Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Battle of Surabaya
Produksi: MSV Pictures
Sutradara: Aryanto Yuniawan
Penulis Naskah: Aryanto Yuniawan
Pengisi Suara: Ian Saybani, Maudy Ayunda, Reza Rahadian, Jason Williams, Tanaka Hidetoshi
Tidak pernah ada kemenangan dalam perang." Pesan sang ibu pada pengujung hidupnya itu begitu diingat Musa, kurir surat-menyurat dalam pertempuran arek-arek Surabaya melawan Belanda. Secuplik kalimat ini pula yang rupanya menjadi jiwa, juga tagline, Battle of Surabaya, film animasi 2D panjang garapan MSV Pictures, studio animasi yang berbasis di Yogyakarta.
Hampir semua tokoh, dari pihak mana pun, ditampilkan secara manusiawi. Mereka digambarkan sebagai manusia yang kehilangan banyak hal karena peperangan. Masing-masing terpaksa terseret dalam pertempuran yang sama sekali tak mereka inginkan.
Di samping Musa, bocah laki-laki penyemir sepatu yang menjadi kurir, ada pula Yumna, gadis muda keturunan Tionghoa, yang keluarga dan teman masa kecilnya terbunuh saat pasukan Jepang masuk ke Indonesia. Ada Yoshimura, pejabat asal Jepang yang ingin segera kembali ke negaranya menikmati bunga sakura yang berguguran. Ia digambarkan begitu hangat dan merupakan sosok pengganti ayah untuk Musa yang yatim.
Bahkan salah satu peran antagonis pun digambarkan dengan pendekatan yang sama. Seorang sersan Inggris yang dengan gigih mengejar Musa, dan petantang-petenteng dengan senjatanya, pada akhirnya mengaku ingin perang cepat berakhir. Meski begitu, ironisnya, ia memilih menggunakan granat dan peluru demi tujuan ini. Boleh dikata tak ada obrolan tentang patriotisme atau semangat bela negara dari para karakter ini, terutama pada bagian awal film.
Semangat patriotisme yang lebih kuat justru muncul lewat tokoh-tokoh dan montase sejarah yang berkaitan dengan perang di Surabaya. Ada peristiwa perobekan bendera Merah Putih di Hotel Yamato, peristiwa penembakan Mallaby, ultimatum penyerahan senjata, hingga orasi Bung Tomo yang berapi-api. Tapi tetap terlihat bahwa penggerak utama film ini adalah unsur drama dari manusia-manusia yang terjebak dalam peperangan. Ini sedikit mengingatkan pada The Grave of Fireflies, film animasi perang dari studio animasi asal Jepang, Ghibli, yang memotret Perang Dunia Kedua dengan cara serupa.
Pengaruh anime, atau animasi Jepang, sungguh terasa dalam Battle of Surabaya. Pertama, jelas terlihat dari desain karakter dengan tarikan garis khas anime. Yang paling terasa adalah penggambaran anggota Kipas Hitam, kelompok rahasia yang disebut benar-benar beroperasi di Indonesia. Para anggota kelompok digambarkan layaknya ninja atau samurai dari Jepang. Begitupun saat Yumna melakukan pertarungan satu melawan banyak anggota Kipas Hitam dengan gerakan-gerakan akrobatik. Rasanya seperti melihat satu adegan dari serial anime Samurai X atau Naruto.
Di luar pengaruh anime yang terasa kental itu, visual dalam film animasi ini layak diberi acungan jempol. Terutama pada pengerjaan latar belakang yang sangat halus dan detail. Dua yang paling menonjol adalah suasana senja dengan langit cantik yang keemasan, juga penggambaran kota yang hancur setelah digempur musuh. Begitupun animasi ledakan, yang digambarkan dengan begitu berenergi. Tapi harus dicatat bahwa animasi dalam film ini—terutama gerak pada tokoh manusianya—masih terasa kaku dan kurang alami.
Problem yang paling terasa dalam film ini adalah plot cerita yang kurang rapi. Bagian awal film terasa lambat, sementara bagian akhir film tancap gas sehingga beberapa bagian terasa belum terjelaskan. Termasuk misi utama Musa dalam mengantar surat rahasia menjelang pertempuran.
Ratnaning Asih
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo