu membebaskan dirinya. Oktaviyani tidak cuma mengajak membuka mata lebar-lebar, tapi juga membuka mata hati dan pikiran. “Terus menjelajah dan menemukan daya hidup.”

SHINTA MAHARANI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus