Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Kenangan dan selamat jalan untuk...

Radio suzana, surabaya, mengadakan "lomba mirip gombloh" untuk mengenang penyanyi gombloh almarhum. 2 produser kaset, nirwana record & silver record mendompleng nama gombloh. Keluarga gombloh prihatin.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"HALO Surabaya. Selamat malam, Surabaya. Hooo." Salam khas Gombloh itu disambut gemuruh pengunjung Restoran Tamansari, Surabaya, Senin malam pekan lalu. Sosok Gombloh hadir di pentas, dengan semua ciri dan gaya yang sudah jadi merk penyanyi itu. Gombloh tak bangkit dari liang kubur. Yang mengucap salam itu, Suhardiman, cuma pedagang klepon. Tapi lihatlah penampilannya. Tubuh kerempeng. Kumis tipis. Jenggot jarang. Kaca mata hltam dan topi dekil. Semua itu atribut panggung Soedjarwoto alias Gombloh, ketika Almarhum masih berjaya. Hanya satu modal Gombloh yang tak dimiliki Suhardiman, ia tak bisa menyanyi. Penjual klepon inilah pemenang "Lomba Mirip Gombloh", yang diadakan Radio Suana, Surabaya, sejak Februari lalu, untuk mengenang penyanyi yang wafat 9 Januari lalu dalam usia 37 tahun. Ada 99 peserta. Yang menarik, sejumlah Gombloh palsu itu datang dari kalangan bawah. Golongan masyarakat tempat Gombloh asli berasal. Ada sopir, buruh tegel, tukang becak, dan tukang rumput. Di tingkat finalis tersisa 24 orang. Suhardiman, penduduk Jalan Dukuh Kupang Timur, Surabaya, itu mengaku sama ngawurnya dengan Almarhum. Ia pernah jadi pemain band. Sayang, nasibnya buruk setidak-tidaknya dibanding Gombloh sehingga berakhir sebagai pedagang kue klepon. Oleh tetangganya, Suhardiman sudah dipanggil Gombloh, sejak Gombloh yang sebenarnya belum berpulang. Karena yakin mirip itulah ia ikut berlomba dan menang mengantungi hadiah Rp 150 ribu. Namanya sontak tenar. Malah ada yang sudah meminta tanda tangannya. "Repot juga. Terkenal tapi melarat. Ya, senang juga," katanya. Yang segalanya paling mirip Gombloh sebetulnya Indrajit, 31 tahun. Ia sudah rajin berlatih, bukan cuma meniru gaya tetapi juga suara Gombloh. Pengetahuan musiknya tak mengecewakan. Awal Februari lal, usai membawakan lagu Apel, karya terakhir Gombloh, Indrajit batuk-batuk dan muntah darah. Ia dilarikan ke Rumah Sakit Malang, dan nyawanya tak terselamatkan. Peniruan Gombloh yang sukses, namun tragis. Tapi lomba ini, menurut Achmad Efendi dari Radio Suzana, bukan untuk menangisi kematian Gombloh, apalagi kematian Indrajit. "Gombloh In Memoriam" dimaksudkan untuk mengenang Gombloh sebagai seniman besar, dan melahirkan Gombloh-Gombloh baru, tanpa tujuan komersial. Toh penonton terperangah ketika Vicky Vendy, penyanyi Nirwana Record -- perusahaan yang selama ini merekam lagu-lagu Gombloh - memperdengarkan lagu Selamat Jalan Gombloh, yang kasetnya baru saja beredar. Muncul kesan, acara ini didompleng untuk promosi kaset itu. Keluarga Almarhum juga kaget. Menurut Anwar Sujono, kakak tertua Gombloh, lomba ini sudah disetujui keluarga Gombloh. Namun, diciptakannya dan dinyanyikannya lagu Selamat Jalan Gombloh itu di luar kesepakatan keluarga. "Kami belum pernah dihubungi produsernya," kata Anwar Sujono. Ia mengimbau agar setiap aktivitas yang mendompleng nama Gombloh untuk tujuan komersial dimintakan izin pada ahli warisnya. Tapi Nirwana Record mengaku sudah menghubungi Wiwiek Soegiarti, istri Almarhum. "Tertulis hitam di atas putih," kata Budi Prawita, Direktur Nirwana Record. Begitu pula sewaktu manggung di acara final tadi, sudah direstui Wiwiek. Cuma, Wiwiek tak hadir malam itu dan tak bisa dihubungi. Buntut acara ini adalah protes keras Titi Qadarsih, yang menemani dan mengiringi Gombloh di setiap panggung dan televisi. Sebab, jauh sebelumnya ia juga menerima undangan dari Radio Suzana untuk memeriahkan acara final itu. Seminggu sebelum final tiba-tiba ada pembatalan, tanpa alasan jelas. Padahal, Titi sudah menyiapkan lagu yang juga sudah dikasetkan, berjudul Kenangan untuk Gombloh. Lagu yang dinyanyikan Titi ini ciptaan Santoso Diuanto, produksi Silver Record. Akhirnya, Titi ke Surabaya juga. Ia menemui keluarga Gombloh di kawasan Sutorejo, Surabaya Timur. Artis ini bahkan sempat nyekar ke makam Gombloh. Karena ditolak manggung di final lomba mirip Gombloh itu, Titi mengadakan jumpa pers dan mengundang 13 pengelola radio swasta niaga di Hotel Elmi, Surabaya. Di situ ia melampiaskan unek-uneknya. Menurut Titi, lomba mirip Gombloh itu sudah didomplengi maksud-maksud komersial. Titi berbicara begitu karena kasetnya sudah mendapat izin dari keluarga Gombloh. Adalah lagu versi Titi ini pula yang disiarkan TVRI, Jumat pekan lalu, dalam acara Kamera Ria. Gombloh ternyata tetap jadi rebutan, walau sudah menyatu dengan bumi. Yusroni Henridewanto, Herry Mohammad, dan Zed Abidien (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus