Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Menteri Kebudayaan Fadli Zon Tuding Lukisan Yos Suprapto Bermuatan Seks

Lukisan Yos Suprapto dituding memuat unsur orang berhubungan badan. Menteri Kebudayaan Fadli Zon sebut tidak pantas.

21 Desember 2024 | 06.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Salah satu lukisan Yos Suprapto yang dilarang dipajang dalam pameran "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan" di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Dok. Yos Suprapto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, pembatalan pameran lukisan Yos Suprapto berhubungan dengan tema yang dianggap kurator tidak tepat. Pameran yang dibatalkan Galeri Nasional Indonesia itu bertajuk "Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fadli mengatakan, beberapa lukisan Yos bermuatan unsur politik. Yang menurut kurator itu tidak sesuai tema. "Bahkan mungkin makian terhadap seseorang," kata Fadli kepada wartawan di Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat malam, 20 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut politisi Partai Gerindra ini, informasi yang ia terima, Yos sendiri yang memasang lukisan-lukisan itu. Pameran ini direncanakan akan berlangsung selama 20 Desember 2024-19 Januari 2025. Fadli mengatakan, lukisan yang dipasang Yos Suprapto itu tidak disetujui oleh kurator.

Fadli Zon: Lukisan Ada yang Telanjang, Itu Tidak Pantas

Bukan saja bernuansa makian, Fadli menuding lukisan seniman senior asal Yogyakarta itu bergambar sosok telanjang. "Kemudian ada yang telanjang. Sedang bersetubuh. Itu tidak pantas," kata Fadli, menjelaskan sebagian nuansa dari sebagian isi lukisan Yos Suprapto.

Dalam lukisan bernuansa "telanjang" dan memakai topi, kata Fadli, itu menggambarkan identitas atau afinitas budaya tertentu. Dia mencontohkan, seperti topi yang biasa dikenakan orang Jawa, Raja Jawa, atau Raja Mataram. Dia menuding, isi lukisan tersebut masuk kategori suku, agama, ras, dan antargolongan. "Itu kan bisa membuat orang tersinggung," ujar Fadli.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha menyaksikan musik lawas diputar melalui turntable jelang pembukaan pameran bertajuk “Indonesia, The Oldest Civilization on Earth?” di Museum Nasional Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat, 20 Desember 2024. TEMPO/Ihsan Reliubun.

Sebelumnya pameran lukisan Yos Suprapto akan dipamerkan di Gedung A Galeri Nasional Indonesia. Terhitung beberapa menit sebelum pembukaan dimulai pada Kamis malam, 19 Desember 2024, pintu kaca digembok dan lampu dimatikan.

Padahal, telah hadir banyak pengunjung yang akan melihat karya perupa senior itu dalam pameran yang rencananya akan berlangsung selama 20 Desember 2024-19 Januari 2025. Pangkal pembatalan pameran ini, menurut Yos Suprapto, karena kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima dari 30 lukisannya diturunkan. Tapi Yos menolak.

Kronologi Pemberedelan Pameran Lukisan Yos Suprapto

Lima lukisan itu berhubungan dengan salah satu tokoh di Indonesia. Menurut Yos, jika lima lukisan itu diturunkan, maka ia akan membatalkan pameran secara keseluruhan dan membawa pulang seluruh lukisannya ke Yogyakarta. “Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos dalam pernyataannya.

Yos mengatakan, Suwarno semula meminta dua lukisannya, Konoha I dan Konoha II, ditutup dengan kain hitam. “Saya lega lila (ikhlas) ditutup. Tapi, dua-tiga jam kemudian dipertemukan dengan orang Galeri Nasional yang kemudian meminta tiga karya lain juga ditutup,” kata Yos pada Jumat, 20 Desember 2024. “Saya bilang ini pembredelan.”

Suwarno mengundurkan diri sebagai kurator pameran itu karena lima lukisan tersebut. Menurut dia, tema yang diusulkan telah disepakati oleh perupa sebelumnya. Yos telah membuat instalasi tanah dan sejumlah lukisan yang berasal dari riset memadai dan relevan dengan tema tersebut.

Namun, menurut Suwarno, ada dua karya yang menggambarkan opini seniman tentang praktik kekuasaan. Dia menyampaikan kepada Yos bahwa karya tersebut tidak sejalan dengan tema kuratorial dan berpotensi merusak fokus terhadap pesan yang kuat dan bagus dari tema pameran.

“Dua karya tersebut ‘terdengar’ seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora, yang merupakan salah satu kekuatan seni dalam menyampaikan perspektifnya,” kata Suwarno.

Iwan Kurniawan, Dian Yuliastuti, Seno Joko Suyono, berkontribusi dalam tulisan ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus