Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SABTU, 16 Agustus 2008, semestinya menjadi akhir pekan yang nikmat bagi Daru Priyambodo. Orang lain pada hari itu mungkin lelap mencecap libur atau bercengkerama dengan keluarga. Tapi, hari itu, Daru malah sedang berpacu melawan waktu, mempersiapkan kembali lahirnya situs berita Tempointeraktif.com dengan desain baru.
Di kantor, Daru ditemani awak tim digital Tempo, seperti Radja Komkom, Handy Dharmawan, Burhan Sholihin, Elik Susanto, dan Eko Punto Pambudi. Mereka mengawal migrasi data dari server lama ke perangkat baru dan menguji coba tampilan baru situs Tempo. Lewat aplikasi Yahoo! Messenger, Daru mengirim instruksi kepada tim dan memeriksa semua kelengkapan fitur serta desain baru. Setengah jam sebelum tengah malam, semuanya siap. Tepat pada pergantian hari, desain baru Tempo di ranah maya diluncurkan.
“Berlembar-lembar kesusahan itu benar-benar terbayar,” kata Daru ketika itu. Jumlah pengunjung situs Tempo naik dua kali lipat berkat perubahan tampilan itu. Tiga tahun kemudian, situs Tempointeraktif.com berubah nama menjadi Tempo.co.
Tidak banyak orang tahu, Daru Priyambodo adalah peletak fondasi awal digitalisasi Tempo. Menjadi pemimpin pertama divisi digital Tempo, Daru meluncurkan peta jalan yang diberi judul memikat: “Menembak Rembulan”. Inilah peta jalan bisnis Tempo di bidang digital yang merinci beberapa tonggak pencapaian yang harus diraih Tempo, seperti membesarkan jumlah pengunjung Tempo.co serta merintis bisnis langganan digital majalah dan Koran Tempo. Peta jalan Daru masih menjadi patokan sampai sekarang.
Dunia digital bukan hal baru buat Daru. Dia termasuk tokoh awal yang melahirkan Republika.co.id di tempat kerja lamanya. Tapi medium semata tidak membatasi kiprahnya. Sebagai Pemimpin Redaksi Koran Tempo, dia juga yang menjalankan transformasi format tabloid Koran Tempo dengan artikel yang habis dalam satu halaman serta infografis yang kaya visual.
Sebelum menjadi wartawan, Daru adalah dosen ilmu komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya. Tapi sejak awal dia sudah tertarik pada dunia jurnalistik.
“Dari dulu dia pintar, melek politik, paham teori dan konsep, serta melihat persoalan dari sisi yang lebih substantif, tidak hitam-putih—sesuatu yang jarang ditemukan di kalangan mahasiswa aktivis,” ujar Zaim Uchrowi, wartawan yang menjadi Kepala Biro Tempo Surabaya pada 1986-1987. Dialah yang akhirnya menceburkan Daru ke dunia wartawan.
Sejak masih menjadi mahasiswa, Daru kerap datang ke kantor Zaim. Dia tak sungkan terlibat dalam berbagai diskusi di redaksi, dari soal politik hingga ekonomi, sampai larut malam. Bahkan tak jarang dia tidur di kantor itu.
Pernah suatu malam, saking lelahnya berdiskusi, Daru dan para wartawan Tempo di sana tertidur super-lelap. Keesokan harinya, mereka terbangun dengan terkejut karena semua perangkat kantor yang berharga lenyap digondol maling. Daru kerap menceritakan kisah ini sambil tergelak.
Daru resmi menjadi wartawan pada 1991, saat Zaim, yang kala itu menjadi Pemimpin Redaksi Berita Buana, menawarinya menjadi redaktur opini. Dia rela meninggalkan kemapanan hidup sebagai pegawai negeri dan memboyong keluarganya pindah ke Jakarta. Gaji pertamanya Rp 700 ribu, hanya cukup untuk membayar tiga bulan pertama biaya sewa kontrak rumah mungil di Jakarta.
“Ada dua pekerjaan yang paling menantang dalam hidup saya: dosen dan wartawan,” tutur Daru suatu ketika. “Tapi menjadi wartawan membuat saya lebih bebas berekspresi.”
Kebebasan berekspresi itu memang menjadi magnet yang membuat Daru lekat dengan jurnalisme. Itu juga yang menjadi ciri khasnya sebagai wartawan. Daru piawai mengubah kritik menjadi humor.
Ketika Berita Buana tutup, sebagian awaknya bermigrasi ke harian Republika. Termasuk Daru. Di sini dia menerbitkan kolom khusus satire bertajuk Rehat. Ini rubrik kecil, terletak di pojok bawah koran Republika, yang berisi celetukan kritis.
Parni Hadi, mantan Pemimpin Redaksi Republika, bercerita, dia dan Daru sering berduet adu ide untuk mengisi rubrik Rehat. “Tidak selalu ide saya diterima Daru. Tapi cara menolaknya selalu lucu,” ucap Parni mengenang Daru dalam kolomnya di Republika. Suatu kali, setelah menyodorkan ide Rehat kepada Daru, Parni bertanya setengah menodong: “Lucu enggak?” Dengan spontan Daru menjawab: “Pertanyaan Pak Parni ini lebih lucu.”
Sri Malela Mahargasarie, mantan Pemimpin Redaksi Koran Tempo, punya kisah serupa. Ketika itu, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur baru saja menerbitkan keputusan kontroversial berupa dekret untuk membekukan Dewan Perwakilan Rakyat pada 23 Juli 2001. Di tengah rapat redaksi, menurut Malela, Daru mengusulkan penerbitan karikatur khas di rubrik Portal. “Di bawah gambar Gus Dur ditulis ‘Abdurrahman Wahid the Most Unpredictable Person’, pendek saja,” kata Malela. Tajam, langsung menohok ke ulu hati, tapi tak membuat orang marah.
Daru juga lucu di kehidupan nyata. Suatu kali, seorang redaktur Koran Tempo datang tergopoh-gopoh menemui Daru di lantai tiga kantor Koran Tempo di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ketika itu Daru masih menjabat redaktur pelaksana rubrik Nasional. “Mas, gaji saya kok dipotong sekian persen bulan ini hanya karena saya salah menulis angka konversi kurs rupiah-dolar?” ucap sang redaktur, mengeluh. “Kamu baru dipotong sebulan saja bangga. Saya yang dipotong tiga bulan gara-gara beritamu itu biasa-biasa saja,” ujar Daru cepat. Mereka tertawa bersama, dan kekecewaan sang redaktur pun luntur.
Sepanjang 26 tahun kariernya sebagai wartawan, Daru menolak menjadi “biasa-biasa saja”. Dia mendorong redaksi Tempo selalu melawan hal klise, termasuk dalam soal desain koran. Salah satu buku favoritnya adalah The War Against Cliché karya penulis Inggris, Martin Amis.
Satu terobosannya ketika menjadi Pemimpin Redaksi Koran Tempo adalah memasang infografis sebagai berita utama di halaman depan koran. “Dia adalah bapak infografis Koran Tempo,” tutur Yosep Suprayogi, redaktur teknologi Tempo yang pernah menjadi bagian dari tim infografis Koran Tempo di bawah pimpinan Daru.
Jadi, ketika koran-koran lain tampil monoton dengan pakem foto utama dan judul besar di halaman depan, Koran Tempo muncul berbeda dengan infografis ciamik di halaman utama. Ketika Gunung Merapi meletus, bencana tsunami melanda Aceh, serta serangan terorisme 9/11 terjadi di gedung World Trade Center, New York, Amerika Serikat, cover Koran Tempo yang berbentuk infografis selalu menarik perhatian. Mengejutkan, memanjakan mata. Untuk itu, Koran Tempo berulang kali mendapat penghargaan sebagai koran dengan desain terbaik versi Serikat Penerbit Suratkabar. “Satu grafis bisa lebih menghunjam daripada seribu kata-kata,” ujar Daru.
Pada 12 Desember 2020, sepuluh menit selepas pukul 9 pagi, di usia 57 tahun, Daru Priyambodo meninggalkan kita.
BURHAN SHOLIHIN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo