Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Mati ketawa cara kedua

Jakarta : pustaka grafiti pers, 1987 resensi oleh: rachman tolleng dan herry komar.

5 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATI KETAWA CARA RUSIA (2) Penerbit: PT Pustaka Grafitipers, Jakarta, 1987, 85 halaman. SUATU gejala yang menarik bahwa masyarakat Indonesia lagi keranjingan humor. Segera setelah sukses besar Mati Ketawa Cara Rusia (1), bagaikan jamur di musim hujan, beraneka ragam buku humor bermunculan. Diperkirakan, hingga akhir Agustus 1987 tidak kurang dari 46 judul yang beredar di pasaran. Fungsi humor membuat manusia tertawa. Namun, humor lebih dari sekadar kemampuan mengungkapkan suatu gurauan atau cerita yang jenaka. Untuk gampangnya, barangkali perlu dibedakan antara humor dengan "h" kecil dan Humor dengan "H" besar. Yang pertama semata-mata mengeksploitasi naluri-naluri rendah manusia, sedang yang kedua adalah humor yang mempunyai nilai tambah bagi penanggapnya. Ia adalah jenis humor yang membuka pikiran serta menambah pengenalan manusia terhadap sekitarnya maupun kepada lingkungan budaya lain. Maka, ketika mulut dibungkam untuk bicara kebenaran, orang lalu mencari kanal lewat humor. Tak heran kalau di negeri totaliter, seperti Rusia dan negara satelitnya, humor, terutama lelucon politik, tumbuh subur. Rasa humor yang tinggi di suatu masyarakat adalah cermin daya tahan anggota masyarakat itu terhadap semua kepahitan dan kesengsaraan. Lelucon berikut menunjukkan hal itu dengan nyata. Pada suatu hari, ketika Rusia dilanda krisis pangan, Brezhnev terbang di atas Kota Moskow dengan helikopter. Ia ingin melihat pelaksanaan penyaluran bantuan untuk rakyatnya. Melihat antrean rakyat untuk mendapatkan jatah gandum panjang sekali, ia memutuskan untuk kembali ke rumah, mengambil tiga kantung uang. Brezhnev merasa, dengan cara itu ia bisa meringankan beban rakyatnya. "Kita kembali ke tempat antrean tadi," perintahnya kepada pilot helikopter. Tepat di atas antrean itu, Brezhnev menyebarkan uang yang dibawanya dari rumah. Rakyat pun bersorak, "Hidup Brezhnev. Hidup pemimpin Rusia yang Agung." Brezhnev tersenyum. "Hanya dengan tiga karung uang saja saya telah memberikan kegembiraan yang besar kepada rakyat," kata Brezhnev kepada pilot helikopter. "Itu baru kegembiraan kecil, Kamerad," ujar si pilot. "Kegembiraan kecil?" tanya Brezhnev geram. "Tidakkah kamu dengar mereka memuji-muji diriku?" "Betul," kata si pilot. "Tapi, mereka akan lebih memuji lagi, jika tadi Kamerad ikut terjun." Terkadang humor mengambil bentuk lelucon yang mengajukan kritik tajam. Di Indonesia, pada awal 1970-an, misalnya, pernah populer istilah KUHP dan SUMUT. Aslinya, akronim itu berasal dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Sumatera Utara. Tapi, di mata anggota masyarakat yang merasa jengkel terhadap ulah aparat yang suka melakukan pungli (pungutan liar), KUHP berarti Kasih Uang Habis Perkara, dan SUMUT berarti Semua Urusan Melalui Uang Tunai. Sikap aparat pemerintah yang kaku di mana-mana merupakan salah satu sasaran empuk untuk dijadikan bahan lelucon. Ia muncul jadi lelucon, sebagian karena takut, sebagian semoga segera mendapatkan yang lain. Simaklah humor berikut: Suatu hari Lenin mengunjungi sebuah sekolah untuk menjajaki patriotisme para murid. Ia memanggil salah seorang diantara murid-murid itu maju ke depan. "Siapa namamu?" tanya Lenin. "Vladimir, Kamerad." "Siapa ayahmu?" "Ayah saya adalah Uni Soviet." "Anak pintar. Dan, siapa ibumu?" "Ibu saya adalah Partai Komunis." "Bukan main," ujar Lenin memuji. "Dan apa cita-citamu setelah dewasa nanti?" "Menjadi anak yatim piatu." Kemampuan menertawakan diri sendiri, tapi pahit -- pertama diperkenalkan Anton P. Chekov dalam komedi farce-nya -- merupakan kunci kelangsungan hidup bangsa Rusia. Mereka telah mengenal dirinya, sehingga mampu melihat peri laku aneh dalam dirinya sendiri. Mereka tak puas terhadap ketimpangan dalam masyarakat Uni Soviet, tapi tidak meratapinya. Mereka justru menuangkannya ke dalam cerita humor. Dan humor telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan mereka. R.T. & H.K.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus