Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Menteri Kebudayaan Fadli Zon Bantah Ada Pemberedelan Pameran Yos Suprapto

Menteri Kebudayaan Fadli Zon membantah ada pemberedelan pameran lukisan Yos Suprapto. Ia menilai pembatalan karena ada lukisan yang tidak senonoh.

21 Desember 2024 | 06.34 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Kebudayaan Fadli Zon (tengah) dan Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha menghadiri pameran bertajuk "Indonesia, The Oldest Civilization on Earth?" di Museum Nasional Indonesia, Gambir, Jakarta, 20 Desember 2024. TEMPO/Ihsan Reliubun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kebudayaan Fadli Zon membantah adanya pembredelan terhadap lukisan Yos Suprapto, seniman senior asal Yogyakarta. Pernyataan itu disampaikan saat berbagai protes muncul sejak lima dari 30 lukisan Yos diminta tidak dipamerkan pada Kamis malam, 19 Desember 2024.

Fadli Zon Klaim Pemerintah Dukung Kebebasan Berekspresi

"Tidak ada pembungkaman, tidak ada beredel. Kami ini mendukung kebebasan berekspresi," kata Fadli kepada wartawan di Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat malam, 20 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politisi Partai Gerindra ini mengklaim bahwa pemberhentian pameran terjadi setelah ada lukisan Yos Suprapto yang ia sebut melenceng dari tema. Sebelum dibatalkan, Yos akan memamerkan lukisannya bertajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fadli mengatakan menerima kabar lukisan yang akan dipamerkan sebelumnya dipasang oleh Yos Suprapto, dan bukan dipajang oleh kurator. Bahkan Fadli menyebut beberapa lukisan seniman itu dinilai tidak sesuai tema, dan memuat unsur politik. "Bahkan mungkin makian terhadap seseorang," ujarnya.

Selain tudingan ada lukisan bernuansa makian, Fadli menyebutkan lukisan Yos menggambarkan obyek telanjang. Dia menyebut lukisan telanjang itu tidak pantas. "Kemudian ada yang telanjang. Sedang bersetubuh. Itu tidak pantas," katanya.

Menteri Kebudayaan: Melenceng dari Tema dan Tidak Senonoh

Fadli mengatakan, pameran itu mengangkat tema tentang pangan. Selain itu, ada lukisan Yos Suprapto, yang ia sebut dilukis dengan atribut tertentu, seperti gambar memakai topi ala orang Jawa, Raja Jawa, atau Raja Mataram. "Atau tidak senonoh," ujarnya. "Nah itu kan ada batasnya."

Fadli mengklaim mendukung kebebasan berekspresi. Namun kebebasan berekspresi jangan melampaui batas kebebasan orang lain. Ini yang saya kira. Lukisan yang mau dipamerkan itu berdasarkan kurasi dari kurator. "Nanti kita lihat ke depan, proses pengkurasian harus lebih rapih," ujarnya.

Sebelumnya pameran lukisan Yos Suprapto akan dipamerkan di Gedung A Galeri Nasional. Terhitung beberapa menit sebelum pembukaan dimulai pada Kamis malam, 19 Desember 2024, pintu kaca digembok dan lampu dimatikan. 

Padahal, telah hadir banyak pengunjung yang akan melihat karya perupa senior itu dalam pameran yang rencananya akan berlangsung selama 20 Desember 2024-19 Januari 2025. Pangkal pembatalan pameran ini, menurut Yos Suprapto, karena kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima dari 30 lukisannya diturunkan. Tapi Yos menolak.

Lima lukisan itu berhubungan dengan salah satu tokoh di Indonesia. Menurut Yos, jika lima lukisan itu diturunkan, maka ia akan membatalkan pameran secara keseluruhan dan membawa pulang seluruh lukisannya ke Yogyakarta. “Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos dalam pernyataannya.

Suwarno mengundurkan diri sebagai kurator pameran itu karena lima lukisan tersebut. Menurut dia, tema yang diusulkan telah disepakati oleh perupa sebelumnya. Yos telah membuat instalasi tanah dan sejumlah lukisan yang berasal dari riset memadai dan relevan dengan tema tersebut.

Namun, menurut Suwarno, ada dua karya yang menggambarkan opini seniman tentang praktik kekuasaan. Dia menyampaikan kepada Yos bahwa karya tersebut tidak sejalan dengan tema kuratorial dan berpotensi merusak fokus terhadap pesan yang kuat dan bagus dari tema pameran.

“Dua karya tersebut ‘terdengar’ seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora, yang merupakan salah satu kekuatan seni dalam menyampaikan perspektifnya,” kata Suwarno.

Iwan Kurniawan, Dian Yuliastuti, dan Seno Joko Suyono, berkontribusi dalam artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus