Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Manusia butuh simbol

Pengarang : ernst cassirer alih bahasa : alois a nugroho jakarta : gramedia, 1987 resensi oleh: lorens bagus.

13 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN. SEBUAH ESEI TENTANG MANUSIA Oleh: Ernst Cassirer Alih bahasa: Alois A. Nugroho Penerbit: PT Gramedia, Jakarta, 1987, 368 halaman ERNST Cassirer berasal dari sekolah Neo-Kantianisme aliran Marburg. Ini penting diketahui untuk memahami latar belakang jalan pikiran pengarang buku ini. Aliran yang arahnya idealisme itu muncul di Jerman pada paruh abad ke-19. Mereka sering memperkenalkan slogan "Kembali ke Immanuel Kant". Memang, ciri aliran ini ialah usaha mengembangkan idealisme dan metaisik Kant. Neo-Kantianisme tersebar di Jerman, Prancis, Italia, juga di Rusia. Di Jerman aliran ini mendapat bentuknya yang paling nyata dalam dua kelompok: Marburg dan Freciburg. Cassirer termasuk dalam aliran Marburg. Perhatian khusus kelompok Freiburg ialah interpretasi yang idealistis mengenai konsep ilmiah dan kateori filsafat, yang dipandang sebagai konstruksi-konstruksi logis. Membaca karya Cassirer seperti Philosophy of Symbolic Forms dan Manusia dan Kebudayaan -- sebagai usaha memopulerkan Philosophy of Symbolic forms -- berarti mencari prinsip-prinsip dasar filsafatnya. Terdapat pula prinsip yang selalu kembali, khususnya dalam Manusia dan Kebudayaan, yaitu tekanan akan kedudukan "gnoseologis/epistemologis" dari fungsi pemikiran kritis ketimbang hasilnya. Selain itu, juga kegiatan simbolik sebagai dasar dari aneka ragam perwujudan, di mana kebudayaan manusia diaktualisasikan. Kegiatan simbolik semakin jauh dari pengalaman langsung indrawi dan alamiah, menghasilkan skema-skema konseptual yang otonom (hal. 104 dst). Definisi klasik mengenai manusia sebagai animal rationale dimodifikasi (dikoreksi dan diperluas) dengan definisi animal symbolicum (hal. 39-41). Inilah antropologi filosofis Cassirer. Tapi tak dapat dikatakan bahwa ia menolak kedudukan manusia sebagai animal rationale. Tanpa adanya rationalitas dalam diri manusia, ia tak mampu melihat rangkaian simbolik dan menciptakan simbol-simbol. Cassirer sebenarnya menggarisbawahi kenyataan bahwa manusia adalah makhluk simbolik -- justru karena ia makhluk rasional. Dengan mengikuti garis Neo-Kantianisme, konsep manusia sebagai anymal symbolicum merupakan sebuah kategori metafisik dalam filsafat kebudayaan Cassirer. Simbolisme merupakan tanda pembebasan dari ikatan biologis-fisik dan soal-soal praktis, hingga dunia yang biologis menjadi sebuah 'dunia ideal' yang dijanjikan oleh agama, kesenian, filsafat dan ilmu pengetahuan (hal. 62). Dengan gaya seorang idealis subyektif, Cassirer mengatakan bahwa realitas fisik seolah-olah menarik diri, ketika kegiatan simbolik maju. Manusia tidak berurusan dengan benda dalam dirinya sendiri, tapi dalam arti tertentu ia berhadapan dengan dirinya sendiri. Ia menyelimuti dirinya rapat-rapat dengan bahasa, seni, lambang-lambang mistis dan agama (hal. 39). Manusia hidup dalam dunia simbolik. Bahasa, mitos, seni dan agama merupakan bagian dunia simbolik itu. Semuanya menjadi jaring-jaring simbolik, tali-temali yang rumit, benang-benang halus simbolik dalam pengalaman manusia (hal. 39). Lebih lanjut Cassirer menekankan bahwa intelek manusia membutuhkan simbol. Pengetahuan manusia pada hakikatnya pengetahuan simbolik. Pemikiran simbolik memuat dua unsur yang rasanya bertentangan: yang riil dan yang mungkin, yang aktual dan yang ideal. Dengan mengikuti jalan pikiran Kant, Cassirer menekankan kembali bahwa kedua hal itu merupakan dualisme dalam kondisi dasar pengetahuan manusia (hal. 85). Ada alur yang tenang dalam buku ini. Teori mengenai bentuk simbolik, mengharmonisasikan atau "mengamankan" dualisme dalam pemikiran manusia. Cassirer dalam buku ini tidak membeberkan hal-hal mendasar tentang kebudayaan yang dinilainya tetap sebagai hasil budi daya manusia. Pembahasan Cassirer yang baru tentang kebudayaan ialah bahwa ia melihat dari segi kegiatan simbolik. Hal itu pasti mempesona mereka yang bergelut dengan filsafat kebudayaan atau masalah kebudayaan pada umumnya. Dalam pada itu, ada kelebihan dan sekaligus keterbatasan Cassirer. Ia melihat perkembangan kebudayaan dari segi simbolisme. Ia bagaikan tukang masak yang pandai membuat harmonisasi berbagai macam kegiatan rohani manusia dengan acuan kepada simbolisme. Bila tak disadari, kita dapat jatuh dalam paham idealisme dan formalisme tentang kebudayaan. Perlu dicatat, usaha menerjemahkan buku ini sangat penting untuk perkembangan filsafat kebudayaan. Penerjemahnya cukup kreatif. Ia, misalnya, memperkenalkan kata-kata seperti mulur-mungkret (hal. 115 dan 123) dan konco-koncoan (hal. 286). Tapi sayang tidak diberi catatan kaki tentang asal-usul dan arti kata-kata itu. Sementara itu, perubahan judul (aslinya An Essay on Man: An Introduction to a Philosophy of Human Culture) perlu dipertanyakan. Buku ini memang menekankan esei tentang manusia, lalu ditarik ke masalah kebudayaan. Itu sebabnya buku ini disebut "pengantar ke filsafat kebudayaan" -- dan bukan "manusia dan kebudayaan". Sebab, dalam buku ini tidak ditemukan pembahasan tentang kebudayaan manusia secara khusus, seperti yang kita bayangkan dari judul Indonesianya. Dari segi filsafat, buku ini penting untuk memahami dasar filsafat manusia, filsafat pengetahuan, dan filsafat kebudayaan. Juga sebagai bahan bandingan untuk ajaran-ajaran filosofis yang lain dalam bidang yang sama. Lorens Bagus, Dosen Filsafat STF Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus