KELUARGA JAWA
Oleh: Hildred Geertz
Penerbit: PT Grafiti Pers, Jakarta, 1983, 188 halaman.
MUTU suatu karangan ilmiah di bidang ilmu-ilmu sosial selalu
tergantung pada kecerdasan ilmuwan yang menyusun karangan dan
caranya mengumpulkan data buat karangan itu. Syarat-syarat
demikian terutama diperlukan apabila seorang ilmuwan di bidang
ilmu-ilmu sosial hendak menulis tentang tata hidup suatu
masyarakat yang kebudayaannya berbeda dari kebudayaan masyarakat
dari mana pengarang itu berasal.
Berdasarkan ukuran itu maka saya berpendapat bahwa Hildred
Geertz, penulis buku yang terjemahannya berjudul Keluarga Jawa,
berhasil dengan baik menyelami tata hidup, hubungan
kekeluargaan, dan ketetanggaan orang Jawa di Kota Mojokuto.
Karena penelitian untuk buku ini dilakukannya bersama suaminya,
Clifford Geertz, maka dapat diduga, penulis dalam melakukan
analisa bahan-bahan penelitian serta penyusunan buku ini tidak
luput dari pengaruh pendampingnya. Clifford Geertz pengarang
buku The Religion of Java, terkenal di kalangan antropologi,
antara lain, dengan pandangannya bahwa masyarakat petani di Jawa
karena agricultural involution makin lama makin melarat. Salah
satu aspek yang menjadikannya bertambah terkenal adalah gambaran
tentang adanya golongan santri, abangan, dan priyayi dalam
masyarakat Jawa.
Namun terlepas dari pengaruh Clifford Geertz, buku Keluarga Jawa
menunjukkan bahwa penulisnya menguasai benar konsep-konsep ilmu
antropologi sosial, sehingga masyarakat Jawa di Mojokuto dapat
disorotinya dengan terang dan tampak banyak aspeknya -- yang
buat orang awam tidak menarik perhatian. Misalnya, hubungan
antara suami dan istri? antara bapak dan ibu dan anak laki-laki
atau anak perempuan, serta antara kakak dan adik, baik laki-laki
atau perempuan. Berbagai variasi hubungan intrakeluarga dapat
digambarkan dengan daya analisa yang hanya ada pada seorang
ilmuwan antropologi yang sudah matang dalam ilmunya.
Lebih dari itu Hildred Geertz berhasil mengungkapkan nuansa yang
halus dalam hubungan kekeluargaan yang ditelitinya. Sering
dikatakan bahwa dalam suatu usaha ilmiah seorang ilmuwan harus
mampu memisahkan daya berpikirnya dari perasaannya. Tapi dalam
studi antropologi, seperti tercermin dalam buku Keluarga Jawa,
tanpa perasaan, atau mungkin tanpa intuisi seorang asing tidak
mungkin menangkap makna yang benar dari tingkah laku orang Jawa
yang senantiasa bersemu rasa -- tidak mengungkapkan sesuatu
dengan bahasa yang tegas.
Hasil yang jernih dari penelitian itu sebagian juga dimungkinkan
karena persiapan yang cermat dan matang sebelum penulis terjun
ke dalam masyarakat Jawa yang akan diteliti. Dalam usaha
persiapan itu termasuk pengumpulan pengetahuan dari buku-buku
mengenai Indonesia dan masyarakat Jawa -- pengetahuan mana
diperdalam melalui diskusi dengan anggota kelompok Harvard yang
akan mempelajari masyarakat Jawa.
Persiapan dilengkapi pula oleh penulis dengan belajar bahasa
Indonesia dan bahasa Jawa. Sayang tidak didapat keterangan
apakah yang dipelajari bahasa Jawa ngoko, madya, atau krama
inggil. Namun penulis dapat mewawancarai responden tanpa
perantara penerjemah.
Dalam menilai buku ini, sekiranya ada hal yang perlu mendapat
perhatian, maka itu terletak pada judul. Judul Keluarga Jawa
menimbulkan kesan, seolah-olah buku ini sudah mencakup tata
hidup keluarga seluruh suku Jawa yang beranggotakan beberapa
puluh juta manusia. Padahal yang diteliti hanya
keluarga-keluarga dalam satu golongan penduduk kampung di kota
kecil Mojokuto saja.
Betapa pun teliti dan jelas uraian dalam buku ini, bagi mereka
yang mengenal masyarakat Jawa lebih lama dan lebih luas, masih
ada golongan lain dengan tata hidup yang lain pula daripada yang
digambarkan Hildred Geertz. Misalnya, golongan petani Jawa,
golongan pegawai negeri sipil, golongan ABRI, golongan
wiraswasta menengah yang dalam banyak hal berbeda tata hidupnya,
intra dan interkeluarga, daripada keluarga-keluarga yang
diteliti penulis. Bahkan tampak juga perbedaan-perbedaan itu
menurut daerah. Keluarga dari Yogyakarta dan Surakarta, ataupun
dari daerah pesisir, tidak dapat dikatakan sama adat istiadat,
peri kelakuan, dan sikap hidupnya dibandingkan dengan
keluarga-keluarga di Mojokuto.
Buku ini tidak hanya dimengerti oleh para antropolog saja. Juga
orang awam pun mudah menangkap apa yang disajikannya. Kecuali
bahasanya yang sederhana maka pembaca juga mudah tertarik oleh
contoh-contoh mengenai kejadian dalam kehidupan kekeluargaan dan
ketetanggaan yang tersebar di seluruh buku.
Dalam uraian yang dijelaskan dengan contoh-contoh itu tidak
hanya digambarkan struktur keluarga dan komposisi rumah tangga,
tetapi ditelusuri pula berbagai unsur kekeluargaan mulai dari
kehamilan seorang wanita, kelahiran bayi, cara mengasuh dan
melatih bayi, hubungan sosial dalam masa kanak-kanak, masa
remaja, masa dewasa perkawinan, perceraian, sampai kematian.
Malahan, meskipun tidak mendalam, penulis mencoba mengutarakan
nilai-nilai kejawen dalam keluarga orang Jawa.
Akhirnya dapat dikatakan buku Keluarga Jawa ini merupakan
sumbangan yang pantas dihargai -- terutama untuk mengetahui
secara umum tata hidup keluarga Jawa di daerah perkampungan
dalam Kota Mojokuto. Selain itu metode ilmiah yang diterapkan
Hildred Geertz dalam penelitiannya perlu diperhatikan oleh
setiap sarjana ilmu-ilmu sosial yang hendak menjalankan
penelitian antropologi di dalam masyarakat mana pun juga.
Selo Soemardjan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini