Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
|
Tapi, benarkah film ini begitu istimewa? Seperti halnya film Erin Brockovich, yang diangkat dari kisah nyata Nona Erin, film ini merupakan adaptasi dari miniseri Inggris, Traffik, yang pernah ditayangkan di televisi Amerika pada 1990. Miniseri yang ditayangkan selama enam minggu itu mengisahkan penyelundupan heroin yang dilakukan pemuda Pakistan ke Inggris. Urat cerita itu tetap dipegang Soderbergh. Bedanya, dalam versi Hollywood, dia menggunakan setting penyelundupan kokain dari Meksiko ke Amerika.
Film dibuka dengan adegan di padang pasir nan gersang, saat dua orang polisi Meksiko, Javier (Benico Del Toro) dan Manola (Jacob Vargas), tengah mengintip truk yang dicurigai akan menyelundupkan narkotik. Benar saja, truk itu mengangkut berdus-dus kokain yang disamarkan menjadi makanan instan. Sekali sergap, penyelundup pun dilumpuhkan. Javier adalah polisi yang jujur, sogokan sang sopir sama sekali tak membuatnya goyah.
Tapi, tak lama kemudian, barisan jip mendadak muncul dan menghentikan mobil mereka. Seorang pria berdandanan militer turun dan menyuruh agar penjahat itu dibebaskan. Ternyata pria itu adalah Jenderal Salazar, seorang pembesar militer di sana. Apalah artinya polisi cecunguk macam Javier. Penjahat dan setumpuk heroin itu pun dibawa sang Jenderal. Sebuah awal yang menarik. Tapi sekonyong-konyong adegan itu melompat pada cerita lain.
Ternyata, film ini terdiri dari tiga bagian terpisah yang memiliki benang merah tema problem narkotik. Bagian pertama berkisah tentang polisi yang jujur, Javier dan partnernya, Manola, yang bergabung dengan Jenderal Arturo Salazar (Tomas Milian) yang bertekad akan menghancurkan kartel narkotik yang dipimpin Juan dan Pablo. Javier mencium niat busuk Salazar, tapi dia tidak bisa keluar dari jeratan Salazar.
Bagian kedua adalah kisah usaha dua agen DEA (badan antinarkotik Amerika) di San Diego, Ray Castro (Luiz Gusman) dan Montel Gordon (Don Cheadle), untuk menyeret Carlos Ayala, orang kaya yang hidup dengan menjadi bandar narkotik. Sang istri, Helena (Catherine Zeta-Jones), yang sedang hamil, tak menyangka suaminya terlibat dalam kriminalitas semacam itu sehingga sungguh terpukul dan berupaya untuk keluar dari kesulitan itu.
Kisah terakhir adalah cerita tentang Robert Wakefield (Michael Douglas), yang baru diangkat menjadi petinggi Mahkamah Agung yang bertanggung jawab menangani masalah narkotik. Di balik tekadnya untuk memberantas narkotik, ternyata problem keluarga menjadikan pekerjaan Wakefield semakin rumit karena tingkah anak Wakefield, Caroline (Erika Christensen), yang kecanduan narkotik gara-gara kelakuan pacarnya.
Ketiga cerita itu dimulai hampir secara bersamaan, yang selanjutnya disampaikan secara bergiliran. Cukup inovatif, meski gaya semacam ini sudah dilakukan dalam The New York Storiesdikerjakan oleh tiga sutradara besar Woody Allen, Francis Ford Coppola, dan Martin Scorseseatau film Night in the City, dengan empat bagian yang terpisah (tentang taksi di malam hari) karya J. Jarmush.
Dalam Traffic, yang menggunakan alur lurus hampir tanpa kelokan, tiap-tiap cerita berdiri sendiri dan sama sekali tidak berhubungan, tanpa link yang saling mengikat kecuali tema narkotik itu. Dengan durasi yang alot sekitar dua jam lebih, film ini terasa melelahkan. Untuk digolongkan sebagai film laga, kisah pertama tentang polisi Meksiko dan agen DEA itu nyaris tanpa suspens. Sementara itu, di bagian lain, kisah Wakefield pun terasabila film ini mau disebut film dramakurang menyentuh, bahkan terkesan klise.
Yang menarik adalah gaya pengambilan gambar yang menggunakan gaya film dokumenter. Kamera bergerak dengan menggunakan pola yang dinamis. Untuk ini, upaya itu terbilang berhasil. Film ini seolah menjadi dokumentasi sebuah potret yang lengkap tidak saja tentang bisnis peredaran bisnis obat terlarang, tapi juga aspek lain dari bisnis itu.
Namun, dalam persaingannya meraih Academy Award tahun ini, agaknya peluang film ini sangat berat. Film ini harus bertarung dengan Crouching Tiger, Hidden Dragon dan The Gladiator, yang memiliki peluang merebut posisi puncak. Demikian pula, dalam kategori aktor pria pendukung, Benicio Del Toro harus berhadapan dengan Willem Dafoe, yang disebut-sebut memiliki peluang besar karena penampilannya dalam film Shadow of the Vampire. Apa pun hasilnya nanti, yang jelas, film ini menjadi bukti kelihaian Soderbergh dalam memenuhi selera juri Piala Oscar.
Irfan Budiman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo