Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Malam Milik Steve Howe

Energi Yes disuntik vokalis baru yang suaranya mirip Jon Anderson. Tapi penampilan Steve Howe-lah yang membuat band ini masih mempesona.

30 April 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA mengenakan baju tanpa kerah lengan panjang gaya India. Suaranya halus. Karakternya begitu feminin.

Dengarlah saat ia menyanyikan Starship Trooper, lagu bertema visioner yang diciptakan Yes pada 1971 yang berkisah tentang perjalanan rohani. Sebuah pesawat luar angkasa mengarungi antariksa yang kosong. Sepanjang perjalanan, ia melewati misteri demi misteri. "Sister blue bird flying high above, shine your wing toward sun, hide mysteries of life on your way...."

Warna suara dan aksi panggung Jon Davison, 40 tahun, yang dipilih Yes menjadi vokalis utama sejak Februari lalu, mengingatkan kita pada pendiri dan vokalis utama Yes pada 1970-an, Jon Anderson. Davison mengikuti tur Yes dari Jepang, Selandia Baru, Australia, sampai Ballroom The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta.

"Sejak umur 8 tahun, saya sudah menjadi penggemar Yes," kata Davison saat konferensi pers sehari menjelang pentas pada 24 April lalu. Saat manggung, dia bagai duplikat Jon Anderson tatkala muda. Orang bisa beranggapan Davison tak berani menjadi dirinya sendiri. Ia masih belum bisa membebaskan diri dari bayang-bayang Anderson. Ia masih seperti penyanyi sejumlah band tribut Yes. Namun orang juga bisa melihat penampilan bagai Jon Anderson-lah yang dibutuhkan oleh anggota lama Yes. Karakter suara vokalis baru yang tak beda jauh dengan Jon Anderson itulah yang membuat Yes bertahan.

Ini adalah pentas Yes untuk mempromosikan album terbaru mereka, Fly from Here, yang dirilis tahun lalu. Yes didirikan pada 1968. Grup ini sering berganti formasi. Anggotanya keluar-masuk. Formasi terakhir yang bertahan adalah Chris Squire, 64 tahun, Alan White (63), Steve Howe (65), dan Geoff Downes (60). Untuk Fly from Here, mereka memilih Benoit David, 45 tahun, vokalis asal Kanada. Memang suaranya mengingatkan pada Jon Anderson. Namun, setelah Benoit sakit dan mengundurkan diri, Yes menemukan vokalis Amerika yang karakter suaranya lebih mirip Anderson dibanding Benoit, yaitu Jon Davison.

Penampilan Davison di Jakarta adalah sebuah uji coba. Squire, Howe, White, dan Downes tampak ingin mengembalikan roh kelompok musik itu. Yes dikenal sebagai band progressive rock yang unik. Komposisi-komposisinya panjang, sarat kelokan kor, permainan tempo, dan orkestrasi klasik. Yes mengembangkan genre symphonic prog. Kekhasan ditambah Anderson, yang memiliki warna suara ethereal, "suara malaikati", nada suara yang seperti turun dari langit. Kelompok ini tumbuh saat gelombang new age melanda Eropa. Anak-anak muda Eropa menolak kolonialisme—dan berpaling pada kearifan peradaban-peradaban yang "hilang". Mereka mencari visi-visi baru tentang dunia.

Jon Anderson, kita tahu, tergila-gila pada sejumlah novel karya antropolog Amerika, Carlos Castenada. Novel-novel Castenada bercerita tentang dunia mitologi, kekuatan-kekuatan kuno, dan petualangan mistik. Anderson juga banyak mereguk inspirasi dari khazanah Hindu kuno, seperti pengetahuan suci Weda. Ingat album kuat mereka, Tales from Topographic Oceans (1973), yang bertolak dari pembacaan Anderson atas otobiografi seorang yogi bernama Paramahansa Yoganada. Lagu pertama dari album itu berjudul sangat "mistik": The Revealing Science of God.

Gambar album Yes garapan Roger Dean—yang rata-rata surealis—makin mengukuhkan fantasi musikal Yes (baca tulisan soal Roger Dean). Tiap anggota Yes juga dikenal memiliki perhatian pada sastra dan dunia spiritual. Pemain keyboard Rick Wakeman pernah membuat album Journey to the Center of the Earth, yang bertolak dari novel Jules Verne. Adapun Steve Howe menjadi vegetarian sejak 1972 dan melakukan meditasi transendental sampai kini.

Maka Yes bukan sekadar band, melainkan suatu visi. Mereka memiliki "ideologi". Dan "ideologi" tersebut yang tak terasa malam itu. Pementasan Yes tak membangkitkan imajinasi kita tentang pencarian-pencarian kelompok ini ke wilayah-wilayah "alam fantasi" itu. Vokalis baru Yes belum cukup mampu mendongkrak dan memberi nyawa baru bagi band itu. Ia masih sekadar pada taraf melantunkan dengan baik lagu-lagu Yes.

Malam itu pentas dibuka dengan Yours is No Disgrace. Sebagai pilihan pertama, lagu ini cukup mengentak. Lagu berikutnya Tempus Fugit dan I've Seen All Good People. Dua lagu itu membawa penonton makin hangat. Apalagi kemudian mengalun lagu Life on a Film Set dan And You and I. Penonton, yang rata-rata mungkin sejak sekolah menengah pertama mendengarkan Yes, terasa diajak menapaktilasi. Semuanya enak didengar, memberi kepuasan bagi yang sekadar ingin bernostalgia, tapi belum sampai membawa kita masuk ke wilayah-wilayah tak terduga yang membuat kita merinding, kaget, tergetar. Raksasa Yes itu tetap raksasa, tapi daya atau energi karismatiknya kurang menggumpal malam itu. Suasana ballroom yang tak cocok dengan pementasan progressive rock mungkin memberi pengaruh.

Pentas Yes terselamatkan oleh penampilan Steve Howe. Dari anggota lama Yes yang bertahan, sosoknya tampak paling ringkih. Ia terlihat seorang tua yang kurus dan tirus. Pakaiannya rapi. Howe mengenakan kemeja lengan panjang. Ia berkacamata dan rambutnya tergerai sebahu. Ia lebih seperti seorang pegawai negeri atau guru. Tapi dialah bintang malam itu. Ia bergantian memainkan gitar elektrik dan akustik. Saat Howe memainkan lap steel guitar—alat musik yang bentuknya seperti kecapi elektrik—kita segera tahu dari alat itu muncullah suara gaung yang banyak mewarnai lagu lama Yes di Close to the Edge.

Howe malam itu memikat penonton dengan gitar solonya. Komposisi Solitaire dari album Fly from Here dan Clap dari Yes Album (1971) dimainkannya dengan energetik. Ia gitaris rock dengan cita rasa yang kuat. Ia seorang otodidaktik yang ingin membaurkan vokabulari klasik dengan rock, jazz, dan country.

Nomor panjang Fly from Here sendiri dimainkan selama 25 menit. Lagu ini terdiri atas enam bagian komposisi: Overture, We Can Fly, Sad Night at the Aurfield, Madman at the Screens, Bumpy Ride, dan We Can Fly (Reprise). Materi utama lagu ini sebenarnya ciptaan Geoff Downes saat ia masih anggota band The Buggles sebelum bergabung dengan Yes pada 1980. Pada nomor ini, Downes tampak lebih atraktif. Sedangkan pada nomor-nomor lama yang bukan ciptaannya, dia bermain standar, tidak berani melakukan eksplorasi. Penampilan Downes masih kalah energetik dengan Rick Wakeman, yang pernah manggung di Jakarta beberapa waktu silam.

Howe bergabung dengan Yes pada April 1970. Ia lalu banyak berduet dengan Jon Anderson, membuat sejumlah komposisi. Intro lagu Yes banyak hasil gubahan dia. Saat penonton meminta encore dan Howe keluar membunyikan gitarnya, cring, mereka langsung mengetahui itulah intro lagu "sakti": Roundabout. Steve Howe-lah yang menyambungkan Yes versi 2012 malam itu dengan ingatan kejayaan Yes pada 1970 dan 1980-an. Setelah itu, mengalun Wonderous Stories, Heart of the Sunrise, dan Owner of a Lonely Heart.

Ia menyuguhkan kepada publik Jakarta bahwa Yes tak mati. Tempus Fugit non autem memoria, kata peribahasa Latin. Waktu berlalu, tapi tidak memori kita. Howe yang menjaga kenangan kita akan "kekudusan" Yes.

Seno Joko Suyono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus