Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BOB Dylan boleh saja dibilang sudah tua, sebab begitulah kenyataannya—tahun ini dia masuk ke usia 68. Tapi simak album terbarunya ini dan rasakan kejutannya yang kesekian kali: dia terdengar jauh lebih muda.
Harus diakui, dibandingkan dengan bahkan album sebelumnya (Modern Times, 2006), lirik yang dia tulis memang terasa belum matang, jika sulit dibilang dangkal. Bukan standar Dylan-lah, yang sangat berpengaruh dalam lanskap rock dan telah menjadikannya sebagai pemenang Hadiah Pulitzer pada 2008. Performans band-nya pun tak semengkilap, misalnya, formasi impian ketika dia menggarap Highway 61 Revisited pada 1965 (barangkali karena rekaman album baru ini dilakukan di antara jadwal tur yang padat).
Namun kekurangan-kekurangan ini sepenuhnya bisa dikompensasi oleh materi 10 lagu yang ada dan vibrasi yang dipancarkan oleh cara Dylan menyanyikan semua lagu itu. Dia tentu saja masih tergolong penyanyi yang barangkali suaranya tak dirindukan benar: ada unsur sengau, serak; caranya bernyanyi seperti malas-malasan; dan tema lagunya pun lebih sering terdengar menyengat. Walau demikian, dengan menggabungkan semua elemen itu, di sini, Dylan telah menciptakan jembatan yang pas untuk mengantarkan efek yang diinginkannya kepada pendengar.
Efek itu adalah kesan muram, geram, tapi juga sekaligus gairah yang meluap. Dengarlah dia menyanyikan larik (kata-katanya memang bisa didapatkan di lagu-lagu ”pasaran”) ”I love you, pretty baby/You’re the only love I’ve ever known/Just as long as you stay with me/The whole world is my throne”. Toh, dalam pola shuffle dengan irama seperti rumba nan mengayun, lagu pembuka berjudul Beyond Here Lies Nothin’ itu menghadirkan vokal Dylan yang terdengar bagai melayangkan keperihan mendalam. Di antara tiupan trompet, dia seperti mau bilang bahwa cinta dan kebersamaan merupakan dua hal yang perlu dalam kefanaan hidup.
Bagaimana Dylan (sebagai produ-ser; dia menggunakan nama samaran Jack Frost) memilih instrumen adalah kuncinya. Kesan sederhana dan kuno sangat terasa: pukulan brush stick pada snare drum, gitar distortif yang menyebarkan melodi solo bagai sengatan lebah di sana-sini, akordeon yang muncul bagai riak di permukaan air yang tenang. Ada pula banyo, misalnya pada Forgetful Heart, yang di dalamnya Dylan seperti pasrah: ”All night long/I lay awake and listen to the sound of pain/The door has closed forevermore/If indeed there ever was a door.”
Di track lain ada pula If You Ever Go to Houston, nomor ala R&B bertempo pelan yang terdengar ramah di telinga, dengan akordeon yang begitu menonjol. Atau I Feel A Change Comin’ On, nomor bernapas country yang menyindir gelora perubahan di Amerika Serikat. Dan barangkali juga It’s All Good, sebuah ekspresi perasaan lega karena bisa bertahan hidup di tengah-tengah penderitaan dunia.
Album ke-33 dalam diskografi musisi bernama asli Robert Allen Zimmerman ini sebenarnya bermula dari lagu Life Is Hard. Inilah lagu yang ditulis bersama Ro-bert Hunter (pernah menjadi penulis lirik Grateful Dead) untuk film berjudul My Own Love Song karya sutradara Prancis, Olivier Dahan. Tapi Dylan seperti menemukan energi tambahan untuk terus menulis di antara waktunya yang padat dengan jadwal tur. Itulah sebabnya keberadaan album ini boleh dibilang merupakan kejutan; keterangan pers resminya saja baru ada kurang dari dua bulan sebelum tanggal rilisnya.
Wajar bila suasana lagu awal itu, yang seperti membawa pendengarnya ke dunia entah di mana di masa silam, menjadi fondasi album ini. Dylan, yang lagu-lagunya pada 1960-an menjadi tema gerakan hak sipil dan antiperang, tetap jauh dari ambisius. Lagi pula, bukankah dia sudah bukan lagi musisi di tataran arus utama (mainstream)? Walau begitu, di sini dia masih sanggup menata lagu dan musik yang jangkauan artistiknya, juga gayanya, mau tak mau membuat kita mengangkat topi: Dylan belum kehilangan amunisi untuk membuat kita takjub, dengan caranya yang justru tak mempedulikan kesan yang bakal timbul.
Purwanto Setiadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo