Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sky Fighters (Les Chevaliers du ciel)Pemain: Benot Magimel, Clovis Cornillac, Geraldine Pailhas, Philippe Torreton, Alice TaglioniNaskah: Gilles Malenon (skenario), Jean-Michel Charlier, Uderzao (komik)Sutradara: Gerard PiresProduksi: Mandarin Films (2005)
Top Gun for a new generation.
Sebuah film selalu punya cara untuk menjajakan diri. Mengidentikkan diri dengan film terdahulu yang laris adalah salah satu cara klise yang paling sering dipilih. Sky Fighters tampaknya berlindung di balik popularitas Top Gun (1986) karya Tonny Scott, yang telah telanjur menjadi ikon film-film bertema "pertempuran udara". Produser film ini tinggal memberi embel-embel "untuk generasi baru".
Tapi, apa yang baru dalam film garapan Gerard Pires ini? Bintang mencorong seperti Tom Cruise dalam Top Gun? Tak ada. Adegan-adegan dogfight pun nyaris hampir sama seperti dalam film-film jenis ini: aksi saling kejar, manuver-manuver di udara, pamer teknologi baru, plus ketegangan sang pilot saat harus memutuskan menembak jatuh lawan. Sejak sebelum Top Gun hingga Stealth (2005) garapan Rob Cohen, adegan pertarungan di udara, ya, masih begitu. Lalu, apa nilai lebihnya?
Sky Fightersberjudul asli Les Chevaliers du ciel (lebih tepat berarti Para Kesatria Angkasa)adalah film Prancis. Film-film dari negeri ini biasanya memiliki keunikan pada teknik long shot pengambilan gambar mereka. Kedua, film ini diangkat dari komik karya Jean-Michel Charlier dan Uderzo. Nama komikus terakhir ini sudah sangat populer lewat komik Asterix.
Pires rupanya tak tergoda menyuguhkan satu hal yang sesungguhnya sangat menantang: menampilkan kisah pertarungan antarpesawat tempur dengan cara komikal. Sutradara Taxi (1998) ini juga meninggalkan ciri "sinema Prancis" dan memilih menyuguhkan gambar-gambar cepat ala karya Scott.
Kisah dan pilihan jenis pesawat menjadi pembeda Pires. Sementara Scott memajang keunggulan F-14 yang merontokkan MiG, Pires mengeksplorasi kehebatan Mirage 2000, pesawat tempur kebanggaan Prancis. Dalam kompetisi "Cannonball" di film ini, sebuah ajang adu cepat dan adu ketangguhan melintasi benua, Mirage 2000 D digambarkan begitu kukuh dan siap bertarung dengan F-16.
Tak mengherankan jika angkatan udara Prancis mendukung habis-habisan pembuatan film ini. Stuntmen film adalah pilot-pilot tempur betulan dari angkatan udara. Beberapa pesawat Mirage unggulan dikeluarkan. Pemerintah juga memberi izin khusus, mempersilakan para kru mengambil gambar langsung eksibisi udara Mirage 2000 dalam perayaan Bastille Day pada 14 Juli.
Nilai plus Pires ada pada keberaniannya untuk sama sekali tak memakai efek komputer (computer-generated imagery). Ia memasang beberapa kamera digital yang bisa dikendalikan dari jarak jauh langsung di badan salah satu pesawat Mirage. Dua pesawat Mirage terbang bersama-sama pada ketinggian 150 meter (terlalu rendah untuk pesawat tempur), dengan jarak pesawat yang berdekatan, dan dengan pelbagai formasi yang dilakukan secara bersama-sama. Gambar-gambar panorama udara, pegunungan, dan darat, yang seolah-olah tampak dari dalam Mirage, diambil dari sebuah pesawat carter.
Dengan gambar-gambar realis itu, Pires membangun cerita. Kisahnya tentang persahabatan dua orang kapten pilot, Antoine "Walk'n" Marchelli (Benot Magimel) dan Sebastien "Fahrenheit" Vallois (Clovis Cornillac). Suatu kali sebuah Mirage 2000 raib di ajang British Air Show. Marchelli dan Vallois, yang sedang berpatroli, memburu pesawat itu. Marchelli memutuskan menembak pesawat seharga 40 juta euro itu setelah melihat pesawat Vallois terancam.
Insiden penembakan itu menjadi akhir karier Walk'n. Ia dituduh bersalah oleh angkatan bersenjata dan oleh utusan perdana menteri (Geraldine Pailhas). Tapi ia kemudian direkrut lagi untuk sebuah misi rahasia: kompetisi "Cannonball". Di tengah kompetisi, saat sedang mengisi bahan bakar di Jibouti, pesawat Mirage 2000 yang ia kemudikan dirampas oleh komplotan teroris. Komplotan ini sebelumnya gagal mencuri Mirage 2000 di British Air Show. Komplotan ini bekerja sama dengan orang dalam angkatan udara Prancis.
Selanjutnya adalah kisah perburuan pesawat itu dan adegan pertempuran seru di udara. Dan tak beda dengan kebanyakan sutradara Hollywood, Pires menggunakan orang Timur Tengah sebagai biang keladi aksi terorisme itu. Basi.
Yos Rizal Suriaji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo