Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soal kepemilikan? Tak seperti dugaan banyak orang, pemilik detik.com online, PT Agranet Multicitra Siberkom (Agrakom), ternyata bukanlah penerbit koran cepat detikcom. Koran itu diterbitkan oleh perusahaan sendiri, yaitu PT Detik Koran Cepat. Hal ini sebetulnya mudah dipahami, mengingat Agrakom adalah perusahaan penanaman modal asing (PMA), yang tak diperbolehkan menanamkan modalnya di sektor media cetak, kecuali lewat bursa saham.
Tapi, kalau ditelusuri, ternyata ada juga benang merah antara detik.com online dan koran cepat detikcom. "Beberapa pemegang saham Agrakom adalah juga pemilik saham Detik Koran Cepat," kata Dwi Setyo. Modal yang disiapkan untuk menghidupi koran cepat itu mencapai Rp 2 miliar. Tapi, kabarnya, investasi langsung yang dihabiskan untuk membeli komputer, kendaraan, dan menyewa gedung hanya Rp 300 juta. Sisanya disiapkan untuk biaya operasional.
"Untuk ukuran media harian, Rp 2 miliar itu jumlah yang kecil. Kita ini semutlah. Semua ongkos yang akan dikeluarkan harus kita perhitungkan betul. Karena itu pula, kita memilih tidak melakukan promosi," Dwi Setyo memastikan. Saat ini, koran cepat detikcom masih sepenuhnya menggunakan fasilitas milik PT Agrakom, seperti komputer dan ruangan. "Nanti kita beli pelan-pelan," katanya lagi. Kendati begitu, ia optimistis, detikcom akan memetik untung dalam waktu cepat. "Empat bulan ke depan kurva keuangannya akan berbalik. Tahun ini juga sudah mesti untung," ujarnya yakin.
Apa yang dilakukan detik.com online dengan koran cepat detikcom sebetulnya bukan hal baru. Di Amerika, ada contoh Expedia.com, yang kemudian secara tak langsung melahirkan majalah dengan nama serupa. Secara formal, manajemen kedua media itu terpisah. Hubungan keduanya terletak pada iklan di majalah yang juga ditampilkan di situs Expedia.
Kiat Expedia.com itu, kendati tak terlalu pas, dimasukkan sebagai bagian dari kecenderungan situs berita kembali ke jalur media cetak. Atau, lebih luas lagi, berbaliknya bisnis elektronik (e-business) ke bisnis konvensional (conventional business). Untuk itu, ada banyak contoh, misalnya Inside.com yang menerbitkan majalah Inside.
Contoh lain adalah Amazon, eBay, dan Yahoo, yang bangkit dari keterpurukan bisnis mayanya dengan kembali ke bisnis konvensional sesuai dengan sektornya masing-masing. Amazon, situs retail terkemuka, kini mengembangkan bisnis penjulan langsung produk-produknya dan berhasil menjadi salah satu pelaku bisnis retail terbesar di AS. Empat tahun lalu mereka hanya memiliki gedung dua lantai di jalan terkumuh di Seattle. Kini mereka membangun gudang di seluruh dunia dengan menggaji pegawai paruh waktu.
Adapun eBay, yang semula dikenal sebagai situs lelang, kini kembali ke bisnis lelang konvensional. Selain itu, mereka mengembangkan bisnisnya pada kendaraan dan membangun usaha patungan dengan perusahan kuat (bricks and mortars company). Sedangkan Yahoo membuat dan memakai portalnya untuk menjadi raksasa media baru dengan isi yang hampir serupa.
Apa yang membuat bisnis-bisnis elektronik itu berbalik 180 derajat ke bisnis konvensional? Jawabnya sederhana: mencari tambahan pemasukan. Pengelola Inside.com, misalnya, mengaku pemasukan dari pendaftaran hanya US$ 200 per orang. Sehingga, dengan 30 ribu anggota, mereka hanya memperoleh pendapatan US$ 600 ribu. Sementara itu, mengharap rezeki nomplok dari menjual produk virtual ternyata kosong belaka.
Bukan mustahil, semua contoh tadi mengilhami pemilik detik.com untuk berkongsi dengan investor lain mendirikan koran cepat detikcom. Sejumlah keuntungan sudah membayang di depan mata. Biaya produksi koran, misalnya, bisa ditekan serendah mungkin berkat pasokan berita dari detik.com online. Koran cukup mempekerjakan empat editor dan empat tenaga tata letak. Sementara itu, mereka bisa memetik keuntungan besar dari oplah dan iklan.
Sebaliknya, detik.com online juga menerima sejumlah imbalan. Namanya paling tidak menjadi lebih dikenal setelah digunakan dalam media cetak. Mereka juga memperoleh tambahan pendapatan dari bagi hasil atau penjualan berita. Yang lebih penting, Agrakompemilik detik.com onlinemendapat opsi istimewa untuk memiliki mayoritas saham PT Detik Koran Cepat, kelak, setelah perusahaan itu go public.
Nugroho Dewanto, Tomi Lebang, Endah Wahyu Sulistiyanti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo