Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Nafsu yang dirantai nafsu yang dirantai

Wayang orang dengan lakon burisrowo rante dimainkan oleh grup tari yogya pimpinan s kardjono di tim. diawali 2 tari klasik srimpi dab beksan lawung yang adiluhung dengan suasana keraton.

13 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH 40 orang penari mendukung Burisrowo Rante. Tontonan wayang orang ini dimainkan di Teater Arena TIM. 28 dan 29 Juli yang lalu oleh Grup Tari-Yogya (berdomisili di Jakarta) pimpinan S. Kardjono. Di antara para penari tampak orang-orang beken seperti: Sardono, Sentot, Sal Murgiyanto, Edi Sedyawati, Kardjono sendiri serta juga Siti Adiyati yang selama ini dikenal sebagai salah seorang dari kalangan Senirupa Baru Indonesia. Mengawali Burisrowo, ditampilkan 2 buah tari klasik gaya Yogya: Srimpi dan Beksal Lawung Kedua nomor ini memiliki nilai tari yang tinggi, karena mengenyam pembinaan Kraton yang mantap dan teliti. Gerak telah menjadi bahasa yang puitis dan dalam. Ia membersitkan aspek-aspek sprirituil sebagai pantulan dari pengalaman emosi dan jasmani. Tari Srimpi dibawakan oleh 4 penari dan 4 bocah. Komposisi ini memberikan variasi pada level, menimbulkan kesegaran karena anak-anak tersebut demikian wajar. Sesuatu yang lemah gemulai, teliti, jelas terbayang sudah ditakar dengan cermat oleh penciptanya. Sehingga beberapa penari yang bem1ain dengan sedikit senyum terasa agak mengurangi suasana yang meditatif. Berbeda dengan Beksan Lawung. Nomor ini memiliki garis-garis tegas, langkah pijakan antab, sehingga para penari dituntut untuk gagah. Kaki-kaki para penari terangkat lalu tertancap di tempat yang sudah direncanakan. Tongkat panjang - lawung - membuat garis-garis dalam ruang. Kardjono telah menyuguhkan tontonan yang mantap. Dengan kedua nonor ekstra tadi suasana sudah terbina. Kemudian penonton dipersilakan menikmati lakon. Siti Adiyati, dipasang sebagai Sembodro. Pelukis kontemporer ini telah mengucapkan dialog dengan artikulasi yang bagus. Suaranya jelas terdengar tinimbang penari-penari puteri yang lain. Sembodro yang sedang bercengkerama di Taman Madugondo Alerta, tiba-tiba diculik raksasa. Keraton geger. Untung saja Gatutkoco bertindak gesit. Putera Bima ini, agak berbeda dan biasanya (tidak memakai busana yang bergambar bintang) mulai mencari. Pada saat yang bersamaan, di tempat lain Burisrowo sedang memuja turunnya Betari Durga. Raksasa penculik itu lewat di dekatnya. Burisrowo, yang memang nafsu pada Sumbodro, menghantam langsung pencuri itu sampai pontang-panting. Tapi Sumbodro jatuh di sebuah pantai (tidak mati, meskipun terjun begitu tinggi). Nah. Penari Ramelan yang memainkan Burisrowo yang kasmaran, meskipun kelahiran Solo, mencoba bergulat dengan gaya Yogya. Tari Yogya sebagaimana diketahui selalu punya gaya ungkap yang lucu (lihat misalnya lagen wanaran Yogya: Hanuman masih sempat minta air di tengah perang hebat). Kembali pada Sembodro, isteri Arjuna itu tertolong oleh Antareja anak Bima di laut. Tapi lantaran Gatutkoco belum kenal saudaranya, ia menyangka Antarejalah biang keladinya. Keduanya baku hantam. Untung cepat dilerai oleh Sembodro yang kemudian memperkenalkan saudara tunggal bapak itu. Tak lama muncul Burisrowo. Tentu saja kedua Bima yunior itu kemudian membuatnya jadi bola pingpong. Burisrowo dirantai dan ditawan. Pertempuran masih harus berlangsung. Prabu Sabrang Jotoyekto, biang keladi peristiwa, gusar melihat usahanya gagal. Ia mengerahkan tentara. Tetapi Gatutkoco dan Antareja bukan anak bawang. Hanya berdua mereka membetot mundur musuh-musuh itu. Tinggal Burisrowo, yang meskipun sudah dibekuk masih saja tidak bisa menyembunyikan nafsunya. Ia terus merayu-rayu dengan lembut. Gatutkoco kemudian melinting kupingnya - untuk mengakhiri lakon malam itu. Adiluhung Seluruh pertunjukan dijalari suasana yang utuh. Mulai dari tetabuhan gending gaya Yogya, bau kemenyan di pedupaan, dan busana batik dasar merah yang khas keraton Yogya. Meskipun kedua lampu meja yang dipergunakan oleh pembawa antawacana tampak meng ganggu. Sehingga memang perlu juga disarankan menutup alat penerang dan pengeras suara yang agak menyinggung suasana yang sudah sempat antik. Dalam pergelaran ini terlihat juga terompet dan dramben. Instrumen ini dikeluarkan untuk mengiringi tari Srimpi dan beksan Lawung. Konon sudah direstui oleh seniman-seniman keraton Yogya (malah kabarnya hal tersebut dilaksanakan mulai dari ayah Sultan yang sekarang). Bagi mereka yang tidak biasa mungkin hal ini sedikit bikin kaget. Apalagi pada malam penampilan itu kurang terjadi gelut-menggelut antara kelompok terompet dan kelompok gamelan. Masih menyebabkan kesan asing karena irama belum menyatu. Gerak tari gaya Yogya, yang mengakhiri tarian dengan duduk. Ialu keluar arena dengan gaya tenang, menyebabkan lebih menonjolnya prinsip "tontonan. Kita melihat dua hal: orang yang berbusana dan menari, serta orang biasa yang berbusana dan berjalan. Hal itu juga terdapat dulu-dulunya pada tontonan Topeng Pajengan. Sangiang, Gambuh, dan Legong Keraton di Bali. Niat Kardjono untuk menampilkan suasana keraton dengan tari klasik yang adiluhung, boleh dihargai. Ia telah mencoba mendekatkan kembali tari di ibukota ini kepada sumbernya. Tari tidak hanya merupakan dunia yang memperalat tubuh sebagai medium, tetapi lebih lagi. Di sini terasa tuntutan kepada penari bukan hanya tuntutan fisik tapi juga spirituil. Karena mereka diajak pula untuk mengembara dalam dunia imaji. Burisrowo Rante yang besar nafsu, mengibaratkan niat besar untuk berungkap dalam kekangan nilai-nilai yang kokoh dari pakem-pakem Keraton. Wayan Diya Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus